-->

Hukum Memperjual-Belikan Najis

Sudut Hukum | Hukum Memperjual-Belikan Najis

Mazhab Asy-Syafi'iah termasuk di antara mazhab yang mengharamkan benda najis untuk diperjual-belikan. Pendapat itu berdasarkan hadits berikut ini :

لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ الشُّحُومَ فَبَاعُوهَا وَأَكَلُوا أَثْمَانَهَا

Dari Abu Daud radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,"Allah SWT telah melaknat orang-orang Yahudi, lantaran telah diharamkan lemak hewan, namun mereka memperjual-belikannya dan memakan hasilnya". (HR. Bukhari dan Muslim)

Di luar mazhab Asy-syafi'iyah, ada juga pendapat para ulama membolehkan benda najis untuk diperjual-belikan. Namun pendapat mereka terpecah, ada yang membolehkan mutlak dan ada yang memilahnya. Maksudnya bahwa yang diharamkan hanya pada sebagian barang, tetapi bila memang bermanfaat dan dibutuhkan, hukumnya dibolehkan.

Hukum Memperjual-Belikan Kotoran Hewan

Dalam pandangan mazhab Al-Hanafiyah pada dasarnya benda najis itu haram untuk diperjual-belikan, namun bila bisa diambil manfaatnya, hukumnya boleh.

Kotoran hewan adalah benda najis, maka haram diperjual-belikan. Namun bila yang diperjual-belikan adalah tanah, dan kebetulan tercampur kotoran hewan, dalam pandangan mazhab ini hukumnya boleh. Karena yang dilihat bukan kotoran hewannya, melainkan tanahnya.

Artinya, kalau semata-mata yang diperjual-belikan adalah kotoran hewan, hukumnya masih haram. Tetapi kalau kotoran hewan itu sudah dicampur dengan tanah sedemikian rupa, meski pada hakikatnya masih mengandung najis, namun mereka tidak melihat kepada najisnya, melainkan melihat ke sisi tanahnya yang bermanfaat buat pupuk.

Sedangkan mazhab Asy-syafi'iyah secara umum tetap mengharamkan jual-beli kotoran hewan, walaupun sudah dicampur tanah.

Hukum Memperjual-Belikan Darah

Darah termasuk benda najis, oleh karena itu haram hukumnya diperjual-belikan. Namun bila darah itu diberikan begitu saja tanpa imbalan, seperti donor darah, maka hukumnya diperbolehkan.

Dan hal itulah yang pada hakikatnya dilakukan oleh Palang Merah Indonesia (PMI). Institusi itu tidak melakukan jual-beli darah, meski para pendonor diberi semacam imbalan, berupa makan dan minum. Namun pada hakikatnya yang terjadi bukan jual-beli darah, melainkan donor darah.

Dan hukum mendonorkan darah termasuk hal yang mulia bila dipandang dari sisi syariah. Alasannya karena untuk menolong orang sakit yang sangat membutuhkan transfusi darah.

Hukum Memperjual-Belikan Kulit Bangkai

Kulit bangkai hukumnya najis, karena itu juga menjadi haram untuk diperjual-belikan. Namun bila kulit itu sudah disamak, sehingga hukumnya menjadi suci kembali, hukumnya menjadi boleh untuk diperjual-belikan. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW :

لاَ تَنْتَفِعُوا مِنَ الْمَيْتَةِ بِإِهَابٍ وَلاَ عَصَبٍ

Janganlah kamu mengambil manfaat bangakai dari ihab (kulit yang belum disamak) dan syarafnya. (HR. Abu Daud dan At-Tirmizy)

Kulit hewan yang belum dilakukan proses penyamakan disebut ihab (إهاب). Rasulullah SAW melarang bila kulit itu berasal dari bangkai, tapi hukumnya menjadi boleh bila telah mengalami penyamakan. Rasulullah Saw bersabda :

إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ

Dari Abdullah bin Abbas dia berkata,"Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,"Apabila kulit telah disamak, maka sungguh ia telah suci." (HR. Muslim)

أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ

Semua kulit yang telah disamak maka kulit itu telah suci. (HR. An-Nasai)

Namun ada juga pendapat ulama yang tetap menajiskan kulit bangkai, meski telah disamak, yaitu sebagian ulama di kalangan mazhab Al-Malikiyah. Sehingga dalam pandangan mereka, jual-beli kulit bangkai pun tetap diharamkan.

Di antara yang berpendapat demikian adalah Al-Kharasyi dan Ibnu Rusydi Al-Hafid. Ibnu Rusydi menyebutkan bahwa penyamakan tidak ada pengaruhnya pada kesucian kulit bangkai, baik secara zhahir ataupun batin.

Mazhab Asy-Syafi'iyah juga melarang jual-beli kulit bangkai, karena hukumnya najis dalam pandangan mereka.

Hukum Memperjual-Belikan Hewan Najis dan Buas

Meski termasuk hewan najis, namun karena bisa bermanfaat, dalam pandangan mazhab ini, boleh hukumnya untuk memperjual-belikan anjing, macan atau hewan-hewan buas lainnya, bila memang jelas ada manfaatnya.

Di antara manfaat dari hewan buas ini adalah untuk berburu, dimana Allah SWT memang membolehkan umat Islam berburu dengan memanfaatkan hewan buas.

