Qa’idah Bagdadiyah
Wednesday, 1 July 2015
Sudut Hukum | Mungkin sudah banyak yang melupakan medote baca Qur’an ini. Sejak munculnya metode baca Iqra’ pada tahun 1980-an, perlahan-lahan Qa’idah Bagdadiyah kehilangan ‘gigi’-nya. Apalagi, kemunculan Iqra’ kemudian segera memancing tumbuh suburnya metode-metode baca lainnya, seperti al-Barqi, Hatta’iyah, an-Nur, Tilawati, Ummi, dan (sepertinya) belasan lainnya. Sebelum Iqra’, sebenarnya metode Qira’ati muncul lebih dahulu – bahkan sebenarnyaIqra’ diilhami oleh Qira’ati – namun sebagai ‘gerakan’, Iqra’ lebih masif, sehingga benar-benar menjadi fenomena baru pada waktu itu. Sejak itu, metode baca Qur’an yang dianggap lebih sistematis itu digunakan di hampir semua kalangan, juga tentu saja sekolah-sekolah.
Masifnya penggunaan Iqra’ dan berbagai metode baca lainnya segera menenggelamkan metode baca “tradisional”, yaitu Qa’idah Bagdadiyah”. Metode ini sepertinya 'serta merta' dianggap tidak sistematis dalam tahap-tahap pembelajaran baca Qur'an. Namun, meski kebanyakan masyarakat telah tidak menggunakan lagi metode ini, pasar bagi buku yang biasa disebut Turutan ini terbukti masih ada. Penerbit Karya Toha Putra Semarang dan Penerbit Menara Kudus masih mencetak, dan kita bisa menemukannya di toko kitab. Buku itu dicetak sekitar tahun 2011. Melihat kecenderungan penggunaan Qur'an di Indonesia dewasa ini, diperkirakan, pengguna dan 'penganjur'Turutan itu adalah "sisa-sisa" generasi lama yang masih 'setia' dengan Qur'an Bombay.
Keterkaitan Qa'idah Bagdadiyah dengan Qur'an Bombay memang dekat. Yang paling mudah dilihat adalah model hurufnya. Kedua kitab itu model khatnya sama: tebal-tebal. Jadi, meskipun nama kitab kecil ini "Bagdadiyah" (tentu saja nisbat dari nama kota Bagdad), namun bisa diperkirakan bahwa produksi dan penggunaan metode ini bersamaan dengan Qur'an Bombay. Di samping itu, rumus tanda-tanda baca Qur'an (alamat al-waqf, lihat gambar di bawah) itu jelas mengacu kepada tanda baca yang digunakan dalam Qur'an Bombay. Seperti kita lihat dalam cetakan itu, tanda-tanda tersebut tidak berubah hingga kini. Padahal, sesungguhnya sebagian tanda itu sudah tidak digunakan lagi, dan sudah sejak lama tidak tercantum lagi dalam Qur'an di Indonesia, termasuk yang berkhat "Bombay". Dalam Mushaf Al-Qur'an Standar Indonesia (1984), tanda huruf tha', zai, shad, qaf-fa', qaf, dan kaf, tidak digunakan lagi, disederhanakan menjadi qaf-lam-ya' dan shad-lam-ya', sebagaimana dalam Mushaf al-Madinah an-Nabawiyah.
Nah, siapakah pencipta Qa'idah Bagdadiyah? Belum ada yang tahu. [*http://lajnah.kemenag.go.id/]