Lima Sifat Hamba Allah
Tuesday, 8 July 2014
الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ
“ (Yaitu) orang-orang yang sabar, yang jujur, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.”( Qs Ali Imran : 17)
Ayat di atas menunjukkan lima sifat hamba-hamba Allah yang dijanjikan syurga
kepada mereka. Lima sifat tersebut sebagai berikut :
Sifat Pertama :
As-Shabirin
Sabar
adalah menahan diri untuk menjalankan perintah Allah dan meninggalkan
larangan-Nya serta tabah terhadap musibah yang menimpanya.
Oleh
karenanya, para ulama membagi sabar menjadi tiga tingkatan :
Tingkatan Pertama : Sabar
di dalam ketaatan, yaitu menata diri untuk selalu mengerjakan perintah-perintah
Allah dan Rosul-Nya.
Sabar di
dalam ketaatan ini adalah tingkatan sabar yang paling tinggi, kenapa ? karena
untuk melakukan suatu ketaatan, diperlukan kemauan yang sangat kuat, dan untuk
menuju pintu syurga seseorang harus mampu melewati jalan-jalan yang dipenuhi
dengan duri, ranjau dan segala sesuatu yang biasanya dia benci dan tidak dia
sukai, sebagaimana sabda Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وحَفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ
Dan jalan menuju syurga itu dipenuhi dengan sesuatu yang tidak kita senangi ( HR Muslim )
Tingkatan Kedua : Sabar terhadap maksiat, yaitu selalu menahan diri
untuk selalu menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah dan Rosul-Nya.
Bentuk
sabar ini jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan bentuk sabar yang pertama,
karena meninggalkan sesuatu yang dilarang jauh lebih ringan daripada
mengerjakan sesuatu yang diperintah.
Walaupun
sebenarnya dalam masalah ini, kadang sifatnya sangat relatifnya, artinya bagi
seseorang mungkin lebih ringan meninggalkan sesuatu yang dilarang daripada
mengerjakan sesuatu yang diperintah, sementara bagi orang lain justru yang
terjadi adalah sebalikny, dia merasa lebih ringan mengerjakan sesuatu yang
diperintahkan kepadanya daripada meninggalkan sesuatu yang dilarang. Inipun
tergantung kepada bentuk larangan dan perintah.
Umpamanya
kebanyakan orang bisa bersabar untuk tidak berzina, akan tetapi tidak bisa
bersabar untuk selalu mengerjakan sholat berjama’ah di masjid. Sebaliknya
kebanyakan orang sangat sulit dan tidak bisa bersabar untuk meninggalkan ”
ghibah ” ( membicarakan kejelekan orang lain ), akan tetapi sangat bisa dan
sabar kalau diperintahkan untuk berbuat baik kepada orang lain. Contoh-contoh
seperti ini sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari.
Tingkatan Ketiga : Sabar terhadap musibah, yaitu menahan diri dan tidak
mengeluh ketika terkena musibah.
Ini
adalah bentuk sabar yang paling ringan, karena sesuatu itu sudah terjadi di
depannya, dan dia tidak bisa menghindarinya, artinya dia bersabar atau tidak
bersabar sesuatu itu sudah terjadi. Akan tetapi walaupun begitu, masih banyak dari
kaum muslimin yang tidak bisa sabar ketika tertimpa musibah. Sabar dalam bentuk
ini tersebut dalam firman Allahsubhanahu wa ta’ala :
وَلَنَبلُوَنّكُم بِشَىءٍ مِنَ الخَوفِ وَالجُوعِ
وَنَقصٍ مِنَ الأموَالِ وَالأَنفُسِ وَالثّمَراتِ وَبَشِرِ الصّابِرينَ
“ Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.( QS Al Baqarah : 155 )
Dalam hadist Ummu Salamah
disebutkan bahwasanya Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda
:
إذا أصاب أحدكم مصيبة فليقل: إنا لله وإنا إليه راجعون،
اللهم عندك أحتسب مصيبتي فأجرني فيها، وأبدل لي بها خيراً منها .
” Jika diantara kalian tertimpa musibah, hendaknya berkata : ” Sesunggunya kami milik Allah dan sesunguhnya kami akan kembali pada-Nya, Ya Allah saya hanya mencari pahala dari musibah ini di sisi-Mu, maka berikanlah kepada-ku pahala itu, dan gantikanlah aku dengan sesuatu yang lebih baik dari musibah ini ” ( HR Abu Daud )
Hadist di atas benar-benar
dipraktekkan oleh para sahabat, bahkan oleh Ummu Salamah sendiri, tepatnya
ketika suaminya Abu Salamah pada detik-detik terakhir dari hidupnya dia berdo’a
: ” Ya Allah gantilah untuk keluargaku seseorang yang lebih baik dariku ”
Dan ketika Abu Salamah telah meninggal dunia, Ummu Salamah berdoa’: “Sesunggunya kami milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya, Ya Allah saya hanya mencari pahala dari musibah ini di sisi-Mu.”
Kemudian apa yang terjadi
setelah Ummu Salamah tetap sabar, tabah dan berdo’a sebagaimana yang diajarkan
oleh Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Ternyata Allah
mengabulkan do’a tersebut dan Ummu Salamah mendapat ganti suami yang lebih baik
dari Abu Salamah, yaitu Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Sifat Kedua : Ash-Shodiqin
Ash-Shodiqin ini mempunyai
tiga pengertian :
Pengertian
Pertama : As-Shadiqin adalah orang-orang yang membenarkan apa yang
datang dari Allah dan Rasul-Nya, walau kadang tidak sesuai dengan nalar
akalnya, atau mungkin mereka belum memahaminya.
Ini
seperti yang dialami oleh Abu Bakar as-Siddiq yang membenarkan apa saja
yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, walaupun
kadang kurang bisa dipahami dengan nalarnya.
Sebagaimana
dalam peristiwa Isra Mi’raj, ketika beliau ditanya oleh orang-orang kafir
Qurays, “ Wahai Abu Bakar, temanmu mengaku dia bisa melakukan perjalanan dari
Mekkah ke Palestina, hanya dalam waktu semalam, apakah kamu tetap percaya
dengan ucapannya ? “ Maka beliau menjawab : “ Jika beliau yang mengatakan
demikian, maka saya mempercayainya.”
Semenjak
itulah Abu Bakar diberi gelar “ ash-Shiddiq “ karena selalu membenarkan apa
yang datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pengertian Kedua : as-Shadiqin
as-Shadiqin adalah orang yang antar lahir dan batinya sama, apa yang ditampakkan dan yang disembunyikan sama, amal hati dan perbuatan anggota badan sejajar dan sama, serta tidak ada pertentangan antar keduanya.
Sebaliknya
orang munafik adalah orang yang menampakan keimanan secara lahir tetapi
menyembuyikan kekafiran di dalam batin mereka.
Pengertian Ketiga : ash-Shadiqin
ash-Shadiqin adalah orang yang mempunyai kemauan keras dan niat yang tulus untuk meniti jalan yang benar.
Ketiga
pengertian tersebut terdapat dalam diri para sahabat, khususnya para muhajirin
yang meninggalkan kampung halaman dan harta kekayaan mereka, demi mencari ridha
Allah, dan berhijrah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke
kota Madinah.
Orang-orang
seperti ini tidak menyembuikan apa –apa di dalam hati mereka, kecuali mencari
ridha Allah dan membenarkan apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam , artinya hati dan perbuatan mereka sama dan
seimbang.
Selain
itu mereka juga mempunyai azzam dan niat yang kuat untuk berjalan di atas jalan
yang benar .
Oleh
karenanya, Allah memerintahkan kita untuk selalu membersamai orang-orang yang
mempunyai sifat ash-Shodiqin ini, sebagaimana di dalam firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. “ ( Qs at-Taubah : 119 )
Sifat Ketiga : al-Qonitin
Al-Qonitin berasal
dari qanata-yaqnutu-qunutan yang berarti taat dan patuh. Ada
yang mengartikan qunut adalah berdiri di hadapan Allah dalam rangka beribadah
dan patuh kepada-Nya. Berarti al-Qanitin adalah orang-orang yang patuh
terhadap perintah Allah dan rasul-Nya.
