Kaedah-Kaidah Tentang kesahihan matan hadits
Monday, 2 March 2015
Kaedah-Kaidah Tentang kesahihan matan hadits
Para pembaca SUDUT HUKUM yang dirahmati
Allah, dalam Islam hadis merupakan sumber hukum Islam yang utama setelah
Al-Quran (lihat: sumber-sumber hukum Islam). Meneliti
suatu hadis apakah hadis itu shahih atau dhaif adalah hal yang sangat penting,
mengingat akan dijadikan haids tersebut sebagal sumber hukum. Maka dalam
posting kali ini kita akan melihat kaedah-kaedah tentang meneliti kesahihan
matan hadis.
Matan menurut bahasa adalah punggung
(muka jalan), tanah yang keras dan tinggi. Matan dalam ilmu hadits adalah
penghujung sanad. Ada tiga langkah yang telah disebutkan oleh M.Syuhudi
Isma’il, dalam melakukan kegiatan penelitian matan hadits yaitu sebagai
berikut:
- Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya
- Meneliti susunan lafazh berbagai matan yang semakna
- Meneliti kandungan matan hadits.( lihat: Syhudi Isma’il, Metodologi Penelitian Hadits Nabi)
Shalahuddin al-Adhabi memberikan empat
macam tolok ukur dalam melakukan kegiatan penelitian matan hadits, yaitu sebagai
berikut:
- Tidak bertentangan dengan petunjuk al-Qur’an
- Tidak bertentangan dengan hadits yang lebih kuat
- Tidak bertentangan dengan akal yang sehat, indera, dan sejarah
- Susunan pernyataannya menunjukan ciri-ciri sabda kenabian.(lihat: Syhudi Isma’il, Metodologi Penelitian Hadits Nabi)
Biasanya dalam melakukan kegiatan
penelitian matan hadits sangat sulit sekali, karena adanya faktor yang sangat menonjol,
diantaranya adalah sebagai berikut:
- Adanya periwayatan secara makna
- Acuan yang digunakan sebagai pendekatan tidak satu macam saja
- Latar belakang timbulnya hadits tidak selalu mudah dapat dicapai
- Adanya kandungan hadits yang berkaitan dengan hal-hal yang berdimensi supra rasional
- Masih langkanya kitab-kitab yang membahas secara khusus tentang penelitian matan hadits.
Sebagian ulama berpendapat bahwa
seseorang barulah dapat melakukan penelitian yang dapat membedakan antara hadits yang
tergolong palsu dan hadits yang tidak tergolong
palsu, apabila orang tersebut:
- Memiliki keahlian di bidang hadits
- Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang ajaran Islam
- Telah melakukan kegiatan muthala’ah yang cukup
- Memiliki akal yang cerdas sehinga mampu memahami pengetahuan secara benar
- Memiliki tradisi keilmuan yang tinggi.
Semoga posting
singkat ini mudah diingat dan dihafal, sehingga menjadi tambahan ilmu yabg
bermanfaat bagi pembaca sekalian, amin…