Pengertian Akad Salam
Saturday, 25 July 2015
Sudut Hukum | Secara
bahasa, transaksi (akad) digunakan berbagai banyak arti, yang hanya
secara keseluruhan kembali pada bentuk ikatan atau hubungan terhadap dua hal
yaitu As-Salam atau disebut juga As-Salaf. Kedua itu merupakan istilah dalam bahasa arab yang
mengandung makna “penyerahan”. Sedangkan para fuqaha‟ menyebutnya dengan
al-Mahawij (barang-barang mendesak) karena ia sejenis jual beli barang
yang tidak ada di tempat, sementara dua pokok yang melakukan transaksi jual
beli mendesak.[1]
Jual
beli pesanan dalam fiqih Islam disebut as-salam menurut bahasa penduduk hijaz, sedangkan bahasa
penduduk iraq as-salaf. Kedua kata ini mempunyai makna yang sama,
sebagaimana dua kata tersebut digunakan oleh Nabi, sebagaimana diriwayatkan
bahwa Rasulullah ketika membicarakan akad bay’salam, beliau menggunakan
kata as-salaf disamping as-salam, sehingga dua kata tersebut
merupakan kata yang sinonim. Secara terminologi ulama’ fiqh mendefinisikannya :
“menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang
yang ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal di awal, sedangkan barangnya
diserahkan kemudian hari”.[2]
Sedangkan
Ulama‟ Syafi‟yah dan Hanabilah mendefinisikannya sebagai berikut: “akad yang
disepakati dengan menentukan ciri-ciri tertentu dengan membayar harganya
terlebih dulu, sedangkan barangnya diserahkan ( kepada pembeli ) kemudian hari’’.[3]
Dengan
adanya pendapat di atas sudah cukup untuk memberikan perwakilan penjelasan dari akad tersebut, di mana
inti dari pendapat
tersebut adalah bahwa akad salam merupakan akad pesanan dengan membayar terlebih
dahulu dan barangnya diserahkan
kemudian, tapi ciri-ciri barang tersebut haruslah jelas penyifatannya. Masih banyak lagi
pendapat yang diungkapkan para pemikir dalam masalah ini, sebagaimana
al-Qurthuby , An-Nawawi dan ulama‟ malikiyah, serta yang lain, mereka ikut
andil memberikan sumbangsih pemikiran dalam masalah ini, akan tetapi karena
pendapatnya hampir sama dengan pandapat yang diungkapkan diatas, maka penulis
berfikir bahwa pendapat diatas sudah cukup untuk mewakilinya.
Dalam
Islam dituntut untuk lebih jelas dalam memberikan suatu landasan hukum, maka
dari itu Islam melampirkan sebuah dasar hukum yang terlampir dalam al-Qur’an,
al-Hadits ataupun Ijma’. Perlu diketahui sebelumnya mengenai
transaksi ini secara khusus dalam al qur an tidak ada yang selama ini dijadikan
landasan hukum adalah transaksi jual beli secara global, karena bay’ salam termasuk
salah satu jual beli dalam bentuk khusus. Maka hadist Nabi dan ijma’ ulama‟
banyak menjelaskannya dan tentunya Al- Qur’an yang membicarakan secara
global sudah mencakup atas diperbolehkannya jual beli akad salam.
[1] Sayyid sabiq, Figh Sunnah V, Jakarta:
Cakrawala Publishing,2009, cet. ke- 1 h. 217
[2]
Nasrun
Haroen,Fiqh Muamalah,Jakarta:Gaya Media Pratama,2007, h.147
[3] Ibid., h.147