Penyakit Hati
Tuesday, 16 September 2014
فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
“Di dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakit
tersebut, dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih akibat apa yang mereka
dustakan“. (Qs. al-Baqarah: 10)
Ada beberapa pelajaran dari ayat di atas, diantaranya:
Kedua: Penyakit hati jauh lebih
berbahaya dari penyakit fisik, hal itu karena beberapa sebab:
1. Allah mencela orang yang mempunyai penyakit hati dan tidak
pernah mencela orang yang mempunyai penyakit fisik.
2. Penyakit hati, seperti iri, dengki dan dendam bisa
menyebabkan munculnya penyakit fisik, seperti stress, sesak nafas, pusing,
jantung, tekanan darah tinggi dan kanker.
3. Penyakit hati menyebabkan orang celaka dunia dan akhirat, berbeda
dengan penyakit fisik yang tidak menyebabkan celaka di akherat.
Ketiga: Allah menyebutkan: “Di dalam hati mereka ada penyakit“ ini menunjukkan bahwa penyakit
tersebut sudah masuk ke dalam tubuh secara permanen, sehingga menjadi akut dan
susah untuk dihilangkan, karena berada di dalam hati. Berbeda kalau menyebut: “
Mereka sakit “, mungkin masih bisa disembuhkan.
Keempat: “Maka Allah menambah penyakit tersebut“, menunjukkan bahwa kekafiran,
kenifak-an dan kemaksiatan itu bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana juga
keimanan itu bisa bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan
berkurang dengan kemaksiatan.
Kelima: Ayat di atas juga
menunjukkan bahwa kesesatan seorang hamba berasal dari perbuataannya sendiri.
Jadi, Allah tidak mendzoliminya, tetapi hamba itulah yang mendzalimi dirinya
sendiri. Orang-orang munafik telah membuat penyakit di dalam hati mereka
sendiri dan pada hakekatnya mereka tidak menginginkan kebenaran dan kebaikan.
Maka, Allah menambah penyakit tersebut sebagai hukuman atas perbuatan mereka
sendiri. Berkata Ibnu
Katsir di dalam
tafsirnya (1/179): “Hukuman sesuai dengan perbuatan”. Hal yang serupa telah
dijelaskan Allah di beberapa ayat-Nya, seperti dalam Qs. al-Baqarah: 10, Qs.
al-Maidah: 49, Qs. al-An’am: 110 dan Qs. ash-Shof: 5.
Kelima: Penyakit hati terdiri dari
penyakit syahwat dan syubhat. Penyakit syahwat berhubungan dengan maksiat
anggota badan, seperti berzina, membunuh, berbohong dan mencuri. Sedang
penyakit syubhat berhubungan dengan hati dan pemikiran, seperti meragukan
kebenaran Islam, menolak hadist shahih dan menyakini adanya nabi setelah nabi
Muhammadshallallahu
‘alaihi wassalam. Penyakit syubhat inilah yang lebih menonjol
dalam diri orang munafik, (Ibnu
Qayyim, Ighatsatu al-Lahfan: 165-166) dan ini lebih berbahaya dari penyakit
syahwat. Karena penderitanya susah untuk disembuhkan. Lihat Qs. an-Nisa : 137
dan Qs. al-Munafiqun: 3.
Keenam: Penyakit syubhat bisa
mengeluarkan seseorang dari keimanan sehingga menjadi kafir, seperti
orang–orang liberal yang meragukan keaslian al-Qur’an dan menolak
kebenaran ajaran Islam serta menyatakan bahwa semua agama benar dan
mengantarkan penganutnya ke dalam Syurga. Begitu juga kelompok Ahmadiyah yang
menyakini adanya nabi seteIah nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, juga
kelompok Ingkar Sunnah yang menolak keberadaan as-Sunnah sebagai sumber hukum
kedua setelah al-Qur’an.
Ketujuh: Untuk mengobati penyakit
syhubhat, seseorang hendaknya belajar dan mencari ilmu syar’I, sebagaimana
firman Allah di dalam Qs. Muhammad: 19; “Maka
ketahuilah bahwa tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah“.
Adapun untuk mengobati penyakit syahwat, seseorang hendaknya sering mengingat
kematian dan menyakini bahwa dunia ini adalah fana, kesenangan di dalamnya
adalah kesenangan sedikit dan menipu. Sedangkan kesenangan abadi hanyalah di
akhirat kelak. Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Perbanyaklah
mengingat penghancur kenikmatan (kematian)”. HR. Tirmidzi “. Wallahu A’lam
Oleh : DR. Ahmad Zain An Najah, MA