-->

Terwujudnya Keluarga Sakinah dalam Pemenuhan Hak dan Kewajiban Suami-Isteri

Sudut Hukum | Tujuan utama kehidupan rumah tangga ialah mencapai ketenangan, kedamaian, ketentraman dan kebahagiaan hidup lahir batin di atas jalinan kasih sayang antara suami-isteri.[1] Keluarga sakinah adalah sebuah keadaan rumah tangga yang para anggotanya memperoleh ketenangan dan kebahagiaan lahir batin, mengantar kemungkinan berkembangnya cinta dan sayang dalam keluarga. Sebagaimana firman Allah S.W.T. dalam surat Ar-ruum: 21: 
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q.S. Ar-ruum : 21)

Dalam pembentukan keluarga yang sakinah didasarkan pada dua unsur pokok, yaitu moril dan materiil.[2] Unsur moril menggambarkan sikap pergaulan antara suami-isteri yang meliputi:

Pertama, Tahabub yakni sikap saling mencintai, mengasihi dan menghargai satu sama lain, bila sikap ini ada maka segala beban yang harus di emban menjadi ringan.

Terwujudnya Keluarga Sakinah dalam Pemenuhan Hak dan Kewajiban Suami-IsteriKedua, Taawun yakni sikap tolong menolong, isi mengisi dan saling melengkapi. Tidak ada manusia yang sempurna, maka suami-isteri harus menyadari hal ini serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Ketiga, Tasyawur yakni apabila suami-isteri akan berbuat sesuatu, mereka hendaknya saling terbuka dan musyawarah dengan akal sehat untuk mencari kata mufakat dan bukan memaksa kehendak sendiri. Hasil kesepakatan itulah yang seharusnya dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan bertawakal kepada Allah.

Keempat, Taaffi yakni saling memaafkan, di mana suami-isteri asalnya sama-sama orang lain yang berbeda keinginan yang kadangkala satu sama lain sering bertentangan. Agar bahtera rumah tangga berjalan dengan baik, maka suami-isteri hendaknya tidak mengumpulkan perbedaan, akan tetapi memilih persamaan-persamaan. Karena itu suami-isteri harus terjalin sikap saling memaafkan.

Adapun unsur materiil banyak menggambarkan kebendaan yang dibutuhkan dalam kehidupan rumah tangga demi terbinanya keluarga yang kekal, bahagia dan sejahtera. Unsur ini meliputi pangan, sandang papan / tempat tinggal, pendidikan, kesehatan dan hiburan.

Semua orang pasti merindukan kebahagiaan, rumah tangga yang ideal (sakinah) sebagaimana gambaran di atas, keluarga yang senantiasa dihiasi gelaktawa, kemesraan, kelembutan, hubungan yang harmonis antara suamiisteri, orang tua dan anak serta adanya kasih sayang yang satu dengan yang lain. Namun betapa sering suasana rumah tangga telah menjadi ‘neraka’ dunia sebab tidak ada persesuaian di dalam rumah tangga, tiada lagi sikap tahabub, taawun, tasyawur dan taaffi, sehingga makin lama makin retak.[3]

Banyak langkah yang bisa dipahami dan dilakukan untuk memperoleh keluarga sakinah. Memperbaiki komunikasi adalah salah satu langkah untuk memegang peranan, yaitu dengan sopan santun dalam berkomunikasi, sebab ketidak sopanan akan menimbulkan berbagai salah pengertian. Ketika masih dalam taraf penjagaan, calon suami isteri sangat peka sakali dalam hal ini, mereka berbicara sesopan mungkin jangan sampai menyinggung perasaan calonnya, sudah semestinya kepekaan ini diteruskan dalam rumah tangga, jangan sampai menyakiti suamiatau isteri.

Pada keseluruhanya maka sakinah itu memang ketenteraman jiwa dan ketenangan bathin. Jadi satu kondisi yang sangat dibutuhkan manusia agar ia bisa hidup bahagia dan sejahtera, tenteram dalam kancah keluarga. Sebab untuk hidup bahagia dan sejahtera manusia membutuhkan ketenangan hati dan jiwa yang aman dan damai. Inilah hakekat perkawinan muslim yang disebut “sakinah”. Jadi tegasnya keluarga sakinah adalah keluarga yang bahagia dan sejahtera. Keluarga yang berdiri di atas sendi kasih sayang atau mawaddah warahmah.




[1] Swara Rahima, risalah Perempuan Bekerja, Jakarta: No. 12 Th. IV, September, 2004, hlm. 34
[2] Rindang, Antara Idealita dan Realita, “Sikap Santun dalam Keluarga” Semarang: CV. Aneka Ilmu, No. 05, Th. XXX Desember 2004, hlm. 37

[3] Ibid

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel