-->

Konflik Peradaban Islam dan Peradaban Barat

SUDUT HUKUM | Menurut Samuel P.Huntington, Terdapat berbagai faktor yang menjadi sebab terjadinya konflik antara Islam dengan Barat pada akhir abad XX :

Pertama, pertumbuhan penduduk muslim yang begitu pesat menyebabkan terjadinya banyak pengangguran dan mendorong anak-anak mudah masuk menjadi anggota kelompok Islamis. Melakukan tekanan terhadap penduduk sekitar dan bermigrasi ke Barat.

Konflik Peradaban Islam dan Peradaban Barat
Kedua kebangkitan Islam memberikan keyakinan baru di kalangan umat Islam terhadap watak dan keluhuran peradaban serta nilai-nilai yang mereka miliki dibanding peradaban serta nilai-nilai Barat.

Ketiga, upaya upaya Barat yang simultan untuk mempropagandakan nilai-nilai dan institusi-institusi mereka, mempertahankan superioritas kekuatan militer dan ekonomi yang terjadi di dunia Islam menimbulkan “sakit hati: di kalangan umat Islam.

Keempat, runtuhnya Komunisme menjadi sebab timbulnya keyakinan akan adanya musuh bersama antara Islam dengan Barat dan melupakan permusuhan masa lalu.

Kelima, terjadinya hubungan dan percampuran antara orang-orang Islam dengan orang-orang Barat mendorong muculnya rasa identitas keduanya dan bagaimana membedakan antara satu dengan yang lain. Interaksi dan percampuran juga mempertajam perbedaan-perbedaan hak antara masing masing anggota peradaban dalam sebuah negara yang didominasi oleh anggota anggota yang berasal dari peradaban lain. Dalam masyarakat Islam maupun Kristen, toleransi mengalami degradasi secara tajam pada tahun 1980 – 1990 an.

Jhon L Esposito mengungkapkan bahwa ketakutan akan Islam bukanlah hal baru. Kecenderungan untuk menghakimi tindakan kaum muslim secara isolatif, menggeneralisasikan tindakan pihak – pihak tertentu sebagai tindakan keseluruhan,menyepelekan ekses – ekses sejenis yang dilakukan atas nama agama-agama dan ideologi-ideolog lain (termasuk atas nama demokrasi dan kebebasan. Dalam beberapa hal, sikap Barat terhadap Komunisme tampak beralih ke ancaman baru, yaitu Fundamentalisme Islam. Pada tahun 1990 – an efek di dunia Islam dan Barat, media dan banyak analisis untuk berkesimpulan, tanpa memperhatikan keanekaragaman organisasi Islam dan kontek – kontek sosial, bahwa Fundamentalisme Islam merupakan suatu ancaman global utama.

Benturan yang masih terjadi, masih mengambil ekpresi teroris di pakistan, Irak, Lebanon, Al Jazair, amarah muslim (muslim rage) yang muncul dari dalam Islam dan apa yang dsiebut masyarakat muslim. Sadar akan adanya kecenderungan Barat yang memandang Islam sebagai ancaman, pelanggaran – pelanggaran organisasi Islam – organisasi Islam, pemenjaraan para aktivis, dan pelanggaran hak asasi manusia dilakukan dengan secara menyedihkan dengan dalih pelanggaran hak asasi manusia, terorisme.

Sebuah perang yang melibatkan negara – negara inti dari peradaban - peradaban besar dunia sebagai sesuatu hal yang bisa terjadi, tapi tidak mungkin. Perang itu, sebagaimana telah kita ketahui, berasal dari adanya sebuah garis persinggungan perang diantara berbagai kelompok yang berada dari peradaban - peradaban yang berbeda, dan yang paling sering melibatkan kaum muslimin dengan non muslim serta yang lainnya. Negara negara Islam saling berusaha memberikan bantuan kepada masyarakat muslim yang dilanda konflik. Negara-negara yang memainkan peran sekunder dan tertier tidak telalu melibatan diri di dalam konflik tersebut. Sebab yang lebih berbahaya dari perang global interperadaban adalah terjadinya balance of power di antara peradaban - peradaban dengan negara – negara inti.


