Pengertian Jarimah Ta’zir
Monday, 26 January 2015
SUDUT HUKUM | Menurut bahasa, ta’zir merupakan
bentuk masdar dari kata “’azzara” yang berarti menolak dan mencegah kejahatan. Sedangkan menurut istilah adalah pencegahan dan pengajaran terhadap
tindak pidana
yang tidak ada ketentuannya dalam had, kifarat maupun
qishasnya.
Ta’zir adalah
hukuman atas tindakan pelanggaran dan kriminalitas yang tidak diatur secara pasti dalam
hukum had. Hukuman ini berbeda-beda, sesuai
dengan perbedaan kasus dan pelakunya. Dari satu segi, ta’zir ini sejalan dengan hukum had, yakni tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki perilaku manusia, dan untuk mencegah orang lain
agar tidak
melakukan tindakan yang sama.
Ta’zir adalah
suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang hukumannya
belum ditetapkan oleh syara’. Dikalangan fuqaha, jarimah-jarimah
yang hukumannya belum ditetapkan oleh
syara’ dinamakan
dengan jarimah ta’zir. Jadi,
istilah ta’zir bisa
digunakan untuk
hukuman dan bisa juga untuk jarimah (tindak pidana).
Sebagai dasar hukumnya adalah QS. Al-Fath: 8-9
Artinya: “Sesungguhnya kami utus engkau Muhammad sebagai saksi dan pemberi kabar gembira dan peringatan(8)Supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-NYA, Dan bertasbih kepada-Nya pagi dan petang(9).”
Jarimah ta’zir itu
jumlahnya sangat banyak sekali, yaitu semua jarimah selain
diancam dengan hukuman had, kifarat, dan qishas
diyat semuanya termasuk jarimah ta’zir. Jarimah ta’zir dibagi
menjadi dua:
Pertama, Jarimah yang bentuk dan macamnya sudah ditentukan oleh nash Al-Qur’an dan Hadits tetapi hukumnya diserahkan pada manusia. Kedua, Jarimah yang baik bentuk atau macamnya, begitu pula hukumannya diserahkan pada manusia. Syara’ hanya memberikan ketentuan-ketentuan yang bersifat umum saja.
Syara’ tidak menentukan macam-macam hukuman untuk setiap jarimah ta’zir tetapi
hanya menyebutkan sekumpulan hukuman dari yang seringan-ringannya sampai yang seberat-beratnya. Syari’ah hanya menentukan
sebagian jarimah ta’zir, yaitu
perbuatan-perbuatan yang selamanya akan dianggap sebagai jarimah;
seperti riba, menggelapkan titipan, memaki-maki orang,
suap-menyuap dan sebagainya.
Sedangkan sebagian jarimahta’zir diserahkan
pada penguasa untuk menentukannya,
dengan syarat harus sesuai dengan kepentingankepentingan masyarakat dan tidak boleh berlawanan
dengan nash-nash (ketentuan syara’) dan prinsip-prinsip umum. Dengan
maksud agar mereka dapat mengatur masyarakat dan
memelihara kepentingan-kepentingannya serta
dapat menghadapi persoalan yang sifatnya mendadak.
Perbedaan antara jarimahta'zir yang ditetapkan oleh syara’ dengan jarimah ta'zir yang
ditetapkan oleh penguasa ialah kalau jarimah
ta'zir macam pertama tetap
dilarang selama-lamanya dan tidak mungkin menjadi perbuatan yang tidak dilarang pada waktu apapun juga, akan
tetapi jarimah
ta'zir macam yang kedua bisa menjadi
perbuatan yang tidak dilarang
manakala kepentingan masyarakat menghendaki demikian.