Antara Hukum dan Moral
Thursday, 24 April 2014
SUDUT HUKUM | Moral berhubungan dengan
manusia sebagai individu sedangkan hukum(kebiasaan, sopan santun)
berhubungan dengan manusia sebagai makluk sosial.
Antara
hukum dan moral terdapat perbedaan dalam hal tujuan, isi, asal cara
menjamin pelaksanaannya dan daya kerjanya.
a. Tujuan moral adalah menyempurnaan
manusia sebagai individu.
a. Moral yang bertujuan penyempuraan
manusia berisi atau memberi peraturan-peraturan yang bersifat
batiniah(ditujukan kepada sikap lahir).
Perbedaan
diatas pertama kali dikemukakan oleh Emanuel Kant. Batasan perbedaan tersebut
jangan dilihat terlalu tajam, karena hukum tidak semata-mata (mutlak)
memperhatikan tindakan-tindakan lahiriah saja, demikian pula moral tidak hanya
memperhatikan perilaku batiniah saja.
Penjelasan
bahwa hukum menghukum mereka yang melakukan delik hanya apabila
perbuatannya itu dapat dipertanggung jawabkan, yaitu kalau ada kesalahan.
Itupun masih dibedakan ada kesenjangan atau kelalaian atau tidak. Demikian pula
hukum memberikan akibat pada perbuatan yang dilakukan dengan iktikat
baik atau tidak.
Apabila
perbuatan lahiriah orang itu sesuai dengan peraturan hukum, maka tidak
akan ditanya mengenai batinnya. Hukum sudah puas dengan perilaku
lahiriah yang sesuai dengan peraturan hukum(cogitationis poenam nemo
patitur: niemand worldt gestraft voor wat hij denkt).
Apabila
seseorang berbuat bertentangan dengan hukum maka baru akan
dipertimbangkan juga sikap batinnya. Perbuatan akan ditentukan oleh
motief(alasan): contoh pria-wil. Oorzaak: tujuan, motief.
Moral
sebaliknya selalu menanyakan tentang sikap sikap batin dan tidak puas dengan
sikap lahir saja.
Kalau yang
diperhatikan hanya perbuatan yang memenuhi tuntutan hukum maka ada
perbedaan tajam antara hukum dan moral.
Tetapi kalau
hubungan dengan perbuatan yang bersifat melawan hukum, maka moral dan hukum
itu saling bertemu. Dalam hal perbuatan melawan hukum, moral dan hukum
itu saling bertemu. Disini moral dan hukum mempunyai bidang bersama.
Perbedaan antara hukum dan moral disini ialah bahwa jalan menuju ke
bidang bersama itu bertentangan arah, yaitu bagi hukum dari luar(dari
perbuatan lahir) ke dalam(ke batiniah). Bagi moral dari dalam keluar(gierke).
Pandangan
ini agak terlalu jauh. Pertemuan antara moral dan hukum dapat juga
terjadi diluar perbuatan melaan hukum.
Seringkali hukum
harus menghukum perbuatan yang timbul dari motif yang dibenarkan oleh
moral. Ini merupakan akibat perbedaan dalam tujuan antara hukum dan
moral. Sebab syarat untuk adanya kehidupan bersama yang lebih baik dengan yang
baik dengan yang ditentukan oleh moral bagi manusia sebagai individu. Contoh :
pembunuhan atas perintah komandan; sumpah diganti janji.
Menurut Kant ada dua antara lain :
a) Moral itu otonom
Didalam hukum
ada kekuasaan luar(kekuasaan diluar “aku”) yaitu masyarakat yang memaksakan
kehendak. Kita tunduk pada hukum diluar kehendak kita. Hukum
mengikat kita tanpa syarat. Sebaliknya perintah batiniah(moral) itu merupakan
syarat yang ditentukan oleh manusia sendiri. Moral mengikat kita karena
kehendak kita.
Hukum bertujuan tatanan kehidupan bersama
yang tertib. Tujuan ini hanya dapat dicapai apabila diatas dan diluar manusia
individual ada kekuasaan yang tidak memihak yang mengatur bagaimana mereka
harus bertindak satu sama lain.
Moral
bertujuan penyempurnaan manusia. Tujuan ini hanya dapat ditentukan oleh
masing-masing untuk dirinya sendiri.
Banyak yang
menyangkal sifat otonom dari moral.
Disamping
ada moral objektif atau moral positif(kebiasaan, sopan santun) ada moral
otonom. Yang terakhir ini adalah moral yang sesungguhnya.
Hukum sebagai peraturan tentang perilaku
yang bersifat heteronom berbeda dengan moral dalam cara menjamin
pelaksanaannya.
Moral
berakar dalam hati nurani manusia, berasal dari kekuasaan dari dalam diri
manusia. Disini tidak ada kekuasaan luar yang memaksa manusia mentaati perintah
moral. Paksaan lahir dan moral tidak mungkin disatukan. Hakikat perintah moral
adalah bahwa harus dijalankan dengan sukarela. Satu-satunya perintah kekuasaan
yang ada dibelakang moral adalah kekuasaan hati nurani manusia. Kekuasaan ini
tidak asing juga pada hukum, bahkan mempunyai peranan penting.
Pada umumnya
peraturan-peraturan hukum dilaksanakan secara sukarela oleh karena kita
dalam hati nurani kita merasa wajib. Hukum dalam pelaksaannya terdapat
dukungan moral.
Dasar
kekuasaan batiniah dari hukum ini dapat berbeda. Dapat terjadi karena
isi peraturan hukum memenuhi keyakinan batin kita. Akan tetapi dapat
juga isi peraturan hukum kita mematuhinya.
Dibelakang hukum
masih ada kekuasaan disamping hati nurani kita. Masyarakat yang menerapkan
peraturan-peraturan hukum itu mempunyai alat kekuasaan untuk
melaksanakan pelaksanaanya kalau tidak dilaksanakan.
Pelaksanaan hukum
tidak seperti moral yang hanya tergantung pada kekuasaan batiniah, tetapi masih
dipaksakan juga oleh alat-alat kekuasaan lahir/luar.
5. Perbedaan hukum dan moral
dalam daya kerjanya.
Antara hukum
dan moral ada perbedaan dalam daya kerjanya.
Hukum mempunyai 2 daya kerja : memberika
hak dan kewajiban yang bersifat normatif dan atributif. Moral hanya membebani
manusia dengan kewajiban semata-mata Bersifat normatif. Perbedaan ini merupakan
penjabaran dari perbedaan tujuan.
Hukum bertujuan tatanan kehidupan bersama
yang tertib dan membebani manusia dengan kewajiban demi manusia lain. Moral
yang bertujuan penyempurnaan manusia mengarahkan peraturan-peraturannya kedapa
manusia sebagai individu demi manusia itu sendiri.
Hukum menuntut legalitas: yang dituntut
adalah pelaksaan atau pentaatan kaedah semata-mata.
Moral
(kesusilaan) menuntut moralitas: yang dituntut adalah perbuatan yang didorong
oleh rasa wajib.
Kewajiban
adalah beban kontraktual sedangkan tanggung jawab adalah beban moral.