Kegoyahan yang timbul akibat kekalahan – kekalahan dan penyerahan politik menjadikan kaum muslimin secara psikologis kurang mampu untuk secara konstruktif memikirkan kembali warisannya dan menjawab tantangan intelektual dari pemikiran modern melalui proses proses asimilatif kreatif, serta menghadapi Kristen, tantangan yang datang langsung.


Gerak maju, ketegangan dan dialektika muncul sebagai milik barat, dan timur dipandang sebagai model statis yang hanya dapat dibebaskan oleh Barat.


Amerika Serikat keluar sebagai pemenang tragedi ini berulang kembali sebagai mitos kedigdayaan Amerika Serikat sebagai lambang supremasi dunia, setelah ambruknya Uni Soviet sebagai negara besar rival, dalam keadaan ekonominya yang berantakan. Berbarengan dengan itu, telah membuktikan ketidakmampuan faham Komunisme menjawab tantangan perubahan zaman, yang terjadi justeru sebaliknya ialah kehancuran
Komunisme, Melihat fakta ini, kaum Kapitalisme boleh bangga. Amerika Serikat bisa ponggah sebagai negara terkuat yang menerapkan faham Liberalisme dalam sistem ekonomi yang Kapitalistis. Namun apa sesungguhnya yang akan terjadi kemudian. Runtuhnya negara Komunis Uni Soviet yang semula diduga sebagai awal terwujudnya perdamaian dunia yang sejati, dengan figur Amerika Serikat sebagai negara terkuat di dunia yang akan mengendalikan percaturan politik internasional, ternyata kalangan Barat justru berfikir sebaliknya, bahwa telah timbul masalah baru yang lebih pelik dari sekedar merosotnya pamor Komunisme. Kekuatan ekonomi Barat yang didukung oleh faham Kapitalisme tidak mampu menjawab persoalan pergeseran ideologi alternatif dari Komunisme kepada Islam.


Supremasi Amerika Serikat sebagai kekuatan ekonomi hampir tenggelam. Namun demikian, kekuatan militer Amerika Serikat tetapi menjadi kengerian terutama bagi bangsa-bangsa timur yang kurang akrab dengan Barat. Apabila terjadi ketidaksesuaian pandangan politik, sudah terbiasa pihak Barat dengan mudah akan mengerahkan kekuatan militernya untuk menggempur pihak pihak yang menjadi sasarannya. Sesungguhnya prestasi militer Barat, khususnya Amerika Serikat, dalam sejarahnya tidaklah selalu unggul dalam menghadapi bangsa-bangsa Asia dan Afrika. Penyerangan Irak bukannya merupakan prestasi yang hebat, satu Negara Irak, dikeroyok 26 negara besar yang memiliki mesin - mesin perang canggih dan menelan ribuan nyawa yang tidak berdosa.


Pemerintah Amerika Serikat sering berpandangan dilematis, dalam melihat permasalahan politik internasional yang menyangkut kepentingan politiknya yang terimplemetasi dalam pola kebijaksanaan politik luar negerinya. Antara berpikir pragmatis dan idealis. Oleh karena itu dunia Islam sering mengenap sebagai bijaksana politik Hipokrit (Munafik) di satu pihak Amerika Serikat selalu mengembar geborkan doktrin demokrasi sebagai rumusan universal yang agung. Yang perlu dimasyarakatkan di penjuru dunia, namun di pihak lain sering bertindak menginjak injak kedaulatan negara lain

dengan mengindahkan hak asasi manusia dan prinsip demokrasi bangsa lain yang sedang tumbuh di negara yang menjadi anjang kepentingan politik bagi dirinya. Amerika Serikat sudah terbiasa melihat ancaman-acaman kelemahan negara-negara lain untuk tujuan kepentingan politiknya, yang lazim menyorot dari segi penerapan demokrasi dan hak asasi manusia, tetapi ia lupa melihat kekurangan dalam negerinya untuk menuntaskan persoalan rasialis yang mudah meletup banyak kejadian ekstrimitas, teroris yang memerangi kepentigan Barat di berbagai pelosok penjuru dunia, dikaitkan dengan gerakan Islam fundamentalis yang merasa dipersalahkan masih tidak adil oleh Barat.


