Merespon ketidak-adilan dengan ketidak-adilan adalah salah.
Tuesday, 25 February 2014
Sudut Hukum | Pada tahun 399 SM, filosof terkenal, Socrates
dihukum mati. Hal ini bermula ketika Socrates
melontarkan pendapat-pendapatnya. Sehingga, apa yang dihasilkan oleh buah
pikiran Socrates dinggap telah mengagu keamanan Negara.
Pada tahun 399 SM Socrates diadili atas 3
tuduhan, yaitu:
- meracuni pikiran generasi muda,
- tidak mempercayai para dewa dan
- memperkenalkan agama baru.
setelah dilakukan voting, hasilnya 280
setuju dan 220 menolak untuk dihukum mati. Sebelum di hukum mati, dia ditahan. Pada
telah malam, datang seorang seorang sahabatnya yang bernama crito. Crito menawarkan
cara agar Socrates bebas dari tahanan, karena crito menganggap bahwa putusan
itu tidak adil.
Namun tidak disangka oleh crito, bahwa Socrates
menjawab: “merespon ketidak-adilan dengan ketidak-adilan adalah salah”.
Belajar dari Socrates.
Menjelang PEMILU di Indonesia, Khususnya di
Aceh, ada baiknya kalau kita belajar dari jawaban Socrates. “merespon
ketidak-adilan dengan ketidak-adilan adalah salah”.
Aceh pasca konflik sudah dipimpin oleh
mantan kombatan dengan berkendaraan partai local, namun di tengang-tengah
perjalanan kepemimpinannya sudah menimbulkan beberpa konflik, mulai dari
konflik bendera, wali nanggroe, dan yang akhir-akhir ini sudah muncul konflik
antar parlok.
Parlok yang tidak berada dalam tatanan
pemerintahan menganggap bahwa kepemimpinan saat ini tidak adil, tidak seperti
yang diharapkan oleh rakyat.
Konflik ini semakin meluas, bahkan sudah
sampai pada tahap saling menyalahkan, dan tahap penjelekan. Hal ini terlihat dari sindiran-sindiran oleh
ke dua belah pihak. Masing masing parlok melontarkan
kata kata yang tidak enak didengar.
Seharusnya, jika pemerintahan saat ini
dianggap tidak adil apa salahnya membantah dengan cara yang baik. Seperti kata Socrates
: “merespon ketidak-adilan dengan ketidak-adilan adalah salah.”