Sunan Kalijaga Menjadi Wali
Wednesday, 22 August 2018
Sunan Kalijaga adalah seorang
wali terkemuka,
hingga disebut Waliyullah Tanah
Jawi. Untuk
sampai perjalannya menjadi wali, Sunan Kalijaga harus melalui
proses yang sangat panjang. Bukan hanya perjalanan spiritual,
tetapi juga menghadapi berbagai godaan dan rintangan.
Raden Mas Sahid
yang lebih terkenal dengan sebutan Sunan Kalijaga itu menjadi anggota
walisongo angkatan IV tahun 1463, Sunan Kalijaga diangkat
menjadi anggota walisongo bersama Raden Makhdum Ibrahim (Sunan
Bonang), Raden Paku (Sunan Giri) dan Raden Qosim (Sunan Drajat).
Keempat orang tersebut berasal dari perguruan yang sama, juga belajar
dalam waktu yang hampir sama, yaitu di Ampeldento pimpinan
Sunan Ampel. Walaupun diangkat menjadi anggota Walisongo dalam
waktu bersamaan dan diangkatnya Sunan Kalijaga atas usulan Sunan
Bonang.
Sunan Kalijaga merupakan ulama
termuda yang diangkat menjadi wali , tetapi memiliki
ilmu paling tinggi dan paling lama pula menjalankan dakwahnya. Pola
dakwah yang dikembangkan mirip dengan guru sekaligus sahabatnya,
Sunan Bonang. Kedua wali ini cendrung menganut faham sufistik
berbasis salaf, bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Sunan Kalijaga
memiliki kesenian dan kebudayaan sebagai sarana yang efektif untuk
berdakwah.
Berbeda dengan Sunan Bonang dan
Sunan Giri dalam mengembangkan agama Islam, Sunan
Kalijaga tidak membangun sebuah perguruan di tempat
tinggalnya. Namun Sunan Kalijaga selalu mengembara di segala penjuru Jawa
Tengah dan Jawa Timur, bahkan sampai daerah Cirebon seperti
seorang darwis. Di tempat-tempat tertentu Sunan Kalijaga mendidik
kader pengembang umat yang tangguh. Hingga perguruan yang
dimiliki Sunan Kalijaga tersebar di banyak tempat. Di antara
perguruan murid Sunan Kalijaga yang sampai sekarang masih terlihat
adalah perguruan yang diasuh oleh Ki Ageng Pandanaran di Tembayat,
Klaten.
Sunan Kalijaga termasuk wali yang
akomodatif terhadap unsur budaya Jawa. Terbukti Sunan
Kalijga tidak menegur secara keras terhadap Sultan Hadiwijaya di
Pajang dan Pemanahan di Mataram, yang mengubah kebijakan raja-raja
Demak. Raja-raja Demak sangat keras terhadap paham yang
melenceng dari hukum dan syariat Islam, sementara Pajang dan Mataram
justru bersifat akomodatif. Sunan Kalijaga mempunyai kemampuan itu
karena beliau adalah wali dan penasehat politik yang dituakan.
Sebagai waliyullah, Sunan
Kalijaga termasuk orang yang dikasihi Allah, sebagaimana
pengertian waliyullah adalah “kekasih Allah”, Oleh karena itu
sebagimana lazimnya para wali, Sunan Kalijaga memiliki “karamah”
pemberian dari Allah berupa keunggulan lahir dan batin yang
tidak bisa dimiliki oleh setiap orang.
Di samping itu, sebagai tanda
kewalian, ia bergelar “Sunan” sebagaimana wali-wali yang lain.
Menurut salah satu penafsiran, kata “Sunan” berasal dari bahasa Arab,
kata jamak dari “sunnat” yang berarti tingkah laku, adat
kebiasaan. Adapun tingkah laku yang dimaksud adalah yang serba baik,
sopan santun, budi luhur, hidup yang serba kebijakan menurut
tuntunan agama Islam. Oleh karena itu, seorang sunan akan senantiasa
menampilkan perilaku yang serba berkebajikan sesuai dengan tugas
mereka berdakwah, beramar ma’ruf nahi munkar, memerintah atau
mengajak ke arah kebaikan dan melarang perbuatan munkar.
Walaupun menjadi anggota
walisongo, sesungguhnya ia termasuk golongan aba’ah,
yaitu orang Islam yang tidak meragukan Syahadatain (dua kalimat
syahadat), namun golongan ini tidak setia melaksanakan syariat yang
dianggap sebagai ritual belaka. Karena Sunan Kalijaga termasuk golongan abaah
ini, beliau menjadi lebih terkenal dibanding wali wali yang
lain, khususnya wali yang asli Jawa atau bukan kelahiran Jawa.
sebagai tokoh aba’ah atau abangan, Sunan Kalijaga mendapatkan banyak murid
yang menjadi orang orang besar dan terkenal, dan punya peran
khusus dalam penyebaran Islam.
Mereka itu antara lain: Joko
Tingkir, Ki Ageng Pemanahan juru Martani, Penjawi, Ki Ageng Selo,
Ki Ageng Pandanaran atau Sunan Tembayat, Bathoro Katong atau Joko Katong, dan
sebagainya.