-->

Penyelesaian Sengketa Pertanahan

SUDUT HUKUM | Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional jo. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan, telah dibentuk satu Kedeputian yang secara khusus menangani sengketa, konflik dan perkara pertanahan yaitu Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan pada tingkat Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI) dan Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi (Regional) serta Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota (Daerah) yang kesemuanya merupakan satu kesatuan sistematis dan sinergis.

Penyelesaian Sengketa Pertanahan

Dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional yakni Pasal 3, disebutkan bahwa Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi yang salah satunya yakni pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan. Hal ini selaras dengan yang dicita-citakan oleh BPN dalam 11 Agenda Prioritas BPN yang berisi:


  1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional;
  2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah, serta sertipikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia;
  3. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah;
  4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana alam dan daerah-daerah konflik di seluruh tanah air;
  5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan secara sistematis;
  6. Membangun sistem informasi dan manajemen pertanahan nasional (SIMTANAS) dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia;
  7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat;
  8. Membangun data base penguasaan dan pemilikan tanah skala besar;
  9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan pertanahan yang telah ditetapkan;
  10. Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional;
  11. Mengembangkan dan memperbaharui politik, hukum dan kebijakan pertanahan.

Dalam rangka percepatan penanganan dan penyelesaian masalah pertanahan sesuai peta sebaran kasus sengketa, konflik, dan perkara pertanahan, diperlukan kinerja yang baik dan terukur dalam penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan secara sistematis baik dalam berpikir dan bertindak sehingga tidak hanya bersifat informatif akan tetapi juga menyajikan data-data sengketa, konflik, dan perkara pertanahan, akar permasalahan, tipologi permasalahan, langkah-langkah penanganan serta solusi pemecahannya sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan, yang terdiri dari 10 (sepuluh) Juknis, yaitu:
  • Petunjuk Teknis Nomor 01/JUKNIS/D.V/2007 tentang Pemetaan Masalah dan Akar Masalah Pertanahan;
  • Petunjuk Teknis Nomor 02/JUKNIS/D.V/2007 tentang Tata Laksana Loket Penerimaan Pengaduan Masalah Pertanahan;
  • Petunjuk Teknis Nomor 03/JUKNIS/D.V/2007 tentang Penyelenggaraan Gelar Perkara;
  • Petunjuk Teknis Nomor 04/JUKNIS/D.V/2007 tentang Penelitian Masalah Pertanahan;
  • Petunjuk Teknis Nomor 05/JUKNIS/D.V/2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi;
  • Petunjuk Teknis Nomor 06/JUKNIS/D.V/2007 tentang Berperkara di Pengadilan dan Tindak Lanjut Pelaksanaan Putusan Pengadilan;
  • Petunjuk Teknis Nomor 07/JUKNIS/D.V/2007 tentang Penyusunan Risalah Pengolahan Data (RPD);
  • Petunjuk Teknis Nomor 08/JUKNIS/D.V/2007 tentang Penyusunan Keputusan Pembatalan Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah/Pendaftaran/Sertipikat Hak Atas Tanah;
  • Petunjuk Teknis Nomor 09/JUKNIS/D.V/2007 tentang Penyusunan Laporan Periodik;
  • Petunjuk Teknis Nomor 10/JUKNIS/D.V/2007 tentang Tata Kerja Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional;

Penyelesaian sengketa pertanahan senantiasa diupayakan agar tetap mengikuti tata cara dan prosedur yang telah diatur dalam berbagai peraturan perundangundangan. Pentingnya mengindahkan ketentuan perundangan dimaksud, karena untuk menghindari tindakan melanggar hukum. Hukum mengandung ide dan konsep karena boleh digolongkan sesuatu yang abstrak seperti ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan.

Penyelesaian sengketa tanah dapat dibedakan menjadi 2, yaitu melalui jalur non peradilan/non litigasi (Perundingan/musyawarah atau negotiation, Konsiliasi/conciliation, Mediasi/Mediation, Arbitrase/arbitran) dan jalur peradilan/litigasi. Apabila usaha musyawarah tidak menemukan kesepakatan maka yang bersangkutan/pihak yang bersengketa dapat mengajukan masalahnya ke Pengadilan (Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tata Usaha Negara) (Sarjita 2005 : 9).
Pada hakikatnya setiap ada persengketaan mengenai tanah, penyelesaiannya disesuaikan menurut corak dan karakteristik sengketa itu sendiri. Pandangan budaya asli bangsa Indonesia yang mengedepankan kedamaian, kerukunan, gotong royong, tolong menolong dan tenggang rasa, merupakan konsep dasar dalam menghadapi suatu perselisihan atau sengketa, dimana penyelesaiannya tidak langsung ke Pengadilan (litigasi). Namun biasanya diupayakan melalui cara-cara kekeluargaan di luar Pengadilan (non litigasi).

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel