Asuransi Syariah
Tuesday, 13 October 2015
Sudut Hukum | Asuransi Syariah

Dalam bahasa
Arab asuransi disebut at-ta’min, penanggung
disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’aman
lahu atau
musta’min. At-ta’min memiliki arti memberi
perlindungan, ketenanggan, rasa aman, dan bebas dari rasa
takut.
Dalam buku
Muhammad Syakir Sula, menurut Mustafa ahmad Zarqa, Asuransi
secara istilah adalah kejadian. Adapun Metodologi dan gambaranya dapat
berbeda-beda, namaun pada intinya, asuransi adalah cara atau metode
untuk memelihara manusia dalam menghindari Risiko (ancaman), bahaya yang beragam
yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam
aktivitas ekonominya. Husain hamid hasan
menyatakan bahwa asuransi adalah sikap atta’awun yang
telah diatur dengan system yang sangat rapi, antara sejumlah
besar manusia.[1]

Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No:
21/DSN-MUI/X/2001dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi
syariah, memberikan definisi tentang asuransi. Menurutnya, asuransi
syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak
melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’yang memberikan
pola pengembalian dalam menghadapi risiko tertentu melalui akad (perjanjian)
yang sesuai dengan syariah. Oleh sebab itu, premi dalam asuransi Syariah
adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri atas dana
tabungan dan tabarru’ Dana tabungan adalah dana titipan yang diberikan
oleh peserta asuransi (life insurance) dan akan mendapatkan alokasi bagi
hasil (almudharabah) dari pendapatan investasi bersih yang diperoleh setiap
tahun. Dana tabungan beserta alokasi bagi hasil akan dikembalikan kepada
peserta apabila peserta yang bersangkutan mengajukan Klaim, baik berupa klaim
tunai maupun klaim manfaat asuransi. Sedangkan Tabarru’ adalah derma
atau dana kebijakan yang diberikan dan diikhlaskan oleh peserta asuransi
jika sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat asuransi
(life maupun general insurance).[2]
Asuransi syariah
mengandung tiga unsur yang harus dilaksanakan dan dua unsur yang harus
dihindari. Unsur-unsur yang harus dilaksanakan yaitu: at-takaful (Tolong
menolong), tabarru’ (hibah/dana kebijakan) serta aqad (akad).
Unsur-unsur yang harus
dihindari adalah unsur gharar (ketidak pastian) maisir
(judi/untung-untungan) serta riba.
Kata takaful berasal
dari tafakala-yatafakulu, yang secara etimologi
berati menjamin, Atau saling menanggung. Takaful dalam pengertian
muamalah adalah saling memikul risiko diantara
semua orang sehingga antara satu yang lainya menjadi
penanggung atas risiko yang lainya. Saling pikul risiko ini dilakukan atas
dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan
dana tabarru’ dana ibadah, sumbangan, derma yang ditujukan untuk
menanggung risiko. Takaful dalam pengertian muamalah ditegaskan diatas tiga
prinsip dasar. Tiga prinsip dasar itu adalah saling bertanggung jawab, saling
bekerja sama, dan saling membantu, serta saling
melindungi.
Tabarru’ berasal dari
kata tabarra’a-yatabarra’utabarru’an, artinya sumbangan,
hibah, dana kebajikan atau derma. Tabarru’
merupakan pemberian sukarela seseorang kepada orang lain, tanpa ganti rugi yang
mengakibatkan berpindahnya kepemilikan harta itu dari pemberi kepada orang yang
diberi.
Kata aqad berasal
dari bahasa arab yaitu al-aqad yang berarti
perikatan, perjanjian, dan pemufakatan, al-ittifaq. Secara
terminology fiqih, aqad didefinisikan sebagai pertalian ijab
(pernyataan melekukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan
ikatan) sesuai dengan kehendak syariah yang berpengaruh pada
obyek perikatan.
Rukun aqad terdiri
dari tiga yaitu :
- Pernyataan untuk mengikatkan diri (sighat al-aqd).
- Pihak-pihak yang berakad (al-muta-aqidain).
- Objek akad (al-mu’qud’alaih)
Gharar merupakan suatu
tindakan yang didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Gharar terjadi
apabila kedua belah pihak yaitu peserta dan pihak perusahaan asuransi saling
tidak mengetahui apa yang akan terjadi dimasa akan datang, jumlah yang akan
diterima pada waktu klaim, dan jumlah premi yang akan dibayarkan.
Maisir menurut
terminologi agama merupakan suatu transaksi yang
dilakukan oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau
jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak
lain, dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan
satu tindakan atau kejadian tertentu. Prinsip maisir dilarang dalam
ajaran islam, baik itu terlibat secara mendalam ataupun hanya berperan sedikit
saja, atau tidak berperan sama sekali.
Secara istilah
teknis riba berarti, pengambilan tambahan dari
harta pokok atau modal secara batil. Riba dilarang dalam prinsip muamalah
dalam islam, karena akan menguntungkan salah satu pihak, sedangkan pihak
yang lain merasa dirugikan.
[1]
Muhammad
Syakir Syula, Asuransi Syariah (Life and General), Jakarta:Gema
Insani Press,
2004, hlm 26
[2] Himpunan Fatwa
Dewan Syariah Nasional MUI Edisi Revisi Tahun 2006