[hukum] RUMUSAN TINDAK PIDANA PERS DALAM KUHP DAN RUU KUHP
Tuesday, 2 December 2014
RUMUSAN TINDAK PIDANA PERS DALAM KUHP
DAN RUU KUHP
Teknik perumusan tindak pidana dalam RUU KUHP
dirumuskan untuk semua perbuatan yang dilakukan oleh semua orang, maka RUU KUHP
menggunakan frase “setiap orang”, KUHP menggunakan frase “barang siapa”, yang ditujukan
kepada subjek larangan dalam hukum pidana. Rumusan tindak pidana memang tidak
ditujukan kepada subjek hukum tertentu, kecuali untuk rumusan tersebut
dimaksudkan untuk memperberat atau memperingan ancaman pidana atau karena
tindak pidana tersebut memang secara spesifik hanya dapat dilakukan oleh subjek
hukum tertentu. Misalnya, dalam Pasal 349 KUHP disebutkan pelakunya tenaga
medik ancaman pidananya diperberat sepertiga dan suap terhadap pejabat
sebagaimana diatur dalam Pasal 418 dan 419 atau suap kepada hakim dalam 420
KUHP (sekarang sudah dihapus dan dipindahkan ke dalam Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi).
Teknik rumusan tindak pidana dalam hukum pidana tidak
ditujukan kepada subjek hukum tertentu, maka sejauh yang berkaitan dengan pers,
KUHP tidak secara khusus mengatur tentang tindak pidana yang dilakukan oleh
pers. Dalam Buku I KUHP mengatur tindak pidana yang dilakukan oleh pencetak dan
penerbit, karena keduanya menjadi suatu pekerjaan atau mata pencarian yang sah
dan dibenarkan oleh hukum, maka penerbit dan pencetak dilindungi dalam hukum
pidana makala keduanya mentaati aturan yang berlaku bagi penerbit dan pencetak.
Pasal 61 dan 62 KUHP mengatur kapan dan dalam hal apa penerbit dan pencetak
tidak bisa dituntut dan bisa dituntut terhadap kejahatan yang menggunakan
sarana penerbitan dan percetakan yang dilakukan oleh orang lain.
Batas-batas pertanggungjawaban hukum pidana bagi
penerbit dan pencetak dirumuskan secara jelas dan tegas dalam Pasal 61 dan 62
KUHP, selengkapnya dikutip:
Pasal 61
(1) Mengenai
kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, penertibnya selaku demikian tidak
dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut nama dan tempat tinggalnya,
sedangkan pembuatnya terkenal, atau setelah dimulai penuntutan, pada waktu
ditegur pertama kali lalu diberitahukan kepada penerbit.
(2) Aturan ini
tidak berlaku jika pelaku pada saat barang cetakkan terbit, tidak dapat
dituntut atau sudah menetap di luar Indonesia.
Pasal 62
(1) Mengenai
kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, pencetaknya selaku demikian tidak
dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut nama dan tempat tinggalnya,
sedangkan orang yang menyuruh mencetak dikenal, atau setelah dimulai
penuntutan, pada waktu ditegur pertama kali lalu diberitahukan oleh pencetak.
(2) Aturan ini
tidak berlaku, jika orang yang menyuruh mencetak pada saat barang cetakkan
terbit, tidak dapat dituntut sudah menetap di luar Indonesia.
Kedua
pasal tersebut merupakan asas hukum pidana dalam meminta pertanggungjawaban
pidana terhadap orang yang sedang menjalani pekerjaan sebagai mata pencaharian
yang sah. Perlindungan hukum pidana diberikan dengan syarat khusus, yakni
apabila mentaati kaedah hukum yang dimuat dalam Pasal 61 dan 62 KUHP.
Sebaliknya, jika melanggar kaedah hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 61
dan 62 maka penerbit dan pencetak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
KUHP tidak mengikuti sistem perlindungan mutlak terhadap pencetak dan penerbit,
sehingga keduanya tidak selalu ‘kebal tuntutan pidana’.
Pengaturan yang
demikian ini penting agar orang yang menjalankan usaha yang sah di bidang
penerbitan dan percetakan merasa aman, mengingat tindak pidana yang menggunakan
sarana penerbitan dan percetakan hampir selalu melibatkan penerbit dan
pencetak, dan keduanya dapat dikenakan sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana
diatur dalam Pasal 55 atau 56 KUHP yang mengatur delik penyertaan dan
pembantuan.
Dasar hukum
penuntutan pidana terhadap penerbit dan pencetak diatur dalam Pasal 483 dan 484
KUHP.
Pasal 483
Barang siapa
menerbitkan sesuatu tulisan atau sesuatu gambar yung karena sifatnya dapat
diancam dengan pidana, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun
empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika:
l. si pelaku
tidak diketahui namanya dan juga tidak diberitahukan namanya oleh penerbit pada
peringatan pertama sesudah penuntutan berjalan terhadapnya;
2. penerbit
sudah mengetahui atau pat,ut menduga hahwa pada waktu tulisan atau gambar itu
diterbitkan, si pelaku itu tak dapat dituntut atau akan menetap di luar
Indonesia.
Pasal 484
Barang siapa
mencetak tulisan atau gambar yang merupakan perbuatan pidana, diancam dengan
pidana paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu
tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika:
1. orang yang
menyuruh mencetak barang tidak diketahui, dan setelah ditentukan penuntutan,
pada teguran pertama tidak diberitahukan olehnya;
2 pencetak
mengetahui atau seharusnya renduga bahwa orang yang menyuruh mencetak pada saat
penerbitan, tidak dapat dituntut atau menetap di luar Indonesia.
Pasal 485
Jika sifat
tulisan atau gambar merupakan kejahatan yang hanya dapat dituntut atas
pengaduan, maka penerbit atau pencetak dalam kedua pasal di atas hanya dituntut
atas pengaduan orang yang terkena kejahatan itu.
Pengaturan tindak pidana yang terkait dengan
penertiban dan pencetakan tersebut asas hukum penuntutannya diatur dalam Pasal
61 dan 62 KUHP dan penuntutan pidananya diatur dalam Pasal 483 dan 484 KUHP.
Pasal-pasal tersebut tidak menyebutkan secara khusus untuk profesi di bidang
pers yang terkait dengan penerbitan dan percetakan. Sejauh kegiatan usaha di
bidang pers yang terkait dengan pencetakan dan penerbitan, dapat dikenakan
pasal Pasal 61 dan 62 KUHP dan Pasal 483 dan 484 KUHP.
RUU KUHP tidak mengatur secara khusus asas hukum
pidana dalam Buku I yang mengatur ketentuan penuntutan terhadap penerbitan dan
percetakan. Ketentuan mengenai kejahatan dengan menggunakan sarana percetakan
dan penerbitan dalam RUU KUHP diatur dalam Buku II Pasal 737, 738 dan 739. Selangkapnya
dikutip:
Bagian
ketiga
Tindak
Pidana Penerbitan dan Pencetakan
Pasal 737
Setiap
orang yang menerbitkan tulisan atau gambar yang menurut sifatnya dapat
dipidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana
denda paling banyak Kategori II, jika:
a. orang yang menyuruh
menerbitkan tulisan atau gambar tidak diketahui atau pada teguran pertama
setelah dimulai penuntutan tidak diberitahukan; atau
b. penerbit mengetahui
atau patut menduga bahwa orang yang menyuruh menerbitkan pada saat penerbitan,
tidak dapat dituntut atau menetap di luar negeri.
Pasal 738
Setiap
orang yang mencetak tulisan atau gambar yang menurut sifatnya dapat dipidana,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda
paling banyak Kategori II, jika:
a. orang yang menyuruh
mencetak tulisan atau gambar tidak diketahui atau pada teguran pertama setelah
dimulai penuntutan tidak diberitahukan; atau
b. pencetak mengetahui
atau patut menduga bahwa orang yang menyuruh mencetak pada saat penerbitan,
tidak dapat dituntut atau menetap di luar negeri.
Pasal 739
Jika
sifat tulisan atau gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 737 dan Pasal 738
merupakan tindak pidana yang hanya dapat dituntut atas pengaduan, maka penerbit
atau pencetak hanya dapat dituntut atas pengaduan dari orang yang terkena
tindak pidana tersebut.
Rumusan tindak pidana untuk
penerbitan dan percetakan dalam Pasal 737 dan 738 RUU KUHP sama dengan rumusan
tindak pidana yang dimuat dalam Pasal 483 dan 494 KUHP. Perbedaannya pengaturan
delik penerbitan dan percetakan dalam KUHP adalah Buku I RUU KUHP tidak memuat
ketentuan umum sebagai asas hukum pertanggungjawaban hukum pidana terhadap
penerbit dan pencetak sebagaimana diatur dalam Pasal 61 dan 62 KUHP. (*Dr.
Mudzakkir, S.H., M.H)