Adab Menjadi Imam
Thursday, 20 August 2015
Sudut Hukum | Adab Menjadi Imam
Seorang imam hendaknya meringankan salat. Anas bin Malik r.a. berkata, “Aku tidak melakukan salat di belakang seorang pun yang lebih ringan dan lebih sempurna salatnya dari pada salat Rasulullah Saw.”
Seorang imam hendaknya tidak bertakbir sebelum muazin membacakan iqamah dan sebelum shaf salat lurus sempurna. Ia harus meninggikan suara ketika bertakbir, sementara makmum tidak meninggikan suara kecuali sebatas yang bisa ia dengar sendiri. Imam harus berniat menjadi imam guna memperoleh keutamaan. Jika sang imam tak berniat, salat para jamaah tetap sah apabila mereka telah berniat mengikutinya. Mereka juga memperoleh pahala bermakmum. Imam tidak boleh menyaringkan bacaan iftitah dan ta‟awudz sebagaimana dalam salat sendirian. Tapi ia menyaringkan bacaan al-Fatihah dan surat sesudahnya dalam salat-salat subuh, serta dalam dua rakaat pertama magrib dan isya. Dalam salat jahar (yang dibaca secara keras), makmum menyaringkan ucapan amin dengan bersama-sama imam, bu-kan sesudah imam. Lalu, imam diam sejenak setelah membaca surat al-Fatihah. Di saat itulah makmum membaca surat al-Fatihah agar sesudahnya ia bisa mendengarkan bacaan imam. Pada salat jahar, makmum tidak membaca surat kecuali jika ia tidak mendengar suara imam. Hendaknya seorang imam tidak membaca tasbih dalam rukuk dan sujud lebih dari tiga kali dan juga tidak memberikan tambahan dalam tasyahud awal setelah membaca salawat kepada Nabi. Pada dua rakaat terakhir, imam cukup membaca surat al-Fatihah, tidak usah menambah-nambahnya lagi. Juga ketika tasyahud akhir imam cukup membaca tasyahud dan salawat kepada Rasulullah Saw. Ketika bersalam, imam hendaknya berniat memberikan salam kepada semua jamaah sedangkan jamaah atau makmum dengan salamnya berniat menjawab salam imam. Setelah itu imam berdiam sebentar dan menghadap kepada para jamaah. Jika yang ada di belakangnya adalah para wanita, maka ia tidak usah menoleh sampai mereka bubar. Hendaknya makmum tidak berdiri sampai imam berdiri, lalu imam pergi entah ke arah kanan atau tapi lebih baik ke arah kanan.
Imam tidak boleh berdoa untuk dirinya sendiri dalam membaca qunut subuh tapi hendaknya ia mengucapkan Allahumma ihdina (Ya Allah, tunjukkan kami) dengan suara nyaring, sedangkan para makmum mengamininya tanpa mengangkat tangan mereka karena hal itu tak terdapat dalam riwayat. Selebihnya makmum membaca sendiri sisa dari doa qunut tersebut, yakni dimulai dari Innaka la yaqdhi wa la yuqdha „alaika. Makmum tidak boleh berdiri sendirian secara terpisah, Ia harus masuk ke dalam barisan atau menarik orang lain untuk membuat barisan dengannya. Makmum tak boleh berdiri di depan iman, mendahului, atau bergerak secara bersamaan dengan gerakan imam. Tapi, Ia harus melakukannya sesudah imam. Ia tak boleh rukuk kecuali setelah imam sempurna dalam posisi rukuk. Begitu pun, ia tak boleh sujud selama dahi imam belum sampai di tanah.
*sumber: Bidayatul Hidayah
*http://s-hukum.blogspot.com/