Asbabul Wurud Masalah Qunut
Saturday, 18 April 2015
Sudut Hukum | Kata asbab adalah bentuk jamak
dari sabab, sedangkan wurud berasal dari warada – yaridu –
wurudan, artinya datang. Jadi asbab wurudil hadits artinya adalah
ilmu yang menerangkan sebab-sebab datangnya hadits. Asbabul wurud merupakan
susunan idlafah (baca: kata majemuk) yang berasal dari kata asbab dan
al-wurud.
Kata ‘asbab’ adalah bentuk jamak dari kata
‘sabab’ yang berarti segala sesuatu yang dapat menghubungkan kepada sesuatu
yang lain. Atau penyebab terjadinya sesuatu. Sedangkan kata ‘wurud’ merupakan
bentuk isim mashdar (kata benda abstrak) dari waradayuridu- wurudan yang
artinya datang atau sampai.
Dengan
demikian, secara sederhana dapat diartikan bahwa asbabul wurud adalah
sebab datangnya sesuatu. Karena istilah tersebut biasa dipakai dalam diskursus
ilmu hadits, maka asbabul wurud biasa diartikan sebagai sebab-sebab atau
latar belakang (back ground) munculnya suatu hadits.
Menurut as-Suyuthi, secara terminologi asbabul
wurud diartikan sebagai berikut :
“Sesuatu yang menjadi thariq (metode) untuk menentukan maksud suatu hadits yang bersifat umum atau khusus, mutlak atau muqayyad dan untuk menentukan ada tidaknya naskh (pembatalan) dalam suatu hadits”.
Menurut definisi muhaditsin :
“Suatu ilmu yang dengannya dapat di ketahui sebab-sebab nabi menurunkan sabdanya dan masa-masanya nabi menuturkannya”.
Ilmu ini tidak kalah pentingnya dengan
ilmu-ilmu yang lain, karena dengan mengetahui sebab-sebab, latar belakang dan sejarah di
keluarkan hadits, akan dapat menolong kita dalam
memahami dan menafsirkan hadits dan dengan mengetahui ilmu ini akan bisa mengetahui mana hadits
nasikh dan mansukh dan lain sebagainya, sebagaimana
ilmu asbabul nuzul menolong kita dalam memahami dan menafsirkan al-Qur’an.
Di antara orang-orang yang baik memahami hadits
nabi saw. Ialah dengan memperhatikan sebab-sebab khusus yang melatarbelakangi diucapkannya
suatu hadits, atau kaitannya dengan suatu illah (alasan, sebab) tertentu,
yang dinyatakan dalam hadits tersebut atau disimpulkan darinya, ataupun dapat
dipahami dari kejadian yang menyertainya.
Adapun sebab-sebab qunut ini, dapat dipahami
dari hadits-hadits yang menjelaskan terjadinya musibah yang sangat mencekam pada suatu kaum akibat pertikaian dan pembunuhan antar
golongan. Yaitu yang terkenal dengan pembunuhan antar Bani Salim dengan Bani
Amir di lembah Bir al- Ma’unah. Dari kejadian inilah Nabi Muhammad saw,
melakukan qunut (nazilah).
Ada juga qunut yang dimunajatkan Nabi saw yang
dikhususkan kepada orang-orang mukmin yang sangat
lemah dan mengutuk kepada orangorang kafir Quraisy. Banyak lagi hadits yang menjelaskan kejadian secara khusus
yang dirasa berat dan menjelaskan kejadian-kejadian secara khusus yang dirasa
berat dan sulit diatasi, maka Nabi berdo’a qunut dalam shalatnya.
Beberapa kitab yang mengungkap sebab-sebab
turunnya hadits qunut, di antaranya adalah syarah-syarah kitab sunan dan asbab al-wurud,
ternyata kebanyakan hanya menerangkan tentang
terjadinya qunut di sebabkan adanya kejadian (nazilah) yang disebut kemudian dengan qunut nazilah,
seperti bagaimana yang sudah diterangkan di atas.
Adapun hadits tentang qunut shubuh dan witir,
penulis menemukan secara pasti tentang sebab-sebab turunnya, hanya saja penulis
menemukan keterangan tersebut. Melalui
pendapat-pendapat ulama' baik ulama' hadits maupun ulama' fiqih.
Sedangkan keterangan yang menjelaskan mengenai
melakukan qunut witir dan qunut shubuh tidak disunahkan, diantaranya adalah
menjelaskan KH. Muslich yang dalam bukunya kesahihan
dalil qunut yang mengutip pendapat imam Ibn Qudamah dalam kitabnya al-Mughny,
yaitu: “Tidak di sunahkan membaca qunut dalam shalat shubuh atau shalat
lainnya, kecuali shalat witir. Demikian pendapat Imam al-Tsaury dan imam Abu
Hanifah.
Selain keterangan tersebut dalam hadits yang
diriwayatkan Anas juga dijelaskan, bahwa nabi saw melakukan qunut selama sebulan,
bertujuan mendo’akan celaka bagi beberapa daerah
arab, kemudian setelah itu nabi saw meninggalkannya. Hanya saja dalam hadits ini ada tambahan, dari
imam Ahmad dan imam al-Daruquthni meriwayatkan hadits yang sama, di situ al Daruquthni
menambahkan :
“Sedangkan dalam shalat shubuh, rasulullah saw, selalu membaca qunut sampai meninggal”