Nabi Sulaiman, Semut, dan Cacing
Tuesday, 8 July 2014
SUDUT
HUKUM | Pada
suatu hari Nabi Sulaiman a.s. duduk di pinggir danau. Sejurus kemudian, ia
melihat seekor semut membawa sebiji gandum. Nabi Sulaiman a.s. terus
memperhatikan semut itu, yang tengah menuju ke tepi danau.
Tiba-tiba ada seekor katak yang keluar dari dalam
air seraya membuka mulutnya. Entah bagaimana prosesnya, semut itu kemudian
masuk ke dalam mulut katak. Kemudian, katak itu pun menyelam ke dasar danau
dalam waktu yang cukup lama.
Sementara Nabi Sulaiman a.s. memikirkan peristiwa
barusan, katak tersebut keluar dari dalam air dan membuka mulutnya. Lalu semut
itu keluar, sementara sebiji gandum yang dibawanya sudah tidak ada lagi
bersamanya.
Nabi Sulaiman a.s. memanggil semut itu dan
menanyakan kepadanya tentang apa yang dilakukan barusan, ”Wahai semut, apa yang
kamu lakukan selama berada di mulut katak?”
”Wahai Nabiyullah, sesungguhnya di dalam danau ini
terdapat sebuah batu yang cekung berongga, dan di dalam cekungan batu itu
terdapat seekor cacing yang buta,” jawab semut.
“Cacing tersebut tidak kuasa keluar dari cekungan
batu itu untuk mencari penghidupannya. Dan sesungguhnya Allah telah
mempercayakan kepadaku urusan rezekinya,” lanjut semut.
”Oleh karena itu, aku membawakan rezekinya, dan
Allah swt. telah menguasakan kepadaku sehingga katak ini membawaku kepadanya.
Maka air ini tidaklah membahayakan bagiku. Sesampai di batu itu, katak ini
meletakkan mulutnya di rongga batu itu, lalu aku pun dapat masuk ke dalamnya,”
“Kemudian setelah aku menyampaikan rezeki kepada
cacing itu, aku keluar dari rongga batu kembali ke mulut katak ini. Lalu katak
ini mengembalikan aku di tepi danau.”
Nabi Sulaiman a.s. kemudian bertanya, ”Apakah kamu
mendengar suara tasbih cacing itu?”
”Ya, cacing itu mengucapkan: Yâ man lâ yansani fî jaufi hâdzihi bi
rizqika, lâ tansâ ‘ibâdakal mu’minîna bi rahmatik (Wahai
Dzat Yang tidak melupakan aku di dalam danau yang dalam ini dengan rezeki-Mu,
janganlah Engkau melupakan hamba-hamba-Mu yang beriman dengan rahmat-Mu)."
Demikianlah, Allah mengatur rezeki segenap
makhluknya, termasuk manusia. Sebagaimana pesan al-Qur’an dalam surat Hûd ayat
6: Wa mâ min dâbbatin fil ardli illâ
‘alaLlahi rizquhâ (Dan tidak ada suatu binatang melata
pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezekinya). (NU)