Pengertian Akhirat Menurut Al-Qur’an
Tuesday, 10 March 2015
SUDUT HUKUM | Pengertian Akhirat Menurut Al-Qur’an
Kata
akhirah ( آخرة ) disebut 115 kali di dalam al-Quran. Kata ini selalu
disebut secara tersendiri, di samping dihubungkan dengan kata dar دار) )
atau nasy’ah ( نَشأَة ). Selain kata akhirah ( أخرة ), al-Quran
juga menggunakan kata al-yaum al-akhir ( اليوم الآخير ) untuk menunjuk pengertian
yang sama, dan ini terulang sebanyak 26 kali. Asal kata akhirah آخرة) )
adalah al-akhir ( الآخر ) yang berarti lawan dari al-awwal ( الأوّل
) atau “yang terdahulu”. Kata itu juga berarti “ujung dari sesuatu”,
sebagaimana ditunjukkan Qs. Yunus (10): 10 sebagai berikut:
Artinya : “Doa mereka di dalamnya ialah: Subhanakallahumma, dan salam penghormatan mereka ialah: Salam. Dan penutup do'a mereka ialah: Alhamdulilaahi Rabbil 'aalamin.”
Di
samping itu, kata akhir ( آخر ) biasanya juga menunjuk pada jangka
waktu. Hal ini ditunjukkan oleh pengertian dari Qs. al-Hadid (57): 3 sebagai
berikut:
Artinya : “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Penggunaan
kata akhirat di dalam al-Quran menunjuk pada pengertian alam yang akan terjadi
setelah berakhirnya alam dunia. Dengan kata lain, kata akhirat merupakan
antonim dari kata dunia. Hal ini ditunjukkan
oleh Qs. al-Baqarah (2): 201 Qs. Ali Imran (3): 152 sebagai berikut:
Artinya : “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.”
Artinya
: “…. di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang
yang menghendaki akhirat ….”
Sejalan
dengan pengertian asli kata akhirat, yang merupakan lawan dari yang awal,
al-Quran juga menggunakan kata al-ula ( الأولى = yang pertama) untuk menunjuk
pengertian dunia. Hal ini ditunjukkan dalam ayat berikut:
Artinya : “Maka hanya bagi Allah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia.”
Selain
penggunaan kata akhirat secara langsung, al-Quran juga menggunakan istilah atau
kata lain untuk menggambarkan peristiwa dalam alam akhirat, antara lain yaum
al-qiyamah ( يوم القيامة = hari kebangkitan) dalam Qs. al-Qashshash (28):
42; yaum ad-din ( يوم الدّين = hari pembalasan) dalam Qs. al-Fatihah
(1): 4; as-sa‘ah ( السّاعة = waktu) dalam Qs. al-Kahfi (18): 21; yaum
al-fashl ( يوم الفصل = hari keputusan) dalam Qs. al-Mursalat (77): 14; yaum
al-hisab ( يوم الحساب = hari perhitungan) dalam Qs. al- Mukmin (40): 27.
Selain
itu juga digunakan istilah yaum al-fath ( يوم الفتح = hari kemenangan)
pada Qs. as-Sajadah (32): 29; yaum al-jam‘i ( يوم الجمع = hari pengumpulan)
dan yaum at-taghabun ( يوم التّغابن = hari pengungkapan kesalahan) pada
Qs. at-Taghabun (64): 9; yaum al-khulud ( يوم الخلود = hari kekekalan)
pada Qs. Qaf (50): 34; yaum al-khuruj ( يوم الخروج = hari keluar) pada
Qs. Qaf (50): 42; yaum ‘azhim ( يوم عظيم = hari yang besar) pada Qs. al-An‘am
(6): 15; yaum kabir ( يوم آبير = hari yang besar) pada Qs. Hud (11): 3; yaum
alim ( يوم اليم = hari yang menyedihkan) pada Qs. Hud (11): 26; yaum
muhith ( يوم محيط = hari yang membinasakan) pada Qs. Hud (11): 84; yaum
al-hasrah ( يوم الحسرة = hari penyesalan) pada Qs. Maryam (19): 39; yaum
‘aqim ( يوم عقيم = hari siksaan) pada Qs. al-Hajj (22): 55; yaum azh-zhullah
( يوم الظلّة = hari naungan) pada Qs. asy-Syu‘ara’ (26): 189; yaum al-ba‘ts
( يوم البعث = hari kebangkitan) pada Qs. ar-Rum (30): 56. Di samping juga
digunakan istilah yaum ath-thalaq ( = يوم الطلاق hari pertemuan) dalam
Qs. al-Mukmin (40): 15; yaum al-azifah ( = يوم الآزفة hari yang dekat)
dalam Qs. al-Mukmin (40): 18; yaum at-tanad ( = يوم التّناد hari
panggil-memanggil) dalam Qs. al-Mukmin (40): 32; Qs. al-Waqi‘ah الواقعة) = yang
pasti terjadi) dan yaum ma‘lum ( يوم معلوم = hari yang dikenal) dalam
Qs. al-Waqi‘ah (56): 1 dan 50; yaum al-haqq ( يوم الحقّ = hari kebenaran)
dalam Qs. an-Naba’ (78): 39; al-yaum al-mau‘ud ( = اليوم الموعود hari
yang dijanjikan) dalam Qs. al-Buruj (85): 2; al-qari‘ah ( = القارعة bencana
yang menggetarkan) dalam Qs. al-Qari‘ah (101): 1 dan alghasyiyah ( الغاشية
= pembalasan) dalam Qs. al-Ghasyiyah (88): 1. Nama36 nama lain dari hari
akhirat di atas pada umumnya menggambarkan keadaan peristiwa yang terjadi di
alam tersebut.
Salah
satu nama lain dari akhirat adalah hari kebangkitan (yaum alba‘ ts).
Konsep tentang kebangkitan ini telah dikenal oleh masyarakat Arab pra-Islam.
Kebangkitan yang dimaksud adalah kebangkitan dari kematian.
Dalam
al-Qur’an, ditemukan ucapan orang kafir tentang pengingkaran terhadap gagasan
kebangkitan itu.
Artinya : “Dan tentu mereka akan mengatakan : Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia ini saja, dan kita sekali-sekali tidak akan dibangkitkan.”
Artinya : “Tidak ada kematian selain kematian di dunia ini. Dan kami sekali-kali tidak akan dibangkitkan.”
Pengingkaran
terhadap gagasan kebangkitan tidak mungkin tanpa adanya anggapan bahwa
orang-orang kafir sejak awal memiliki konsep tentang kebangkitan. Pengingkaran
atas suatu konsep meniscayakan adanya pemahaman terhadap konsep tersebut.
Masyarakat Arab pra-Islam telah mengenal konsep tentang adanya kebangkitan itu.
Hal itu dapat diketahui melalui syair-syair Arab masa jahiliyah.
Al-Shaddakh
ibn Ya’mar, seorang penyair jahiliyah, sebagaimana dikutip Toshihiko Izutsu,
menyatakan:
********
Dari
syair di atas, dapat diketahui bahwa penyair berusaha mendorong orang-orang
dari sukunya yang tidak mau menyerbu musuhnya yang kuat, dengan mengatakan
bahwa “musuh-musuh kita juga
orang
biasa seperti engkau, yang sama-sama memiliki rambut di kepala, dan juga tidak
akan pernah hidup kembali apabila mereka terbunuh”.
Ungkapan
“mereka tidak akan pernah hidup kembali” sama sekali tidak ada artinya dan
tidak ada maknanya apabila konsep tentang kebangkitan tidak dikenal.
Salmah
al-Ju’fi, seorang penyair Mukhadram, yang meratapi kematian saudara
laki-lakinya mengatakan:
‘Aku dulu mengalami sesuatu seperti kematian karena perpisahan pada suatu hari; bagaimana mungkin aku dapat menahan perpisahan yang panjang yang hanya akan berakhir sehingga bertemu kembali pada hari kebangkitan?’
Dengan
demikian, gagasan tentang hari kebangkitan atau akhirat telah dikenal oleh
masyarakat Arab pra-Islam. Hal ini menunjukkan bahwa ketika al-Qur’an
menginformasikan eksistensi akhirat, maka pada umumnya masyarakat Arab telah
mengenal tentang adanya gagasan tersebut. Hanya saja orang-orang kafir di
antara mereka mengingkarinya.