Syekh as-Sa’di mengartikan
qunut sebagai berikut :
دوام الطاعة مع مصاحبة
الخشوع والخضوع
“ Ketaatan yang kontinu yang diiringi rasa khusu’ dan patuh. “
Perempuan sholehah yang patuh kepada Allah dan rasul, serta taat kepada
perintah suami disebut dengan “ al-Qanitah “, sebagaimana
firman Allah :
فَالصَّالِحَاتُ
قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“ Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).”(Qs. an-Nisa : 34 )
Sifat Keempat : Al-Munfiqin
Yaitu
orang-orang yang selalu meginfakkan harta mereka di jalan Allah dalam keadaan
lapang maupun dalam keadaan senang. Ini sesuai dengan firman Allah:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ
فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ
النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”( Qs. Ali-Imran :134)
Sifat keempat ini menunjukkan bahwa hamba-hamba Allah bukanlah mereka yang
hanya asyik sendiri menikmati ibadah kepada Allah yang bersifat vertikal,
seperti sholat, dzikir, berdoa dan membaca al-Qur’an, tetapi mereka juga
memperhatikan masyarakat sekitar dan empati kepada orang-orang yang lemah dan
membutuhkan.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari
gua hira dan pulang ke rumah dalam keadaan takut dan panik, Khadijah radhiyallahu
‘anha menghiburnya seraya mengatakan:
كلا … والله لا يخزيك الله أبدا ، إنك لتصل الرحم ،
وتقرى الضيف ، وتحمل الكل ، وتكسب المعدوم ، وتعين على نوائب الحق .
Sekali- kali tidak ! Demi Allah , sekali- kali Allah tidaklah akan menghinakan kamu selamanya , sesungguhnya anda benar-benar orang yang suka menyambung tali persaudaraan, menghormati para tamu, menanggung orang – orang yang membutuhkan, berusaha memenuhi kebutuhan orang-orang yang tidak mampu, dan membantu orang –orang yang ditimpa musibah.”
Sifat Kelima : Al-Mustaghfirin bi al-Ashar
Yaitu
orang-orang yang beristighfar di waktu sahur, memohon ampun kepada Allah
atas segala dosa dan kesalahannya. Hal ini juga menunjukkan keutamaan waktu
sahur. Di dalam ayat lain juga disebutkan ciri orang bertaqwa:
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ
يَسْتَغْفِرُونَ
“ Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” ( Qs adz-Dzariyat : 18 )
Ketika anak-anak nabi Ya’qub
meminta kepada beliau agar dosa-dosa mereka dimaafkan oleh Allah, maka beliau
mengundurkan untuk memohon kepada Allah sampai waktu sahur. Allah berfirman:
قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“ Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku (nanti pada waktu sahur ). Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".( Qs Yusuf : 98 )
Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda
:
ينزل ربنا تبارك وتعالى
إلى السماء الدنيا كل ليلة حين يبقى ثلث الليل الآخر فيقول: من يدعوني فأستجيب له،
من يسألني فأعطيه، من يستغفرني فأغفر له، حتى ينفجر الفجر
"Tuhan kami turun ke langit dunia setiap malam ketika tersisa sepertiga malam yang terakhir. Dia berfirman, 'Siapa yang berdoa kepadaKu niscaya Aku menjawabnya. Siapa yang meminta kepadaKu niscaya Aku memberinya dan siapa yang memohon ampun kepadaKu niscaya Aku mengampuninya." (HR Bukhari dan Muslim )
Di dalam hadist Syadad bin Aus bahwasanya Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa Sallambersabda :
سيد الاستغفار أن تقول : اللهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ
إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي، وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ
مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شِرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ
بِالنِّعْمَةِ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ
الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ قال - مَن قَالها مِن النَّهارِ مُوقناً بِها فَماتَ مِن
يومهِ قَبل أنْ يُمسِي فَهو مِن أَهل الجَّنةِ، ومَن قَالها مِن اللَّيْلِ وهُو
مُوقِنٌ بِها فَماتَ قَبل أنْ يُصبحُ فَهو مِن أَهل الجنة .
Sayidu al-Istighfar adalah anda berdoa : ” Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Rabb-ku, Tiada Ilah kecuali Engkau, Engkau telah menciptakanku, sedang aku adalah hamba-Mu, aku akan berusaha memenuhi janji-janjiku kepada-Mu sekuat tenagaku, aku berlindung kepada-Mu dari apa perbuatan jelekku, aku mengakui akan nikmat-Mu yang Engkau berikan kepadaku dan aku mengakui juga atas dosa yang pernah aku perbuat, maka ampunilah diriku, sesungguhnya tiada yang mampu mengampuni dosa kecuali Engkau ya Allah. ”Barang siapa yang mengucapkan doa ini ( yaitu doa sayidul istihgfar ) pada siang hari dengan menyakini isinya, kemudian mati pada hari itu, sebelum datang waktu sore, niscaya dia termasuk ahli syurga. Dan barang siapa yang membacanya pada malam hari dengan menyakini isinya, kemudian dia mati sebelum datangnya pagi, niscaya dia termasuk ahli syurga ”. ( HR Bukhari )--Wallahu A’lam,
Oleh: Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA