Definisi Jarimah
Wednesday, 23 March 2016
Sudut Hukum | Pengertian jarimah dalam hukum
pidana Islam berasal dari kata “jarama” yang sinonimnya “kasaba waqatha’a”
artinya berusaha dan bekerja, hanya saja pengertian usaha di sini khusus untuk
usaha yang tidak baik atau usaha yang dibenci oleh manusia. Definisi jarimah
dari pengertian tersebut adalah “melakukan setiap perbuatan yang menyimpang
dari kebenaran, keadilan dan jalan yang lurus (agama), seperti yang dikutip
Ahmad Wardi Muslich dari Muhammad Abu Zahrah dalam kitab Al ‘Uqubah fi Al Fiqh
Al Islamy.[1]
Menurut Al Mawardi, seperti dikutip Ahmad
Wardi Muslich, jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
syara’ yang diancam dengan hukum had atau ta’zir.[2]
Para fuqaha menyatakan bahwa lafal jinayah sama artinya dengan jarimah.
Pengertian jinayah adalah setiap perbuatan yang dilarang oleh syara’,
baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda atau lain-lainnya.[3]
Sayid Sabiq, seperti dikutip Ahmad Wardi
Muslich mendefinisikan jinayah sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan jinayah
dalam istilah syara’ adalah setiap perbuatan yang dilarang, dan
perbuatan yang dilarang itu adalah setiap perbuatan yang oleh syara’ dilarang
untuk melakukannya karena adanya bahaya terhadap agama, jiwa, akal, kehormatan,
atau harta benda”.[4]
Ahmad Hanafi memberi pengertian jinayah
dalam Bahasa Indonesia sering disebut dengan istilah peristiwa pidana,
delik atau tindak pidana. Para fuqaha sering pula menggunakan istilah jinayah
atau jarimah. Istilah jarimah mempunyai kandungan arti yang
sama dengan istilah jinayah, baik dari segi bahasa maupun dari segi
istilah. Jarimah merupakan kata jadian (masdar) dari segi bahasa dengan
asal kata jarama yang artinya berbuat salah, sehingga jarimah mempunyai
arti perbuatan salah.[5]
(Baca juga: Unsur-unsur Jarimah)
Dede Rosyada dalam bukunya “Hukum Islam
dan Pranata Sosial” seperti yang dikutip Zainuddin Ali bahwa hukum pidana Islam
merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah. Fiqh jinayah adalah
segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang
dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani
kewajiban) sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci
dari Al Quran dan Hadist. Tindakan kriminal yang dimaksud adalah
tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketenteraman umum serta tindakan
melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Al-Quran dan Hadist.[6] “Hukum
pidana Islam” merupakan Syari’at Allah yang mengandung kemaslahatan umum
kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Syari’at Islam dimaksud,
secara materiel mengandung kewajiban bagi setiap manusia untuk melaksanakannya.[7]
Topo Santoso berpendapat, kejahatan (jarimah)
jinayat didefinisikan sebagai larangan hukum yang diberikan Allah, yang
pelanggarannya membawa hukuman yang ditentukanNya. Larangan hukum berarti
melakukan perbuatan yang dilarang atau tidak melakukan suatu perbuatan yang tidak
diperintahkan. Dengan demikian, suatu kejahatan adalah perbuatan yang hanya
dilarang oleh syari’at. Dengan kata lain, melakukan (commission) atau
tidak melakukan (ommission) suatu perbuatan yang membawa kepada hukuman
yang ditentukan oleh Syari’at adalah kejahatan.[8]
[1] hmad Wardi Muslich , Pengantar
dan Asas Hukum Pidana Islam, Fikih Jinayah, Sinar Grafika, Jakarta, 2004,
cetakan I, hal. 9.
[2] Ahmad Wardi Muslich, Hukum
Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, cetakan I. hal. ix – x.
[3] Ahmad Wardi Muslich, op cit., hal.
13.
[4] Ibid, hal. 10.
[5] Makhrus Munajat, Dekontruksi
Hukum Pidana Islam, Logung, Jogjakarta, 2004, cetakan I, hal. 1.
[6] Zainuddin Ali, Hukum Pidana
Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, cetakan I, hal. 1.
[7] Ibid.
[8] Topo Santoso, Membumikan Hukum
Pidana Islam, Gema Insani, Jakarta, 2003, cetakan I, hal. 20.