-->

Penanggulangan Kejahatan

Sudut HukumPenanggulangan Kejahatan

Kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat. Perilaku menyimpang itu merupakan ancaman yang nyata atau ancaman norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial. Dengan demikian kejahatan di samping merupakan masalah kemanusiaan, juga merupakan masalah sosial.

Usaha penanggulangan kejahatan dapat dilaksanakan dengan menggunakan teori kebijakan pidana. Teori kebijakan pidana dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Kebijakan Penal


Penanggulangan kejahatan dengan kebijakan penal lebih menitik beratkan pada sifat represif (penindasan/ pemberantasan/ penumpasan) sesudah kejahatan terjadi. Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan menggunakan pidana atau penal merupakan cara yang paling tua dengan sanksinya berupa pidana. Dilihat sebagai suatu masalah kebijakan, maka terdapat permasalahan apakah perlu kejahatan itu ditanggulangi, dicegah, atau dikendalikan, dengan menggunakan sanksi pidana. Ada pendapat bahwa terhadap pelaku kejahatan pada umumnya tidak perlu dikenakan pidana. Menurut pendapat ini pidana merupakan tindakan perlakuan atau pengenaan penderitaan yang kejam. Muladi menyatakan bahwa hukum pidana dan pidana masih tetap diperlukan sebagai sarana penanggulangan kejahatan, karena didalamnya tidak saja terkandung aspek rehabilitasi dan koreksi, tetapi juga aspek pengamanan masyarakat terhadap pelaku tindak pidana yang berat. Selanjutnya H L. Packer memiliki pendapat mengenai kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana penal, antara lain:
    http://s-hukum.blogspot.com/
  1. Sanksi pidana sangat diperlukan; kita tidak dapat hidup tanpa pidana.
  2. Sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang dimiliki untuk menghadapi kejahatan-kejahatan atau bahaya besar dengan segera, serta untuk menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya.
  3. Sanksi pidana suatu ketika merupakan penjamin yang utama atau terbaik dan suatu ketika merupakan pengancam yang utama dari kebebasan manusia. 

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, maka penggunaan hukum pidana atau penal sebagai sarana penanggulangan kejahatan tidak menjadi persoalan, hal ini terlihat dalam praktek perundang-undangan selama ini, yang menunjukkan bahwa penggunaan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan atau politik hukum yang dianut di Indonesia.

2. Kebijakan Non Penal


Penanggulangan kejahatan dengan kebijakan non penal lebih menitik beratkan pada sifat preventif (pencegahan/ penangkalan/ pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. Usaha-usaha non penal ini berupa penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral, agama dan sebagainya, peningkatan usaha-usaha kesejahteraan anak dan remaja. Usaha-usaha non-penal ini dapat meliputi bidang yang sangat luas di seluruh sektor kebijakan sosial. Di dalam upaya nonpenal tercakup pula secara makro kebijakan sosial yang terarah pada usaha-usaha peningkatan kesejahteraan dan perlindungan pada satu pihak. Di samping itu, perlu pula ditingkatkan peran serta masyarakat lewat kelembagaannya baik bersifat formal maupun informal dalam pencegahan terjadinya kejahatan. Tujuan utama dari usaha-usaha non penal adalah memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu , namun secara tidak langsung mempunyai pengaruh preventif terhadap kejahatan. Keseluruhan kegiatan preventif yang non penal itu mempunyai kedudukan yang sangat strategis, memegang posisi kunci yang harus diintensifkan dan diefektifkan. Oleh karena itu seluruh kegiatan preventif yang non penal harus dapat diintegrasikan dan diharmonisasikan ke dalam suatu sistem kegiatan negara yang teratur dan terpadu.

Upaya penanggulangan kejahatan yang sebaik-baiknya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:[1]
  1. Sistem dan operasi Kepolisian yang baik.
  2. Peradilan yang efektif.
  3. Hukum dan perundang-undangan yang berwibawa.
  4. Koodinasi antar penegak hukum dan aparatur pemerintah yang serasi.
  5. Partisipasi masyarakat dalam penangulangan kejahatan.
  6. Pengawasan dan kesiagaan terhadpa kemungkinan timbulnya kejahatan.
  7. Pembinaan organisasi kemasyarakatan.




[1] Soedjono Dirjosisworo, Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), Bandung: Alumni, 1976, Hlm. 32

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel