-->

Batasan Berlakunya Aturan Pidana Dalam Perundang-Undangan

SUDUT HUKUM -- Batasan Berlakunya Aturan Pidana Dalam Perundang-Undangan

Pasal 1

(1) Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundangundangan pidana yang telah ada.

(2) Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap tertuduh diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.

UNDANG-UNDANG TERKAIT

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
Pasal 43
(1) Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 4
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yangberlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.

Penjelasan Pasal 4
Yang dimaksud dengan “dalam keadaan apapun” termasuk keadaan perang, sengketa bersenjata, dan atau keadaan darurat. Yang dimaksud dengan “siapapun” adalah Negara, Pemerintah dan atau anggota masyarakat. Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut dapat dikecualikan dalam hal pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang digolongkan ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.


Pasal 2
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.

Pasal 3
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.


Pasal 4
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:

a. salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108 dan 131;

b. suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia;

c. pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas
tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan
talon, tanda dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu;
d. salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam
keselamatan penerbangan sipil.

Pasal 5
(1) Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan:

1. salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451.

2. salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara di mana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana.

(2) Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika tertuduh menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan.


Pasal 6
Berlakunya pasal 5 ayat 1 butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan negara di mana perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak diancamkan pidana mati.

Pasal 7
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang di luar Indonesia melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam bab XXVIII Buku Kedua.

Pasal 8
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nakhoda dan
penumpang perahu Indonesia, yang di luar Indonesia, sekalipun di luar perahu, melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Bab XXIX Buku Kedua, dan Bab IX Buku Ketiga; begitupun pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia, maupun dalam Ordonansi Perkapalan.

Pasal 9
Diterapkannya pasal-pasal 2 – 5, 7, dan 8 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.


Sumber: http://hukumpidana.bphn.go.id

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel