[Perdata] Pengertian Perjanjian
Friday, 28 November 2014
HUKUM
PERJANJIAN | Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari
perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst tersebut lazim
diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313
KUH Perdata tersebut sama artinya dengan perjanjian.
Adapula yang berpendapat bahwa
perjanjian tidak sama dengan persetujuan.9Perjanjian
merupakan terjemahan dari oveereenkomst sedangkan perjanjian merupakan
terjemahan dari toestemming yang ditafsirkan sebagai wilsovereenstemming
(persesuaian kehendak/kata sepakat).
Perbedaan pandangan dari para sarjana
tersebut di atas, timbul karena adanya sudut pandang yang berbeda, yaitu pihak
yang satu melihat objeknya dari perbuatan yang dilakukan subyek hukumnya.
Sedangkan pihak yang lain meninjau dari sudut hubungan hukum. Hal itu
menyebabkan banyak sarjana yang memberikan batasan sendiri mengenai istilah
perjanjian tersebut. Menurut pendapat yang banyak dianut (communis opinion
cloctortinz) perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan suatu akibat hukum. Hal itu sependapat pula dengan Sudikno,
"perjanjian merupakan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasar
kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum".
Menurut Subekti,
suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada
orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu
hal. R. Setiawan,
menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum di mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, berpendapat bahwa perjanjian
merupakan perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap seorang lain atau lebih. Dari pendapat-pendapat di atas, maka pada
dasamya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dan dua
perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak
yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang
akan mengikat kedua belah pihak. Selanjutnya pengertian perjanjian yang dibahas
pada Pasal 1313 KUH Perdata, ternyata mendapat kritik dan para sarjana hukum
karena masih mengandung kelemahan-kelemahan. Sehingga di dalam prakteknya
menimbulkan berbagai keberatan sebab di satu pihak batasan tersebut sangat
kurang lengkap, namun di lain pihak terlalu luas. Rumusan pengertian tentang
perjanjian menurut KUH Perdata tersebut memberikan konskuensi hukum bahwa dalam
suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, di mana satu pihak adalah pihak
yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak
atas prestasi tersebut (kreditor). Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih (Pasal 1313 BW). Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :
a. Perbuatan
Penggunaan kata
“Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti
dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut
membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;
b. Satu orang atau
lebih terhadap satu orang lain atau lebih,
Untuk adanya suatu
perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan
saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut
adalah orang atau badan hukum.
c. Mengikatkan dirinya,
Di dalam perjanjian
terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang
lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena
kehendaknya sendiri.
Sebelum suatu
perjanjian disusun perlu diperhatikan identifikasi para pihak, penelitian awal
tentang masing-masing pihak sampai dengan konsekuensi yuridis yang dapat
terjadi pada saat perjanjian tersebut dibuat.
Dalam Hukum Publik,
perjanjian disini menunjuk kepada Perjanjian Internasional. Saat ini pada
masyarakat Internasional, Perjanjian Internasional memainkan peranan yang
sangat penting dalam mengatur kehidupan dan pergaulan antar negara. Perjanjian
Internasional pada hakekatnya merupakan sumber hukum Internasional yang utama
untuk mengatur kegiatan negara-negara atau subjek hukum Internasional lainnya.
Sampai tahun 1969,
pembuatan Perjanjian-perjanjian Internasional hanya diatur oleh hukum
kebiasaan. Berdasarkan draft-draft pasal-pasal yang disiapkan oleh Komisi Hukum
Internasional, diselenggarakanlah suatu Konferensi Internasional di Wina dari
tanggal 26 Maret sampai dengan 24 Mei 1968 dan dari tanggal 9 April sampai
dengan 22 Mei 1969 untuk mengkodifikasikan hukum kebiasaan tersebut. Konferensi
kemudian melahirkan Vienna Convention on The Law of Treaties yang
ditandatangani tanggal 23 Mei 1969. Konvensi ini mulai berlaku sejak tanggal 27
Januari 1980 dan merupakan Hukum Internasional Positif.
Pasal 2 Konvensi
Wina 1969 mendefinisikan Perjanjian Internasional (treaty) adalah suatu
persetujuan yang dibuat antar negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh
Hukum Internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih
instrumen yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan kepadanya. Pengertian
diatas mengandung unsur :
a.
Adanya subjek Hukum Internasional,
yaitu Negara, Organisasi Internasional dan gerakan-gerakan pembebasan.
Pengakuan Negara sebagai sebagai subjek Hukum Internasional yang mempunyai
kapasitas penuh untuk membuat Perjanjian-perjanjian Internasional tercantum
dalam Pasal 6 Konvensi Wina. Organisasi Internasional juga diakui sebagai pihak
yang membuat perjanjian dengan persyaratan kehendak membuat perjanjian berasal
dari Negara-negara anggota dan Perjanjian Internasional yang dibuat merupakan
bidang kewenangan Organisasi Internasional tersebut. Pembatasan tersebut
terlihat pada Pasal 6 Konvensi Wina. Kapasitas gerakan-gerakan pembebasan
diakui namun bersifat selektif dan terbatas. Selektif artinya gerakan-gerakan
tersebut harus diakui terlebih dahulu oleh kawasan dimana gerakan tersebut
berada. Terbatas artinya keikutsertaan SieInfokum-Ditama Binbangkum 4 gerakan
dalam perjanjian adalah untuk melaksanakan keinginan gerakan mendirikan
negaranya yang merdeka.
b. Rezim
Hukum Internasional.
Perjanjian
internasional harus tunduk pada Hukum Internasional dan tidak boleh tunduk pada
suatu Hukum Nasional tertentu. Walaupun perjanjian itu dibuat oleh Negara atau
Organisasi Internasional namun apabila telah tunduk pada suatu Hukum Nasional
tertentu yang dipilih, perjanjian tersebut bukanlah Perjanjian Internasional.