-->

Hakim Selingkuh Juga Tanggung Jawab KY

Hakim yang melanggar tidak sampai 3 persen dari sekitar 8.000-an hakim di Indonesia.
NEWS | Mahkamah Agung (MA) menganggap adanya tren selingkuh di kalangan hakim bukan hanya menjadi tanggung jawab MA, tetapi juga Komisi Yudisial (KY) yang berfungsi menjaga kehormatan dan martabat perilaku hakim. Selama ini, MA menilai KY seringkali menonjolkan sisi negatif dari hakim termasuk perilaku hakim selingkuh tanpa memberi solusi bagaimana perilaku buruk itu dapat dicegah.
Hakim Selingkuh Juga Tanggung Jawab KY
“Sejatinya, KY juga mesti mengangkat harkat dan martabat hakim karena masih banyak hakim yang baik. Janganlah ditonjolkan soal hukum-menghukum tanpa melakukan pembinaan terhadap hakim,” ujar Kepala Biro hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur di Kantornya, Rabu (24/12).

MA juga mempertanyakan peran dan tanggung jawab KY selama ini dalam upaya menjaga kehormatan dan martabat hakim. “Kalau KY merasakan ada hakim yang berbuat begitu (selingkuh), kemana saja KY selama ini,” kritik Ridwan.“Kalau dibilang sangat banyak, ya jangan ditonjolkan. Sebab, hakim yang melanggar tidak sampai tiga persen dari sekitar 8.000-an hakim di Indonesia. Jadi, jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga.”

Ridwan mengungkapkan selama ini MA terus menerus mengawasi dan membina para hakim melalui pengadilan tinggi sebagai vorpost (garda) terdepan sebagai upaya pencegahan. Ridwan mengakui sejak beberapa bulan terakhir penanganan kasus selingkuh yang terungkap tidak melibatkan KY. Mereka (hakim) yang terbukti selingkuh umumnya langsung dijatuhi sanksi karena berkaitan dengan harkat martabat hakim juga.

“Dalam beberapa kasus selingkuh, MA bertindak cepat dan langsung menjatuhi sanksi. Sanksinya, tidak diberikan tunjangan selama dua tahun, tidak diperkenankan bersidang selama dua tahun (nonpalu), tidak dinaikkan pangkatnya selama berapa tahun. Itu sudah sangat berat yang bisa memberikan efek jera. Perilaku ini mesti berkaitan dengan pihak-pihak lain, namanya juga selingkuh,” bebernya.

Menurutnya, mekanisme sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) seharusnya digunakan hanya terhadap kasus-kasus yang berat dan luar biasa yang usulan sanksinya berupa pemberhentian. “Jadi, janganlah cepat-cepat kasus selingkuh dibawa ke MKH, kan ada bentuk sanksi lain yang juga bisa memberikan efek jera.”

“KY juga harus berpikir tidak hanya berpikiran hukum-menghukum, tetapi bagaimana jalan keluar agar hakim perilakunya tidak menyimpang. Berikanlah hal-hal yang baik supaya harkat dan martabat hakim itu bisa terjaga. KY kan dibentuk untuk itu,” ujarnya mengingatkan.

Terpisah, Komisioner KY Taufiqurrohman Syahuri membantah kalau KY hanya mencari-cari kesalahan hakim. Sebab, faktanya Laporan Akhir Tahun 2014 KY ada sekitar 10 hakim yang dijatuhi sanksi melalui sidang MKH karena terbukti berselingkuh. Sementara hanya ada dua kasus yang berkaitan dengan suap. Dibandingkan sebelum tahun 2012, kasus selingkuh setiap tahunnya rata-rata hanya satu kasus.

“Seharusnya MA tak perlu malu, menjatuhkan sanksi jangan dianggap menghukum, tetapi dalam rangka menyelamatkan marwah hakim juga. Ibaratnya, operasi tumor di tangan, ya terpaksa tangannya diamputasi daripada penyakitnya menjalar ke seluruh anggota tubuh,” ujarnya.            

Sebelumnya, saat penyampaian Laporan Akhir Tahun 2014, Senin (22/12) kemarin, KY mencatat terdapat peningkatan jumlah kasus hakim selingkuh. Pada periode 2013-2014 kecenderungan kasus yang diputus MKH adalah kasus perselingkuhan hakim sebesar 21,62 persen. Uniknya, KY menganggap tren kasus hakim selingkuh ini dipicu oleh kenaikan gaju dan tunjangan hakim sejak awal 2013. Setelah itu, MA dituding langsung menjatuhkan sanksi kepada hakim selingkuh tanpa melalui sidang MKH.

Berdasarkan catatan hukumonline sejak akhir 2011 hingga pertengahan 2014, setidaknya ada 10 hakim yang dijatuhi sanksi berat mulai sanksi nonpalu hingga sanksi pemecatan melalui sidang (MKH). Mereka dinilai terbukti melanggar SKB Ketua MA dan Ketua KY Tahun 2009 tentang Kode Eetik dan Pedoman Perilaku Hakim khususnya poin menjunjung tinggi harga diri, wajib menghindari diri dari perbuatan tercela.

Bentuk perselingkuhan atau tindakan asusila yang dilakukan hakim pun beragam mulai dari sekadar melihat tarian telanjang, berpacaran, hingga berhubungan layaknya suami-istri (mesum). Ironisnya, sebagian perselingkuhan yang terjadi dilakukan sesama hakim dan aparat penegak hukum.(*hukumonline)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel