Metode Tafsir Al-Quran Secara Tahlili
Saturday, 31 January 2015
SUDUT HUKUM | Metode tahlili adalah metode tafsir dimana mufassirnya berusaha
menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur'an dari berbagai seginya dengan
memperhatikan runtutan ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur'an sebagaimana yang
tercantum dalam mushaf.
Dalam menafsirkan Al-Qur'an dengan mempergunakan metode ini,
mufasir menguraikan hal-hal yang dirasa perlu untuk diuraikan, mulai dari kosa
kata, asbab an Nuzul, Munasabah dan hal-hal lain yang berkaitan dengan teks dan
kandungan ayat. Mufassir
mengatur komentarnya dalam kerangka urutan Al-Qur'an. Dia menerangkan ayat
Al-Qur'an dengan bantuan peralatan yang dimilikinya, seperti arti harfiyah dari
setiap ayat dan konotasinya yang masuk akal dalam sinaran-sinaran hadits-hadits
yang relevan dan ayat-ayat Al-Qur'an lainnya yang mempunyai konsep dan konteks
yang sama. Mufassir tersebut melakukan upaya apa saja untuk memberikan
perhatian sepenuhnya pada persoalan ini dalam tafsirnya, dengan tujuan untuk
menghasilkan makna yang benar dari setiap bagian ayat. Metode tahlili ini terbagi menjadi dua
bentuk yaitu bentuk Tafsir
Bi Al-Ma’tsur dan bentuk Al-Ra’yi.
1. Bentuk Tafsir Bi Al Ma’tsur
Tafsir jenis ini biasa disebut juga dengan tafsir bi al riwayah
atau tafsir bi al mangul. Tafsir bi al ma’tsur adalah cara menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur'an dengan ayat Al-Qur'an, menafsirkan ayat Al-Qur'an dengan sunnah, menafsirkan ayat Al-Qur'an dengan
pendapat para sahabat, atau menafsirkan ayat Al-Qur'an dengan perkataan para
tabi’in.
a. Sumber Tafsir Bi Al Ma’tsur
Untuk lebih memperjelas terhadap bentuk tafsir bi la ma’tsur,
maka disini akan dikemukakan beberapa sumber di dalam menafsirkan Al-Qur'an dan
secara operasional akan dikemukakan beberapa contoh penafsiran bentuk ini
sebagai berikut:
Sumber pertama tafsir bi al ma’tsur adalah Al-Qur'an penafsiran
ayat Al-Qur'an dengan ayat Al-Qur'an adalah metode terbaik dalam tafsir.
b. Contoh-contoh kitab tafsir bi al ma’tsur yang telah dibukukan
dan sangat terkenal adalah :
- Jami’
Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur'an karya
Ibn Jarir Al-Thabary
- Al
Kasyaf Wa Al Bayan An Tafsir Al-Qur'an karya
Abu Ishaq Al-Tsa’laby
- Ma’alim
Al-Tanzili karya Abi Muhammad Al-Hussain Al-Baghawi
- Tafsir
Al-Qur'an Al Adzim karya Abi Al-Fida’ Al-Hafidz Ibnu Katsir
- Al
Jawahir Al Hasan Fi Tafsir Al-Qur'an karya
Abd Al Rahman Al Tsa’laby
- Al
Dar Al Ma’tsuri Tafsir Al Ma’tsur karya
Jalal Al Din Al Suyuthi
- Asbab
Al Nuzul karya Imam Al Wahidy
- Al
Nasikh Wa Al Mansukh karya Abi Ja’far Al Nuhas.
2. Bentuk Tafsir Bi Al Ra’yi
Tafsir Bi Al Ra’yi ialah tafsir yang di dalam penjelasan
maknanya mufassir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan
(istinbath) yang didasarkan pada ra’yu semata. Tidak termasuk kategori ini.
Pemahaman (terhadap Al-Qur'an) yang sesuai dengan roh syari’at dan didasarkan
pada nas-nasnya. Ra’yu semata yang tidak disertai dengan bukti-bukti akan membawa
penyimpangan terhadap kitabullah.
a. Metodologi Tafsir Bi Al Ra’yi
Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung bahwa seorang
mufasir al ra’yi harus menguasai beberapa perangkat ilmu pengetahuan yang
dibutuhkan untuk memahami kitab Allah dan mengetahui rahasia-rahasianya. Juga
telah dijelaskan bahwa seorang mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an
harus menggunakan kerangka berpikir yang sistematis yaitu terlebih dahulu harus
mencari makna ayat-ayat Al-Qur'an yang terdapat dalam Al-Qur'an sendiri, lalu
pada sunnah Nabi saw. Perkataan para sahabat dan tabi’in dan kalau tidak
menjumpai beberapa dalil yang tidak terdapat dalam beberapa sumber diatas.
