-->

Hutang sipewaris

SUDUT HUKUM | Hutangsipewaris dibebankan pada harta peninggalannya. Kalau harta peninggalan tidak cukup untuk membayar hutang sipewaris, maka menjadi tanggungan ahli waris.

Pada umumnya sebelum jenazah diberangkatkan kekubur, biasanya oleh salah seorang ahli waris diumumkan permohonan maaf akan kesalahan dan hutang-hutang almarhum semasa hidupnya.


Dalam hal ini dikabupaten Aceh Selatan (kecamatan Tapaktuan dan Samadua) ada pepatah adat yang berbunyi demikian kok nan banyak dimintak, kok nan seketek kami bayie, yang maksudnya meminta keringanan membayar kepada siberhutang akan hutang-hutang sipewaris, akan tetapi meskipun demikian tidak menghilangkan hak bagi orang yang berpiutang pada almarhum untuk menagih/minta dilunasi kepada ahli warisnya. Ninik mamak juga ikut bertanggung jawab apabila ahli waris tidak mampu.

Di kabupaten Aceh Besar, apabila ahli waris tidak mampu melunasi hutang-hutang sipewaris, biasanya sisa hutang itu dimaafkan sesuai dengan pepatah nyang le kamo lake, nyang mit kamo gade artinya yang banyak kami minta, yang sedikit kami gadai, maksud dari pepatah ini adalah minta dimaafkan atas hutangl-hutang si almarhum kepada siberpiutang.

Di kabupaten Pidie terdapat pula kebiasaan dimana ahli waris tidak bettanggung jawab atas sisa hutang sipewaris.

Di kecamatan Peusangan dan Jeumpa (Kabupaten Aceh Utara), hutang sipewaris tidak dapat diberatkan kepada ahli waris, tapi dapat diambil dari harta yang diwasiatkan.

Dalam hal almarhum yang dulunya hidup sebatang kara, maka sisa hu tang-hu tangnya yang belum terbayar dengan harta peninggalannya dianggap bebas dengan sendirinya.

Adanya hutang-hutang sipewaris diketahui dari pesan-pesan almarhum semasa hidupnya dan bukti-bukti yang diajukan siberhutang.

Batas waktu untuk meminta perribayaran hutang-hutang almarhum tidak ada, hanya diusahakan hutang-hutang almarhum sudah dapat diselesaikan sebelum diadakan pembagian warisan terhadap harta peninggalan almarhum.


Namun demikian apabila hutang-hutang itu baru diketahui setelah adanya pembagian warisan, tetapi dibayar juga oleh ahli warisnya.

Jika ada ahli waris yang membayar terlebih dahulu hutang-hutang almarhum dengan hartanya sendiri, hal itu akan diperhitungkan pada waktu pembagian warisan. Di kabupaten Aceh Besar, hutang almarhum yang timbul semasa perkawinan didahulukan pembayarannya daripada hutang-hutang yang terjadi sebelum perkawinan.


Penjualan barang-barang sipewaris untuk melunasi hutang-hutang, didahulukan barang-barang yang bergerak kemudian baru barang-barang yang tidak bergerak.

Penjualan ini -disaksikan oleh seluruh ahli waris. Kalau tidak semua ahli waris dapat hadir, penjualan itu dapat juga dilakukan oleh ahli waris yang ada dengan disaksikan oleh geuchik/tuha peuet (kepala kampung/orang-orang yang dituakan).



Dikutip Dari Buku : Penelitian Hukum Adat Aceh

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel