Bentuk-bentuk Hadis
Wednesday, 7 January 2015
SUDUT HUKUM | Secara bahasa kata hadis memiliki tiga arti : baru, berita dan dekat. secara istilah hadis adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perbuatan, perkataan ataupun ketetapan.
Dari pengertian diatas dapat kita lihat ada beberapa bentuk hadis, yaitu:
لَئِنْ عِشْتُ إلَى قَابِلٍ لاَصُومَنَّ التَّاسِعَ
Dari pengertian diatas dapat kita lihat ada beberapa bentuk hadis, yaitu:
- Hadis qauli
- Hadis fi'li
- Hadis taqriri
- Hadis hammi
- Hadis ahwali
Hadis fi'li adalah seluruh perbuatan yang disandarkan kepada nabi.
Hadis taqriri adalah ketetapan nabi.
Hadis Hammi keinginan nabi yang belum sempat beliau kerjakan.
Hadis Ahwali adalah hal ikwal nabi, seperti bentuk fisik dan lainnya.
Contoh:
Hadis qauli
قَالَ:
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: «إِنَّمَا الأَعْمَالُ
بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى
دُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ إِلَى إِمْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ
إِلَيْهِ
Aku mendengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya amalan itu tergantung dari niatnya dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya, barangsiapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia yang ingin dicapainya atau untuk wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya sesuai dengan apa yang ia niatkan.”
Hadis fi'li
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ يَشُوْصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ
Dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallaahu anhuma, ia berkata: “Dahulu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila bangun malam untuk shalat, menggosok giginya dengan siwak.
Hadis taqriri
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ: أَهْدَتْ
أُمُّ حُفَيْدٍ خَالَةُ ابْنِ عَبَّاسٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَقِطًا وسَمْنًا وَأَضُبًّا فَأَكَلَ مِنَ الأَقِطِ والسَّمْنِ وَتَرَكَ الضَّبَّ
تَقَّذُّرًا وَأَكَلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَلَوْ كَانَ حَرَامًا مَا أُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata: “Bibiku Ummu Hufaid pernah memberikan hadiah kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berupa mentega, keju dan daging dhabb (sejenis biawak). Beliau makan keju dan menteganya, dan beliau meninggalkan daging biawak karena merasa jijik, kemudian makanan yang dihidangkan kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dimakan (oleh para shahabat). Jika (dhabb itu) haram, niscaya kami tidak akan makan hidangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Hadis hammi
“Jika saya masih hidup di tahun depan, pasti akan berpuasa pada hari kesembilan.”
Hadis ahwali
عَنْ أَبِيْ إِحَاقَ قَالَ: سَمِعْتُ البَرَاءَ يَقُوْلُ:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ وَجْهًا أَحْسَنَهُ
خَلْقًا لَيْسَ بِالطَّوِيْلِ الْبَائِنِ وَلاَ بِالْقَصِيْرِ
Dari Abi Ishaq, berkata: “Aku mendengar Al-Bara’ radhiyallaahu ‘anhu mengatakan: ‘Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik (tampan) wajahnya, paling bagus postur tubuhnya, tidak tinggi jangkung dan tidak terlalu pendek