Barulah seorang mufasir menggunakan kekuatan akal pikirannya (ijtihad) untuk
mengungkap rahasia-rahasia dari kitab-Nya berdasarkan beberapa perangkat ilmu
pengetahuan dan syarat-syarat sebagaimana telah disebutkan.
Untuk dapat menghasilkan tafsir bi al ra’yi yang dapat diterima,
maka seorang mufasir harus memperhatikan kerangka berpikir metodologis yang
lain sebagai berikut:
- Seorang mufasir harus menyesuaikan penafsirannya tanpa mengurangi makna yang tepat atau menambahkan makna lain yang tidak sesuai.
- Menjaga makna yang hakiki ataupun yang majazi dalam menafsirkan suatu ayat Al-Qur'an karena ada kalanya dalam makna majaz terkandung di dalamnya makna yang hakiki atau sebaliknya.
- Menjaga susunan dan maksud ayat sesuai dengan susunan kalimat yang dipakai
- Menjaga ada atau tidaknya hubungan ayat yang satu dengan yang lain
- Memperhatikan asbab al nuzul dari suatu ayat, jika suatu ayat mempunyai asbab al Nuzul maka harus menyebutkannya setelah mufasir menjelaskan munasabah ayat dan sebelum menjelaskan ayat tersebut secara terperinci
- Seseorang mufasir harus memperhatikan susunan ayat Al-Qur'an yang dalam beberapa bagian banyak dipakai lafadz-lafadz yang berdekatan artinya, yang kesemuanya itu dimaksudkan untuk menguatkan makna.
- Setelah itu seorang mufasir harus mengetahui kaidah-kaidah dalam mentarjihkan ayat yang dianggap muntamil. Kapan suatu ayat harus ditarjihkan atau dikompromikan.
b. Contoh-contoh Kitab Tafsir Bi Al Ra’yi
Adapun contoh kitab tafsir jenis ini yang terkenal diantaranya
adalah:
- Mafatih Al Ghaib karya Fahr Al Razy
- Anwar Al Tanzil Wa Asrar Al Ta’wil karya Baidhawi
- Madarik Al Tanzil Wa Ha Qaiq Al Ta’wil karya Al Nasati
- Lubab Al Ta’wil Fi Al Ma’anni Al Tanzil karya Al Khazin
- Al Bahr Al Mubid karya Abu Hayyan
- Gharib Al-Qur'an Wa Raghaib Al Furqan karya Naisaburi
- Tafsir Al Jalalain karya Jalal Al Din Muhammad Al Mahali dan Jalal Al Din Abd Al Rahman Al Suyuthi
- Irsyad Al Aql Al Salim Ila Mayaza Al Kitab Al Karim karya Abu Su’ud
- Rub Al Ma’ani Fi Tafsir Al-Qur'an Al Adzim Wa Al Sab’ Al Matsari karya Al Alusty.
Kelebihan dan kekurangan metode tahlili
1.
Kelebihan Metode Tahlili
a. Ruang Lingkup
Metode tahlili mempunyai ruang lingkup yang teramat luas. Metode
ini dapat digunakan oleh mufasir dalam dua bentuk al ma’tsur dan ra’yi. Bentuk
al ra’yi dapat lagi dikembangkan dalam berbagai corak penafsiran sesuai dengan
keahlian masing-masing mufasir.
b. Memuat Berbagai Ide
Telah dikemukakan diatas, tafsir dengan metode tahlili ini
relatif memberikan kesempatan yang luas kepada mufasir untuk mencurahkan ide-ide
dan gagasannya dalam menafsirkan Al-Qur'an. Itu berarti, pola penafsiran metode
ini dapat menampung berbagai ide yang terpendam di dalam benak mufasir, bahkan
ide-ide jahat dan ekstrim pun dapat ditampungnya.
2.
Kekurangan Metode Tahlili
a. Menjadikan petunjuk Al-Qur'an parsial
b. Melahirkan penafsiran subyektif
c. Masuk pemikiran israiliyat