Hukum Melanggar Perjanjian Penggunaan Software
Sunday, 2 February 2014
SUDUT HUKUM | Hukum berubah sesuai dengan tempat dan waktu, perbedaan tempat dapat menghasilkan ketentuan hukum yang berbeda, Imam Asy-syafii misalnya, beliau mengubah fatwanya yang pertama (qaul qadim di bagdad) dengan fatwa yang baru yang dikenal dengan qaul jaded ketika beliau pindah ke Mesir.
Perkembangan teknologi juga menjadi salah satu factor perubahan hukum. Sebelum tahun 1990, mungkin UU yang mengatur tentang masalah teknologi belum diperlukan, namun sekarang hal itu merupakan sesuatu yang sangat diperlukan masyarakat. Oleh sebeb itu pada tahun 2008 Indonesia mensahkan UU ITE sabagai paying hukum bagi pengguna Internet.
Meskipun sedikit terlambat dibandingkan dengan Negara-negara tetangga dalam hal ini tetap harus kita syukuri.
Mengapa hal itu diperlukan? Sebagaimana kita ketahui, perkembangan teknologi ibarat pisau bermata dua. Selain berdampak positif juga banyak menimbulkan dampak negative. Salah satu dampak negatifnya adalah pembajakan software.
Mahalnya harga-harga software yang asli menyebabkan para cracker untuk melakukan software cracking, baik untuk mendapatkan keuntungan ataupun hanya untuk dimanfaatkan secara pribadi. Hal ini akan berdampak bagi pembuat software itu sendiri.
Kalau kita lihat dari pandangan hukum, hal ini merupakan suatu hal yang melanggar hukum. Karena pengguna software bajakan sudah melanggar perjanjian yang terdapat pada software tersebut.
Jika kita melakukan penginstallan software, kita akan melihat tampilan licence agreament,
Dalam kolom tersebut kita akan mengatahui apakah itu bersifat gratis, adware ataupun trial. Sehingga ketika cracker memodifikasi software tersebut, itu sama saja telah melanggar perjanjian.
Hal ini bisa dijerat dengan menggunakan pasal 72 ayat 3 Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang berbunyi:
“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Juga bisa dijerat dengan Pasal 34 UU ITE
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
Ketentuan pidana bagi pelanggar pasal 34 adalah seperti yang tersebut dalam pasal 50, yang berbunyi:
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).