وَمَا عَلَّمْتُم مِّنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللّهُ فَكُلُواْ مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُواْ اسْمَ اللّهِ عَلَيْهِ

(Dihalalkan bagimu buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya).(QS. Al-Maidah : 4)

Sedangkan al-kalbul-'aqur ( الكلب العقور) yang sering diterjemahkan secara sederhana menjadi 'anjing berwarna hitam', ada nash hadits yang secara tegas melarang kita untuk memperjual-belikannya, bahkan ada perintah buat kita untuk membunuhnya.

خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ وَالْعَقْرَبُ وَالْحُدَيَّا وَالْغُرَابُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ

Dari Aisyah radhiyallahuanha bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Lima macam hewan yang hendaklah kamu bunuh dalam masjid, yaitu tikus, kalajengking, elang, gagak dan anjing hitam. (HR. Bukhari Muslim)

Istilah al-kalbu al-'aqur (الكلب العقور) dalam banyak versi terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia sering disebut sebagai anjing hitam. Penerjemahan ini seringkali menimbulkan tanda tanya, ada apa dengan anjing berwarna hitam sampai harus dibunuh? Dan apa benar penerjemahan ini sesuai dengan maksud aslinya?

Ketika menjelaskan maksud al-kalbu al-'aqur para ulama tenyata berbeda-beda. Mereka juga berbeda dalam menetapkan hewan apa saja yang termasuk ke dalam kelompok ini.

Sebagian ulama mengatakan bahwa maksudnya bukan semua anjing yang berwarna hitam, tetapi anjing yang buas. Istilah al-aqur dimaknai sebagai anjing liar yang buas. Sedangkan anjing peliharaan manusia, meski pun berwarna hitam, tentu bukan termasuk yang harus dibunuh.

Dan meski anjing itu buas dalam arti dia digunakan untuk berburu, namun tidak dimasukkan ke dalam kriteria al-'aqur, sehingga bukan merupakan hewan yang harus dibunuh. Sebab kalau anjing pemburu dimasukkan ke dalam kelompok al-'aqur ini, maka syariat kebolehan berburu dengan menggunakan hewan hewan pemburu menjadi tidak berguna.

Dan kalau dikaitkan dengan sabda Rasulullah SAW yang sedang bicara tentang kebolehan jamaah haji yang sedang berihram untuk membunuhnya, tentu maksudnya bukan hewan pemburu yang dipelihara, namun maksudnya lebih tepat kalau merupakan anjing liar yang buas dan terkadang mengganggu manusia, termasuk ketika sedang berhaji. Kebolehan ini merupakan izin khusus yang tujuannya untuk melindungi jamaah haji dari serangan hewan seperti itu.

Oleh karena itulah maka jumhur ulama, yaitu mazhab Al-Malikiyah, As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah, sepakat memasukkan semua hewan liar dan buas ke dalam kriteria al-kalbu al-aqur. Sehingga macan, harimau, singa, srigala, dan semua hewan liar dan buas termasuk ke dalam deratan fawasiq yang kita dibolehkan untuk membunuhnya. Dan oleh karena itu, maka daging hewan-hewan itu termasuk haram dimakan.

Namun Mazhab Al-Hanafiyah menolak perluasan ini. Mereka sepakat bahwa yang diperintahkan kita membunuhnya adalah anjing liar dan buas, namun tidak sepakat kalau hewan-hewan lain yang juga liar dan buas dimasukkan ke dalam makna al-kalbu al-'aqur.

Alasannya karena Rasulullah SAW membatasi jumlahnya dengan bilangan empat atau lima. Selain itu karena hewan lain yang liar dan buas sudah punya istilah sendiri, yaitu as-sabu'u (السبع).

Maka penerjemahan yang lebih tepat menurut hemat Penulis bukan anjing hitam, melainkan anjing liar yang buas dan berbahaya.

Namun dalam pandangan mazhab Asy-Syafi'iyah, hewan-hewan yang buas itu tetap haram untuk diperjual-belikan, meski bermanfaat untuk digunakan dalam berburu.

Hukum Memperjual-Belikan Khamar

Termasuk yang dilarang untuk diperjual-belikan karena kenajisannya adalah khamar, dimana umumnya para ulama memasukkan khamar ke dalam benda najis. Dan memang ada dalil yang secara tegas mengharamkan kita meminum serta memperjual-belikannya.

إِنَّ الَّذِي حَرَّمَ شُرْبَهَا حَرَّمَ بَيْعَهَا

Yang telah Allah haramkan untuk meminumnya, maka Allah juga mengharamkan untuk menjualnya. (HR. Muslim)

Maka membuka warung atau minimarket yang menjual minuman keras haram hukumnya. Selain karena menjadi sumber dosa dan kemaksiatan, secara hukum syariah, jual-beli khamar itu termasuk transaksi yang tidak sah.

http://s-hukum.blogspot.com/Para ulama juga menyebutkan bahwa seorang muslim diharamkan memiliki khamar, sehingga bila seorang muslim merusak khamar atau menumpahkan khamar yang dimiliki oleh seorang muslim juga, maka yang bersangkutan tidak diwajibkan untuk menggantinya.

Hukum Memperjual-Belikan Daging Babi


Termasuk juga ikut ke dalam keumuman larangan dalam hadits ini adalah daging babi. Daging babi itu haram dimakan, maka otomatis hukumnya juga haram untuk diperjual-belikan.

Maka secara hukum syariah, bila umat Islam melakukan jual-beli daging babi, meski legal namun hukumnya tidak sah.[*]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel