[Pidana] Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana
Monday, 1 December 2014
Sudut Hukum | Tirtaamidjaya
menyatakan maksud diadakannya hukum pidana adalah untuk melindungi
masyarakat. Secara umum hukum pidana berfungsi untuk mengatur kehidupan
masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum. Manusia
dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidupannya yang
berbeda-beda terkadang mengalami pertentangan antara satu dengan yang lainnya,
yang dapat menimbulkan kerugian atau mengganggu kepentingan orang lain. Agar
tidak menimbulkan kerugian dan mengganggu kepentingan orang lain dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya
tersebut maka hukum memberikan aturan-aturan yang membatasi perbuatan manusia,
sehingga ia tidak bisa berbuat sekehendak hatinya.
Berkenaan
dengan tujuan hukum pidana (Strafrechtscholen) dikenal dua aliran tujuan
dibentuknya peraturan hukum pidana, yaitu:
1.
Aliran klasik
Menurut
aliran klasik (de klassieke school/de klassieke richting) tujuan susunan
hukum pidana itu untuk melindungi individu dari kekuasaan penguasa (Negara).
Peletak dasarnya adalah Markies van Beccaria yang menulis tentang "Dei
delitte edelle pene" (1764). Di dalam tulisan itu menuntut agar hukum
pidana harus diatur dengan undang-undang yang harus tertulis. Pada zaman
sebelum pengaruh tulisan Beccaria itu, hukum pidana yang ada sebagian besar
tidak tertulis dan di samping itu kekuasaan Raja Absolute dapat
menyelenggarakan pengadilan yang sewenang-wenang dengan menetapkan hukum
menurut perasaan dari hakim sendiri. Penduduk tidak tahu pasti perbuatan mana
yang dilarang dan beratnya pidana yang diancamkan karena hukumnya tidak
tertulis.
Proses
pengadilan berjalan tidak baik, sampai terjadi peristiwa yang menggemparkan
rakyat seperti di Perancis dengan kasus Jean Calas te Toulouse (1762) yang
dituduh membunuh anaknya sendiri bernama Mauriac Antoine Calas, karena anaknya
itu terdapat mati di rumah ayahnya. Di dalam pemeriksaan Calas tetap tidak
mengaku dan oleh hakim tetap dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana mati dan
pelaksanaannya dengan guillotine. Masyarakat tidak puas, yang menganggap
Jean Calas tidak ber-salah membunuh anaknya, sehingga Voltaire mengecam putusan
pengadilan itu, yang ternyata tuntutan untuk memeriksa kembali perkara Calas
itu dikabulkan. Hasil pemeriksaan ulang menyata-kan Mauriac mati dengan bunuh
diri. Masyarakat menjadi gempar karena putusan itu, dan selanjutnya
pemuka-pemuka masyarakat seperti J.J. Rousseau dan Montesquieu turut menuntut
agar kekuasaan Raja dan penguasa-penguasanya agar dibatasi oleh hukum tertulis
atau undang-undang. Semua peristiwa yang diabadikan itu adalah usaha untuk
melindungi individu guna kepentingan hukum perseorangan.
Oleh
karenanya mereka menghendaki agar diadakan suatu pera-turan tertulis supaya
setiap orang mengetahui tindakan-tindakan mana yang terlarang atau tidak, apa
ancaman hukumannya dan lain sebagainya. Dengan demikian diharapkan akan
terjamin hak-hak manusia
dan kepentingan hukum perseorangan. Peraturan tertulis itu akan menjadi pedoman
bagi rakyat, akan melahirkan kepas-tian hukum serta dapat menghindarkan
masyarakat dari kese-wenang-wenangan.
Pengikut-pengikut
ajaran ini menganggap bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk menjamin
kepentingan hukum individu. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh sese-orang
(individu) yang oleh undang-undang hukum pidana dilarang dan diancam dengan
pidana harus dijatuhkan pidana. Menu-rut aliran klasik, penjatuhan pidana
dikenakan tanpa memper-hatikan keadaan pribadi pembuat pelanggaran
hukum, mengenai sebab-sebab yang mendorong dilakukan kejahatan (etiologi
kriminil) serta pidana yang bermanfaat, baik bagi orang yang me-lakukan
kejahatan maupun bagi masyarakat sendiri (politik kriminil).
2.
Aliran modern
Aliran
modern (de moderne school/de moderne richting) menga-jarkan tujuan
susunan hukum pidana itu untuk melindungi masya-rakat terhadap kejahatan.
Sejalan dengan tujuan tersebut, perkem-bangan hukum pidana harus memperhatikan
kejahatan serta kea-daan penjahat. Kriminologi yang objek penelitiannya antara
lain adalah tingkah laku orang perseorangan dan atau masyarakat ada-lah salah
satu ilmu yang memperkaya ilmu pengetahuan hukum pidana. Pengaruh kriminologi
sebagai bagian dari social science menimbulkan suatu aliran baru yang
menganggap bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk memberantas kejahatan agar
ter-lindungi kepentingan hukum masyarakat.
Berikut
ini disebutkan pula beberapa pendapat yang dikemuka-kan tentang fungsi/tujuanhukum pidana:
Menurut
Sudarto fungsi hukum pidana itu dapat dibedakan sebagai berikut:
- Fungsi yang umum, Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari hukum, oleh karena itu fungsi hukum pidana juga sama dengan fungsi hukum pada umumnya, yaitu untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau untuk menyelenggarakan tata dalam masyarakat;
- Fungsi yang khusus, Fungsi khusus bagi hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memper-kosanya (rechtsguterschutz) dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan dengan sanksi yang terdapat pada cabang hukum lainnya. Dalam sanksi pidana itu terdapat suatu tragic (suatu yang menyedihkan) sehingga hukum pidana dikatakan sebagai „mengiris dagingnya sendiri‟ atau seba-gai „pedang bermata dua‟, yang bermakna bahwa hukum pidana bertujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan hukum (misalnya: nyawa, harta benda, kemerdekaan, kehormatan), namun jika terjadi pelanggaran terhadap larangan dan perintahnya justru mengenakan perlukaan (menyakiti) kepentingan (benda) hukum si pelanggar.
Dapat
dikatakan bahwa hukum pidana itu memberi aturan-aturan untuk menaggulangi
perbuatan jahat. Dalam hal ini perlu diingat pula, bahwa sebagai alat social
control fungsi hukum pidana adalah subsidair, artinya hukum pidanahendaknya baru diadakan (dipergunakan) apabila usaha-usaha lain kurang memadai.
- Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan atau perbuatan-perbuatan yang menyerang atau memperkosa kepentingan hukum tersebut
Kepentingan
hukum yang wajib dilindungi itu ada tiga macam, yaitu:
- Kepentingan hukum perorangan (individuale belangen), misalnya kepentingan hukum terhadap hak hidup (nyawa), kepentingan hukum atas tubuh, kepentingan hukum akan hak milik benda, kepentingan hukum terhadap harga diri dan nama baik, kepentingan hukum terhadap rasa susila, dan lain sebagainya;
- Kepentingan hukum masyarakat (sociale of maatschappe-lijke belangen), misalnya kepentingan hukum terhadap keamanan dan ketertiban umum, ketertiban berlalu-lintas di jalan raya, dan lain sebagainya;
- Kepentingan hukum negara (staatsbelangen), misalnya ke-pentingan hukum terhadap keamanan dan keselamatan negara, kepentingan hukum terhadap negara-negara saha-bat, kepentingan hukum terhadap martabat kepala negara dan wakilnya, dan sebagainya.
- Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara men-jalankan fungsiperlindungan atas berbagai kepentingan hukum
Dalam
mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi, dilakukan oleh negara dengan
tindakan-tindakan yang sangat tidak menyenangkan, tindakan yang justru
melanggar kepentingan hukum pribadi yang mendasar bagi pihak yang bersangkutan,
misalnya dengan dilakukan penangkapan, penahanan, pemerik-saan sampai kepada
penjatuhan sanksi pidana kepada pelakunya. Kekuasaan yang sangat besar ini,
yaitu kekuasaan yang berupa hak untuk menjalankan pidana dengan menjatuhkan
pidana yang menyerang kepentingan hukum manusia atau warganya ini hanya
dimiliki oleh negara dan diatur di dalam hukum pidana itu sendiri terutama di
dalam hukum acara pidana, agar negara dapat men-jalankan fungsi menegakkan dan
melindungi kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum pidana dengan
sebaik-baiknya.
- Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara melaksanakan fungsi perlindungan atas kepentingan hukum.
Kekuasaan
negara yang sangat besar dalam rangka menegakkan dan melindungi kepentingan
hukum itu dapat membahayakan dan menjadi bumerang bagi warganya, negara bisa
bertindak sewe-nang-wenang jika tidak diatur dan dibatasi sedemikian rupa,
sehingga pengaturan hak dan kewajiban negara mutlak diper-lukan.
Menurut
Jan Remmelink hukum pidana (seharusnya) ditujukan untuk menegakkan tertib
hukum, melindungi masyarakat hukum. Manusia satu persatu di dalam masyarakat
saling bergantung, kepen-tingan mereka dan relasi antar mereka ditentukan dan
dilindungi oleh norma-norma. Penjagaan
tertib sosial ini untuk bagian terbesar sangat tergantung pada paksaan. Jika
norma-norma tidak diataati, akan muncul sanksi, kadangkala yang berbentuk
informal, misalnya perlakuan acuh tak acuh dan kehilangan status atau
penghargaan sosial. Namun jika me-nyangkut hal yang lebih penting, sanksi
(hukum), melalui tertib hukum negara yang melengkapi penataan sosial,
dihaluskan, diperkuat dan dikenakan kepada pelanggar norma tersebut. Ini semua
tidak dikatakan dengan melupakan bahwa penjatuhan pidana dalam prakteknya masih
juga merupakan sarana kekuasaan negara yang tertajam yang dapat dike-nakan
kepada pelanggar. Menjadi jelas bahwa dalam pemahaman di atas hukum pidana
bukan merupakan tujuan dalam dirinya sendiri, namun memiliki fungsi pelayanan
ataupun fungsi sosial
Menurut
Van Bemmelen, hukum pidana itu membentuk norma-norma dan pengertian-pengertian
yang diarahkan kepada tujuannya sendiri, yaitu menilai tingkah laku para pelaku
yang dapat dipidana.40 Van Bemmelen menyatakan, bahwa hukum pidana itu sama
saja dengan bagian lain dari hukum, karena seluruh bagian hukum menentukan
peraturan untuk menegakkan norma-norma yang diakui oleh hukum. Akan tetapi dalam
satu segi, hukum pidana menyimpang dari bagian hukum lainnya, yaitu dalam hukum
pidana dibicarakan soal penambahan penderitaan dengan sengaja dalam bentuk
pidana, walaupun juga pidana itu mempunyai fungsi yang lain dari pada menambah
penderitaan. Tujuan utama semua bagian hukum adalah menjaga ketertiban,
ketenangan, kesejahteraan dan kedamaian dalam masyarakat, tanpa dengan sengaja
menimbulkan penderitaan.
Selanjutnya
Van Bemmelen menyatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan ultimum remidium (obat
terakhir). Sedapat mungkin diba-tasi, artinya kalau bagian lain dari hukum itu
sudah tidak cukup untuk menegakkan norma-norma yang diakui oleh hukum, barulah
hukum pidana diterapkan. Ia menunjuk pidato Menteri Kehakiman Belanda Modderman
yang antara lain menyatakan bahwa ancaman pidana itu harus tetap merupakan
suatu ultimum remidium. Setiap ancaman pidana ada keberatannya, namun
ini tidak berarti bahwa ancaman pidana akan ditiadakan, tetapi selalu harus
mempertimbangkan untung dan rugi ancaman pidana itu, dan harus menjaga jangan
sampai terjadi obat yang diberikan lebih jahat daripada penyakit.