Pengertian Undang-Undang
Tuesday, 20 September 2016
SUDUT HUKUM | Undang-undang dibedakan menjadi
dua, yaitu undang-undang dalam arti materiil dan undang-undang dalam
arti formil.[1] Hal ini
merupakan terjemahan secara harafiah dari “wet in
formele zin”dan “wet materiёle zin”yang dikenal di Belanda. Yang dinamakan
undang-undang dalam arti materiil merupakan keputusan atau ketetapan penguasa
yang dilihat dari isinya disebut undang-undang dan mengikat setiap orang secara
umum.[2] Undang-undang
dalam arti formil ialah keputusan penguasa yang disebut
dengan undang-undang dilihat dari cara pembentukannya.[3] Bandingkan
dengan pendapat dari ahli hukum Paul Laband:
Das Staatsrecht des deutsches Reiches” (1911).[4]
Undang-undang bersifat umum
karena mengikat setiap orang dan merupakan produk lembaga
legislatif. Pada umumnya undang-undang terdiri dari dua bagian, yaitu konsederans
atau pertimbangan yang berisi pertimbanganpertimbangan mengapa undang-undang itu dibuat,
dan diktum atau amar. Di dalam amar terdapat isi dari
undang-undang yaitu yang kita sebut pasal-pasal.
Selain dua bagian tersebut ada
bagian lain yang juga penting keberadaannya, yaitu ketentuan
peralihan. Ketentuan peralihan mempunyai fungsi penting, yaitu untuk mengisi
kekosongan hukum (rechtsvacuum) karena ada kemungkinannya suatu
undang-undang baru tidak mengatur semua hal atau peristiwa yang diatur oleh
undang-undang yang lama. Kalau terjadi suatu peristiwa yang diatur dalam
undang-undang yang lama tetapi tidak diatur dalam undang-undang yang baru maka
disinilah peranan ketentuan peralihan. Biasanya bunyi dari ketentuan peralihan
yaitu: “apabila tidak ada ketentuannya, maka berlakukan
peraturan yang lama”.
Undang-undang adalah hukum.[5] Hal ini karena undang-undang berisi kaedah hukum yang bertujuan untuk
melindungi kepentingan manusia. Setiap orang dianggap tahu akan adanya
suatu undang-undang. Pernyataan ini merupakan fictie karena
kenyataannya tidak setiap orang dapat mengetahui setiap undang-undang yang diundangkan
hal ini karena ketidaktahuan seseorang bukanlah termasuk dasar pemaaf.[6]
Agar dapat diketahui setiap
orang, maka undang-undang harus diundangkan atau diumumkan dengan
memuatnya dalam lembaran negara. Dengan dimuatnya dalam lembaran
negara maka peraturan perundang-undang tersebut mempunyai kekuatan
mengikat (Pasal 1AB): mengikat setiap orang untuk mengetahui eksistensinya.
[1] L.J. van
Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1978), hal.
92.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4]
E. Utrecht,
Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Djakarta: P.T. Penerbitan dan Balai Buku
Ichtiar, 1961), hal.136.
[5]
Sudikno
Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1999),
hal.80.
[6]
Hal ini
sesuai dengan pendapat Mahkamah Agung dalam putusannya nomor 645K/Sip/1970.