Ungkapan tentang Fundamentalisme ditandai dengan keyakinan – keyakinan khayalan pada standar penyempurnaan yang bisa dipahami oleh manusia bahkan mungkin dapat dicapai di atas bumi. Kadang-kadang inspirasi bagi keyakinan ini berangkat dari suatu pandangan masa lalu yang tidak benar dan idealis, kemudian kegiatan itu bertujuan untuk menciptakan kembali suatu zaman keemasan. Hal ini pada gilirannya mengakibatkan konservatisme.


Tetapi sebagaimana yang akan terlihat fundamentalisme bisa beranggapan bahwa kewajiban mereka adalah lebih menerapkan kebenaran kebenaran abadi dalam penciptaan suatu masyarakat baru.


Para politisi dan praktisi Barat, khususnya Amerika Serikat suka merancukan istilah Islam dengan menggeneralisasi sebagai kekuatan politik secara sempit. Islam dipandang sebagai ideologi yang berbasis pada kekuatan agama. Wujud gerakan Islam Fundamentalis yang kaku sering diartikan sebagai perwujudan masyarakat Islam secara keseluruhan. Kesan negatif seperti ini telah mendorong lahirnya banyak gagasan dari kalangan Barat yang berhaluan pragmatis untuk merekayasa penghacuran Islam sebagai kekuatan politik dan ideologi.

Citra Islam sebagai agama tergeser, diangap sebagai ideologi Islamisme yang perlu dibendung penyebarannya. Gerakan Islam yang Fundamentalis pada pemikiran tidak mengenal kompromi. Serat dengan semangat keagamaan, bersikap keras terhadap kekaisaran, militanisi mempertahankan prinsip keagamaan, dorongan jihat fisabilillah untuk menjadi syuhada berakibat memberikan gambaran menyeramkan terutama bagi masyarakat bukan Islam di negara-negara Barat.


Namun bagi kalangan barat yang idealis dan memiliki wawasan keislaman yang luas, mereka lebih berpandangan optimistis dan positif terhadap gerakan Islam, tidak gegabah memandang Islam sebagai fenomena baru dalam Islam percaturan politik internasional semata. Perlu dibedakan Islam sebagai alat politik dan Islam sebagai gerakan sosial keagamaan yang humanis, sebagaimana gerakan agama – agama lain yang menjunjung nilai – nilai kebaikan.


Masyarakat Barat yang gandrung terhadap kebebasan, telah melahirkan faham Liberal, yang mengagung-agungkan hak-hak asasi manusia dan sistem demokrasi, telah mencoreng sejarah perjalanan hidupnya sendiri dengan menanamkan faham Imperialisme Kolonialisme telah merampas kebebasan bangsa-bangsa yang terjajah menginjak-injak hak asasi manusia, sehingga melahirkan kesengsaraan bangsa di banyak belahan dunia yang menjadi negara jajahannya.


Sebagian orang Barat, termasuk Bill Clinton sepakat bahwa Barat tidak mempunyai masalah dengan Islam, tetapi memiliki masalah dengan kelompok ekstremis Islam, selama empat ratus tahun, sejarah menunjukkan hal yang sebaliknya. Hubungan antra Islam dengan Kristen, baik Ortodosk maupun Barat, seringkali penuh ketegangan keduanya bersikukuh pada prinsip masing-masing konflik abad XX antara demokrasi Liberal dengan Marxis – Lelinisme hanyalah sebuah fenomena historis yang bersifat sementara dan supersifial jika dibanding dengan hubugan konflik antara Islam dengan Kristen. Suatu ketika keduanya hidup berdampingan secara damai, akan tetapi di lain waktu lebih sering terlibat dalam hubungan yang penuh persaingan, dan dalam pelbagai tingkatan, terlibat dalam kecamuk perang “dinamika historis” mereka, menurut Jhon Esposito, “ sering sebagai dua komunitas yang saling bersaing, dan menatap pada pertempuran yang penuh kematian, demi kekuasaan, tanah dan jiwa”. Selama beradab-abad, kedua agama tersebut melalui sebuah momentum yang penuh gelombang, masa masa jeda dan saling menyerang mengalami jatuh bangun.


Sejak abad VII hingga pertengahan abad VIII, kekuatan kekuatan Islam mampu mendirikan pemerintahan-pemerintahan Islam di Afrika Utara, Libria, Timur Tengah, Persia, dan bagian utara India,. Selama dua abad, garis pemisah antara Islam dan Kristen tidak mengalami pergeseran. Kemudian pada akhir abad XI, orang-orang Kristen ingin kembali menguasai wilayah Barat Mediterrannea, menyerang Sicilia, dan menaklukkan Toledo. Pada tahun 1905, umat Kristen mengobarkan Perang Salib, dan selama satu abad, setengah dari seluruh penguasa Kristen di dunia berusaha, dengan berbagai kegagalam. Mendirikan pemerintahan Kristen di tanah suci serta ingin menyatukan wilayah-wilayah di sekitar timur dekat, melepaskan acre, di tahun 1291.

Sementara itu, Turki Utsmani telah tampil di atas panggung. Yang pertama kali mereka lakukan adalah melemahkan kekuatan Byzantium dan kemudian menaklukkan sebagian besar wilayah balkan serta Afrika Utara, mengepung konstantinopel pada tahun 1453, dan pada tahun 1529 menyerbu Wina, Eropa senantiasa merasakan adanya ancaman dari Islam. Islam adalah satu satunya peradaban yang mampu membuat Barat selalu berada dalam keraguan antara hidup dan mati, dan ia telah melakukannya, setidak tidaknya dua kali.


Selama abad XV, kondisi tersebut mulai berubah, umat Kristen secara gradual merebut kembali Iberia dan menguasai Granada pada tahun 1492. Sementara itu, pelbagai penemuan yang dilakukan oleh orang-orang Eropa dalam bidang navigasi memungkinkan bangsa Portugis dan bangsa Eropa lainnya menjelajahi wilayah-wilayah Islam, menembus lautan India dan menyeberangnya. Secara Simultan orang-orang Rusia pun mampu mengakhiri kekuatan bangsa Tartar. Turki Utsmani juga tidak tinggal diam dan kembali menyerbu Wina pada tahun 1683. Kegagalan mereka menandai awal kemunduran yang panjang, termasuk juga perjuangan orang-orang Kristen ortodoks di wilayah-wilayah Balkan untuk membebaskan diri dari kekutan Turki Usmani, ekspansi kekuatan Hapsburg, dan kemajuan dramatis yang dicapai oleh orang-orang Rusia di wilayah laut hitam serta Kaukasus. Selama satu abad atau lebih derita Kristen tertansformasikan ke dalam orang-orang yang sakit. Pada akhir perang dunia I, Inggris Perancis dan Italia merebut dan menguasai baik secara langsung maupun tidak langsung, seluruh wilayah kekuasaan Turki Ustmani kecuali wilayah republik Turki. Pada tahun 1920, terdapat empat negara Islam Turki, Arab Saudi Iran dan Afganistan,yang tetapi merdeka dari pelbagai bentuk pemerintahan non muslim.


Penarikan mundur kolonialisme Barat, pada gilirannya mulai berjalan secara perlahan pada tahun 1920 – an dan 1930 – an serta mengalami akselerasi secara dramatis selama terjadinya bencana Perang Dunia II runtuhnya Uni Soviet mengantarkan kemerdekaan bagi masyarakat masyarakat muslim. Menurut salah satu perhitungan sekitar 92 akuisisi wilayah muslim oleh pemerintahan pemerintahan non muslim terjadi antara 1757 sampai dengan 1919 . Selama tahun pemerintahan muslim dan sekitar 45 menjadi negara negera mereka dengan seluruh penduduknya muslim. Sifat hubungan-hubungan yang melibatkan pelbagai bentuk kekerasan ini terefleksikan melalui kenyataan bahwa 50 % dari seluruh peperangan yang terjadi di pelbagai negara antara tahun 1820 sampai dengan 1929 merupakan perang agama antara umat Islam dengan Kristen.


Sebab-sebab terjadinya pelbagai bentuk konflik ini tidak berada dalam kerangka fenomena perubahan, sebagaimana dapat dilihat dalam semangat Kristen atau fundamentalis Islam abad XX, namun bermuara pada dua agama danperadaban yang mendasarinya. Konflik di satu pihak disebabkan adanya perbedaan konsep Islam, terutama yang menyangkut pandangan hidup, mentransendensikan dan menyatukan antara agama dengan politik versus konsep Kristen yang memisahkan antara Tuhan dengan kaisar. Namun, konflik tersebut juga disebabkan adanya kesesuaian. Antara keduanya Islam maupun Kristen merupakan agama dapat dengan mudah menerima keberadaan Tuhan-Tuhan, lain dan menandang dunia melalui dua term yang bersifat universalistik dan masing masing menyatakan diri sebagai agama yang benar serta harus diikuti oleh seluruh umat manusia. Keduanya merupakan agama misionaris yang mewajibkan para penganutnya mengajak orang-orang yang tidak beragama menganut satu satunya agama yang benar.


Pada awalnya Islam disebarkan melalui penaklukan. Dan ketika memperoleh kesempatan, Kristenpun begitu pula. Konsep yang paralel antara jihad dan Perang Salib tidak hanya saing menggantikan satu sama lain, tapi juga mencirikan kedua agama tersebut yang dibedakan dari agama agama besar dunia lainnya. Islam dan kristen begitu juga halnya dengan Yudaisme, memiliki pandangan-pandangan teologis mengenai sejarah yang dikontraskan dengan pandangan pandangan dari peradaban lain yang bersifat siklikal dan
statis.


Tingkatan konflik antara Islam dengan Kristen senantiasa dipengaruhi oleh siklus pertumbuhan penduduk, kemajuan ekonomi, perubahan teknologikal, dan intensitas komitmen keagamaan. Penyebaran Islam pada abad VII diikuti dengan migrasi besar besaran yang dilakukan oleh orang orang Arab. Skala dan kecepatannya tak terkira ke wilayah wilayah yang

berada di bawah kekuasaan Byzantium dan bangsa sasaran. Beberapa abad kemudian perang Salib mampu memacu terjadinya pertumbuhan ekonomi, ekspansi penduduk dan kebangkitan Clunaic abad XI di Eropa yang memungkinkan dilakukannya mobilisasi para ksatria serta kaum tani untuk melakukan long march ke tanah suci. Ketika pasukan Perang Salib I sampai di Konstantinopel, salah seorang pengamat Byzantium menulis, rupa rupanya seluruh masyarakat Barat, termasuk suku-suku Barbar yang tinggal di sekitar Laut Adiatik hingga pilar pilar Herculer, mulai melakuan migrasi massal, dan di tengah perjalangan melalui barisan massa yang Solid, memporakporandakan Asia beserta segala yang dimilinya. Pada abad XIX pertumbuhan penduduk yang spektakuler menyebabkan terjadinya ledakan penduduk di Eropa, menggerakkan Mistarsi tersebar dalam sejarah ke pelbagai wilayah muslim dan belahan dunia lainya.


Sebab sebab terjadinya konflik – konflik baru antara Islam dengan Barat terletak pada pertanyaan pertanyaan mendasar menyangkut kekuasaan dan kebudayaan. Siapa yang berhak memerintah ? siapa yang seharusnya diperintah ? persoalan sentral dalam kaitan dengan masalah politik, sebagaimana dinyatakan oleh Lenin, merupakan akar penyebab terjadinya kontes antara Islam dengan Barat. Sekalipun demikian terdapat konflik tambahan, yang bagi Lenin tidak begitu berarti, antara dua versi yang berbeda mengenai mana yang salah dan siapa yang benar, dan sebagai konsekuensinya, siapa yang salah dan siapa yang benar. Selama Islam tetap sebagai Islam (dan dan akan tetap demikian,) Barat tetap Barat (yang tampaknya tidak dapat dipastikan), konflik fundamental antara dua peradaban besar dan dua way of life ini akan terus terjadi di masa yang akan datang sebagaimana ia pernah terjadi empat belas abad yang lalu. Hubungan hubungan tersebut lebih jauh dikeruhkan oleh sejumlah persoalan substantif pada posisi yang saling bersebarangan. Secara historis, salah satu persoalan utamanya adalah menyangkut kontrol wilayah terorial.


Namun hal itu kini tidak lagi menjadi persoalan yang signifikan sembilan belas dari dua puluh delapan garis persinggungan konflik yang terjadi pada pertengahan 1980 an antara muslim dengan non muslim adalah antara umat Islam dengan Kristen. Sebelas diantarnaya dengan umat Kristen ortodoks dan tujuh dengan para pengikut Kristen Barat di Afrika dan Asia Tenggara. Salah satu konflik yang terjadi secara langsung di sepanjang garis persinggungan konflik antara Barat dengan Islam adalah konflik antara yang terjadi secara langsung di sepanjang garis persinggungan konflik antara Barat dengan Islam adalah konflik antara Kroasia dengan Bosnia, antara Amerika dengan Irak, berakhirnya imperalisme teritoreal Barat dan ekspansi teritorial yang dilakukan umat Islam menjadi sebab timbulnya sebuah segregasi geografis yang terjadi di sebagian kecil wilayah Balkan. Yang secara langsung memisahkan batas-batas antara komunitas komunitas muslim dengan Kriten konflik yang terjadi antara Barat dengan Islam tidak begitu terfokus pada persoalan wilayah teritorial, tapi seperti proliferasi senjata, demokrasi dan hak asasi manusia, kontrol minyak, migrasi, terorisme Islam dan intervensi Barat.


Reaksi terhadap Barat tidak hanya dapat kita lihat melalui pusat intelektual yang mendorong kebangkitan Islam, tetapi juga melalui sikap sikap pemerintahan di negara negara Islam terhadap Barat. Pemerintahanpemerintahan paska kolonial, dalam kaitan dengan kebajikan luar negeri, umumnya memiliki ideologi ideologi politik dan ekonomi serta kebijakankebijakan yang pro Barat. tumbuhnya gerakan gerakan anti westernisme diikuti dengan meluasnya ancaman Islam terhadap Barat, terutama yang digerakkan oleh kelompok – kelompok ekstermis Islam yang dipicu oleh adanya angapan Barat bahwa Islamlah melancarkan proliferasi nuklir, terorisme, dan membanjirya imigran gelap di Eropa.


Berkaitan dengan pandangan pandangan yang berkaitan di kalangan umat Islam dan orang Barat mengenai Ekstremisme Islamis yang kemudian diikuti dengan bangkitnya Revolusi Iran pada tahun 1979, sebuah perang semua antar perabadan Islam dengan Barat berkembang perang semua tersebut terjadi karena tiga alasan. Petama tidak seluruh negara Islam berpedang melawan Barat. Dua negara Fundamentalis (Iran , Sudan) tiga negara non fundamentalis dari negara negara Islam seperti Arab Saudi telah menyerbu Amerika Serikat dan pada waktu yang lain, Inggris, Perancis, dan negara negara serta kelompok kelompok Barat lainnya. Di samping itu mereka juga menentang Israel dan umat Yahudi secara umum.


Bagi Barat, yang menjadi ganjalan utama bukanlah fundamentalisme Islam, tetapi Islam itu sendiri, sebuah peradaban yang masyarakatnya berbeda dengan kebudayaan mereka yang diyakini memiliki keunggulan dan terobsesi dengan inferioritas kekuatan mereka. Bagi Islam yang menjadi persoalan bukan CIA atau Departemen Pertahanan AS tapi Barat. Sebuah peradaban yang berbeda dimana mayarakatnya menyakini universalitas serta keluhuran kebudayaan mereka. Jika mereka mengalami kemunduran, terdapat kekurangan yang mengharuskan mereka menyebarkan kebudayaan mereka di seluruh dunia. Itulah sebab – sebab yang memicu terjadinya konflik antara Barat denganIslam.


Kerakusan paham Kapitalisme yang mengeruk sumber daya (resourses) secara besar-besaran, demi mewujudkan impian negara sejahtera, telah membuatnya ponggah meningas bangsa-bangsa lemah untuk dihisap sumberdaya alamnya dan manusia guna mendukung kelanggengan hidup kaum Borjuis di Barat. Praktek-praktek keji Kapitalism di masa lalu itu, telah melahirkan Marxisme sebagai perlawanan terahadap Kapitalisme. Marxisme menjanjkan banyak harapan, konsep berkeadilan sosial yang utopis telah membuat berseri banyak kaum tertindas mendukung gagasan Brilian Karlam Mars sang tokoh sejarah. Komunisme yang semula pindah di mata kaum lemah, yang mampu menumbuhkan banyak harapan bagi kaum Proletar yang merupakan tiang penegak keadilan, lahirnya tidak mampu lagi bertahan terhadap erosi tuntutan masyarakat akan kesejahteraan hidup yang lebih layak.

Islam dan Barat mesti berbenturan Islam merupakan ancaman lipat tiga, politik, demografis, dan sosio religius. Bagi sebagian orang, watak wancaman Islam semakin kuat bila dikaitkan dengan ancaman politik dan demografisnya. Maka pratrik buchmanan dapat menulis bahwa sementara barat sedang bernegosiasi dengan kelompok radikal Syiah yang membenci kita,untuk membebaskan sandera kaum muslimin lainnya mendiami negaranegara barat. Ancamanmuslim bersifat global, karena orang makmur pengamat lain seperti charles krautthammer, di tengh tengah suatu pandangan bahwa kaum muslimim di dalam dan di luar dunia Islam bangkit meberontak sebuahbusar krisis baru. Satu lagi gerakan dasaat sedang berlangsung, takmenarik perhatian namun memberi isyarat intifadhah global.


Seperti pengamat masa lalu yang menggunakan polemik dan steriotip Arab, Turki, datu muslim, bukannya menjelaskan sebab-sebab tertentu konflik dan konfrontasi, dewasa ini kita menyaksikan pengabdian atau penciptaan mitos baru. Konfrontasi di masa datang antara Islam dan Barat dikemukakan sebagai bagian dari sebuah pola sejarah kesukaan kaum muslim melakukan perang dan agresi. Citra-citra sejarah masal lalu bahwa Barat-Kristen dapat mematahkan ancaman tentara muslim, dibangkitkan dikaitkan dengan realitas yang sedang berlangsung Charles Martel yang menghentikan derap maju kaum muslim yang pertama, mencegah bulan sabit menguasai Eropa Kristen upaya tentara Salib untuk menyelamatkan Yerussalem dan Eropa Kristen kalah tipis pasukan Islam di Wina, dikaitkan dengan realitas sekarang dan pernyataan kini Islam kembali. Paduan Radikalisme dan pertumbuhan populasi mengancam menguasai Timur dan Barat. Jelaslah Islam sedang naik di Arika, Asia dan Timur Tengah, di Barat kaum muslim yang taat beranakpinak.



Dewasa kini ketakutan terhadap suara kebangkitan Pan Islami global masih tetap ada. Menyusul revolusi Iran, seruan Ayatullah Khomenini agar  ada revolusi revolusi yang lain diterima oleh kaum mukmin bukan saja di dunia Islam tapi juga di Barat. Di Perancis Raymond Aron memperingatkan akan adanya gelombang revolusi yang digerakkan oleh Fanatisme Nabi dan kerasan umat, yang dipacu oleh Ayatullah Khumeini. Pada tahun 1980 Menlu Amerika Serikat Cyrs Cance, menyatakan bahwa alasan utama Amerika di Iran adalah takut akan suatu perang Islam Barat. Khomaeni dan para pengikutnya, yang mendambakan kesyahidan, tentu menyambut hangat aksi militer Amerika sebagai jalan untuk mempersatukan dunia Islam melawan Barat satu dekade kemudian dengan runtunya Komunisme. Charles Krauthammer menulis sejarah sedang digerakkan oleh kekuatan lain juga kebangkitan politis dunia Islam. Itu merupakan tantangan yang lebih menyedihkan, maka hal itu adalah Pan Islami. Itu adalah intifadahah global, mana Islam berhadapan dengan komunitas komunitas non muslim di Khasmir, Azerbaija , Kosovo di Yugoslavia, Lebanon dan tepi barat.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel