Biografi Imam Ath-thabari
Friday 18 March 2016
Sudut Hukum | Ath-thabari yang nama lengkapnya adalah
Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Khalid ath-thabari, ada
pula yang mengatakan Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib
ath-thabari.[1]
Beliau dilahirkan di Amil Ibu kota Tabaristan pada tahun 224 hijriah.[2]
Beliau merupakan salah seorang ilmuwan
yang sangat mengagumkan dalam kemampuannya mencapai tingkat tertinggi dalam berbagai
disiplin ilmu, antara lain fiqih (hukum Islam ) sehingga pendapat-pendapatnya
yang terhimpun dinamai mazhab al-Jaririyah[3]
dan beliaupun telah hapal al-Qur’an ketika usianya masih sangat muda yaitu
dalam usia tujuh tahun. Hal ini sebagaimana yang telah dikatakannya : “Aku
telah menghapal al-Qur’an ketika berusia tujuh tahun dan menjadi imam shalat
ketika aku berusia delapan tahun serta mulai menulis hadits–hadits Nabi pada
usia sembilan tahun”.[4]
Beliau dibesarkan pada salah satu periode
keemasan ilmu-ilmu Agama Islam dan masa di mana penguasa mendorong dan
menghargai ilmu pengetahuan dan para ilmuwan. Kurun masa hidup ath-thabari adalah
masa-masa di mana peradaban Islam setelah melalui tahap pembentukannya, tengah
bersiap menunjukkan kekuatan dan semangatnya di panggung sejarah dunia. Pada
waktu itu banyak pemikir dan sarjana Islam yang melibatkan diri dalam studi dan
penelitiaan berbagai disiplin ilmiah.
Ath-Thabari mulai menuntut ilmu ketika ia
berumur 12 tahun, yaitu pada tahun 236 hijriah di tempat kelahirannya.[5] Setelah
ia menuntut ilmu pengetahuan dari para ulama-ulama terkemuka di tempat kelahirannya,
Amil, seperti kebiasaan ulama-ulama lain pada waktu itu Ibn Jarir dalam
menuntut ilmu pengetahuan mengadakan perjalanan ke beberapa daerah Islam.
Dalam bidang sejarah dan Fiqih, ia
berangkat menuju Baghdad untuk menemui Imam Ahmad bin Hambal, tetapi diketahui
ia telah wafat sebelum Ibn Jarir sampai di negeri tersebut, untuk itu
perjalanan dialihkan menuju ke Kufah dan di negeri ini ia mendalami Hadits dan ilmu-ilmu
yang berkenaan dengannya. Kecerdasan dan kekuatan hafalannya telah membuat
kagum ulama-ulama di negeri itu. Kemudian ia berangkat ke Baghdad di sana ia
mendalami ilmu-ilmu al-Qur'an dan fiqih Imam Syafi'i pada ulama-ulama terkemuka
di negeri tersebut, selanjutnya ia berangkat ke Syam untuk mengetahui
aliran-aliran fiqih dan pemikiran-pemikiran yang ada di sana.
Kemudian ia berangkat ke Mesir dan di
sana ia bertemu dengan ulama-ulama terkemuka bermazhab Syafi'i seperti al-Rabi
bin Sulaiman dan al-Muzzani, dari kedua ulama tersebut Ibn Jarir banyak
mengadakan diskusi-diskusi ilmiah dan di Negeri ini juga ia bertemu dengan
Muhammad Ibnu Ishaq Ibnu Khuzaimah seorang pengarang kitab al-Sirah,
diriwayatkan bahwa Ibn Jarir ath-thabari dalam menulis kitab "Tarikh
al-Umam Wa al-Mulk" yang sangat terkenal banyak berdasarkan kitab al-Sirah
ini, dari mesir ia kembali ke tempat kelahirannya, kemudian ia pergi ke
Bagdad dan di negeri tersebut ia menghabiskan sisa umurnya dalam mengajar dan mengarang.[6] Beliau
wafat pada usia 86 tahun, yaitu pada tahun 310 Hijriah.[7]
Imam Ath-thabari juga sangat terkenal di
Barat, biografinya pertama kali diterbitkan di Laiden pada tahun 1879-1910.
Julius Welhousen menempatkan itu ketika ia membicarakan zaman ( 660-750 ) dalam buku The Arab Kingdom and its
Fall.[8]
[1] Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-thabari, Jami al-Bayan An Ta'wil ai al-Qur'an, Dar
al-Fikr, Bairut, Libanon, hlm. 3
[2] M. Husain az-Dhahabi, al-Tafsir Wa al-Mufassirun, Dar al-Fikr, Beirut, t. th., hlm. 205
[3] M. Hasbi ash-Shiddiqy, Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Bulan Bintang, Jakarta, 1972, hlm. 41
[4] Ya’qub al-Hamawy, Mu’jam al-Udaba, al-Halaby, Cairo, 1936, Jilid 1, hlm. 598
[5] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-thabari, op. cit., hlm.3
[6] Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1992, hlm. 362
[7] M. Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur'an, Bulan Bintang, Jakarta, 1972, hlm. 222
[8] J. J.G. Jansen, Diskursus Tafsir al-Qur'an Modern, Terjemahan Hairussalim, Tiara Wacana, Jakarta, 1997, hlm. 91