Unsur-unsur Penipuan
Tuesday, 5 September 2017
Bentuk pokok dari bedrog atau perbuatan orang adalah Pasal 378 KUHP tentang Penipuan (Lihat disini). Berdasarkan rumusan tersebut, maka tindak pidana penipuan memiliki unsur-unsur pokok, yaitu :
- Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum
Dengan maksud harus diartikan sebagai tujuan terdekat dari pelaku, yakni pelaku hendak mendapatkan keuntungan Keuntungan ini adalah tujuan utama pelaku dengan jalan melawan hukum, pelaku masih membutuhkan tindakan lain, maka maksud belum dapat terpenuhi. Dengan demikian, maksud tersebut harus ditujukan untuk menguntungkan dan melawan hukum sehingga pelaku harus mengetahui bahwa keuntungan yang menjadi tujuannya harus bersifat melawan hukum.
- Dengan menggunakan salah satu atau lebih alat penggerak penipuan (nama palsu, martabat palsu atau keadaan palsu, tipu muslihat dan rangkaian kebohongan).
Sifat dari penipuan sebagai tindak pidana ditentukan oleh cara-cara pelaku menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang.
Alat-alat penggerak yang digunakan untuk menggerakkan orang lain adalah sebagai berikut:
1) Nama palsu
Nama palsu dalam hal ini adalah nama yang berlainan dengan nama yang sebenarnya, meskipun perbedaan tersebut sangat kecil. Apabila penipu menggunakan nama orang lain yang sama dengan nama dan dengan dia sendiri, maka penipu dapat dipersalahkan melakukan tipu muslihat atau susunan belit dusta.
2) Tipu muslihat
Tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kepercayaan atau keyakinan atas kebenaran dari sesuatu kepada orang lain. Tipu muslihat ini bukanlah ucapan melainkan perbuatan atau tindakan.
3) Martabat atau keadaan palsu
Pemakaian martabat atau keadaan palsu adalah bilamana seseorang memberikan pernyataan bahwa dia berada dalam suatu keadaan tertentu dan keadaan itu memberikan hak-hak kepada orang yang ada dalam keadaan tersebut.
4) Rangkaian kebohongan
Diisyaratkan bahwa harus terdapat beberapa kata bohong yang diucapkan. Suatu kata bohong saja di anggap tidak cukup untuk alat penggerak ataupun alat bujuk. Rangkaian kata-kata bohong yang diucapkan secara tersusun hingga merupakan suatu cerita yang dapat diterima sebagai sesuatu yang logis dan benar. Jadi kata-kata itu tersusun hingga kata yang satu membenarkan atau memperkuat kata yang lain.
5) Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang, atau memberi utang, atau menghapus utang.
Sebenarnya lebih tepat digunakan istilah menggerakan dibandingkan dengan istilah membujuk, untuk melepaskan suatu hubungan dengan penyerahan dalam pengertian hukum perdata. Dalam perbuatan menggerakan orang untuk menyerahkan harus diisyaratkan adanya hubungan kausal antara alat penggerak dan penyerahan barang tersebut.
Jadi apabila orang yang dibujuk atau digerakan mengetahui atau memahami, bahwa alat-alat penggerak/pembujuk, itu tidak benar atau bertentangan dengan kebenaran, maka psyche nya tidak tergerak dan karenanya ia tidak tersesat atau terperdaya, hingga dengan demikian tidak terdapat perbuatan menggerakan atau membujuk dengan alat-alat penggerak/pembujuk, meskipun orang itu menyerahkan barangnya.