JANGAN MEREMEHKAN SHALAT TARAWIH
Wednesday, 9 July 2014
SUDUT HUKUM | Ramadhan adalah bulan
istimewa. Keistimewaan itu tidak hanya terletak pada kewajiban berpuasa bagi
umat muslim, tetapi juga pada ragam ibadah yang hanya tersedia selama bulan
Ramadhan dan juga lipatan pahala bagi yang mengerjakan. Diantara ibadah yang hanya
ada di bulan ramadhan adalah shalat tarawih. Seringkali seorang muslim
menganggap sepele terhadap tarawih, karena jumlah rakaat yang panjang dan hukumnya
yang sunnah. Berbeda dengan puasa yang diwajibkan selama bulan Ramadhan
serta pahala yang dijanjikannya.
Meskipun
secara fiqih tarawih hukumnya sunnah (tidak ada ancaman siksa bila
ditinggalkan), tidak serta merta dibenarkan jika lantas disepelekan. Hal ini
persis seperti yang tergambar dalam hadits Rasulullah saw:
قال أنس رضي الله عنه كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يرغب فى
صلاة التراويح من غير أن يأمر فيها بعزيمة ويقوا ان الله تعالى فرض صيام رمضان
وسننت قيامه فمن صامه وقامه ايمانا واحتسابا خرج من ذنوبه كيوم ولدته امه
Anas ra. pernah berkata bahwa Rasulullah saw sangat gemar shalat tarawih walaupun tidak diperintahkan dengan keras (sunnah), beliau bersabda: Sesungguhnya Allah swt telah mewajibkan puasa Ramadhan dan Aku men-sunnahkan mendirikan sembahyang malam Ramadhan (tarawih), maka barang siapa berpuasa (di siang bulan Ramadhan) dan mendirikan shalat (pada malamnya) dengan penuh iman dan keikhlasan, maka terbebaslah dia dari dosanya seperti ketika ia dilahirkan oleh ibunya.
Jika
Rasulullah saw yang telah dijamin oleh Allah sawt dengan surganya masih gemar
shalat tarawih apakah umatnya boleh begitu saja meninggalkannya, hanya karena
pertimbangan hukum sunnah? Tentu tidak. Karena meninggalkan apa yang
digemari Rasulullah saw sama artinya dengan tidak menghormati dan tidak
mencintainya. (NU)