Pengertian Fiqh
Wednesday, 6 August 2014
SUDUT HUKUM | Fiqh (الفقه) adalah bahasa Arab dalam bentuk mashdar (kata dasar) yang fi’il-nya (kata kerjanya) adalah فقه يفقه فقها. Kata fiqh semula
berarti العلم (pengetahuan) dan الفهم (pemahaman). Al-fiqh, al-‘ilm dan al-fahm merupakan kata-kata yang sinonim. Dalam
bahasa Arab dikatakan:
فلان
يفقه الخير و الشر
“Si fulan mengetahui dan memahami kebaikan dan keburukan”.
Al-Jurjani mengatakan bahwa al-Fiqh menurut bahasa
berarti:
فهم
غرض المتكلم عن كلامه
“Memahami maksud pembicara dari perkataannya”.
Tetapi Imam muhammad Abu Zahrah sedikit
membedakan antara lafadz “al-Fiqh” dengan “al-Fahm”. Beliau mengatakan bahwa al-Fiqh berarti:
“Pemahaman yang mendalam lagi tuntas yang dapat menunjukkan tujuan dari perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan”.
Dalam al-Qur’an banyak digunakan kata al-Fiqh dengan arti mengetahui
dan memahami secara umum, sebagaimana tersebut di atas dengan berbagai
perubahan bentuknya, di antaranya adalah:
فما ل
هؤلاء القوم لا يكادون يفقهون حديثا
“Mengapa kaum munafiq itu hampir tidak dapat memahami hakikat kebenaran…”. (QS. Al-Nisa`: 78)
قالوا
يا شعيب ما نفقه كثيرا مما تقول
“…Mereka berkata: Hai Syu’aib, kami tidak begitu mengerti tentang apa yang engkau bicarakan…”. (QS. Hud: 91)
وطبع
علي قلوبهم فهم لا يفقهون
“…Karena
itu Tuhan menutup hatinya, sehingga mereka tidak mengerti”. (QS. Al-Taubah:
87)
فلولا
نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدين
“…Mengapa tidak berangkat pula dari tiap-tiap golongan itu satu rombongan lain untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama…”? (QS. Al-Taubah: 122)
Demikian
pula sabda Rasulullah SAW:
من
يرد الله خيرا يفقهه في الدين
“Barang siapa dikehendaki Allah mendapat kebaikan, niscaya Allah akan berikan kepadanya mengerti tentang agama”.
Jelaslah bahwa kata al-Fiqh menurut bahasa, dari semua ayat dan hadits
di atas, berarti pengetahuan, pemahaman dan pengertian terhadap sesuatu secara
mendalam. Pengertian ini sangat luas karena meliputi aqidah, ‘ibadah, mu’amalah
dan akhlak.
Secara istilah (terminologi), fiqh
didefinisikan secara eksklusif yang terbatas pada hukum-kuhum yang praktis (‘amali) yang diambil dari
dalil-dalil yang terperinci (tafsili).
Definisi tersebut bisa dilihat berikit ini:
Imam Abu Zahrah mengatakan bahwa al-Fiqh adalah:
العلم
بالأحكام الشرعية العملية من أدلتها التفصيلية
“Ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang praktis (‘amali)yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci (tafsili)”.
Abdul Wahab Khalaf mengemukakan bahwa al-Fiqh adalah:
العلم
بالأحكام الشرعية العملية المكتسبة من أدلتها
التفصيلية
“Ilmu yang menjelaskan hukum-hukum syara’ yang praktis (‘amali) yang diusahakan dari dalil-dalil yang terperinci (tafsili)”.
Lebih jelas lagi imam Abu Hamid al-Ghazali
(wafat tahun 5O5 H) mendefinisikan al-Fiqh sebagai ilmu yang menerangkan hukum-hukum
syara’ yang ditetapkan secara khusus bagi perbuatan-perbuatan para manusia (mukallaf) seperti wajib, haram,
mubah, sunnah, makruh, perikatan yang sahih (sah), perikatan yang fasid (rusak) dan yang batal,
serta menerangkan tentang ibadah yang dilaksanakan secara qada’(pelaksanaannya di luar
ketentuan waktunya) dan hal-hal lain semacamnya.
Jadi, hukum-hukum syara’ yang praktis yang
lahir sebagai hasil dari dalil-dalil yang terperinci itu dinamakan al-Fiqh, baik ia dihasilkan dengan
melalui ijtihad ataupun secara langsung hasil pemahaman terhadap teks al-Qur’an
dan as-Sunnah. Jelaslah bahwa hukum-hukum yang berkaitan dengan aqidah dan
akhlak tidak termasuk dalam pembahasan ilmu fiqih.