Viktimologi
Monday, 9 May 2016
SUDUT HUKUM | Viktimologi adalah suatu pengetahuan ilmiah/ studi yang mempelajari suatu viktimisasi (kriminal) sebagai suatu permasalahan manusia yang merupakan suatu kenyataan sosial (Arif Gosita:2004 ; 38). Dikaji dari rumusan tersebut suatu ruang lingkup yang menjadi perkataan viktimologi dan juga kriminologi adalah hal-hal yang berkaitan dengan:
- Berbagai viktimisasi kriminal atau kriminalitas.
- Teori-teori etiologi viktimisasi kriminal.
- Para peserta yang terlibat dalam terjadinya suatu viktimisasi kriminal atau kriminalitas seperti para korban, pelaku, pengamat, pembuat Undang-Undang, polisi, jaksa, hakim, pengacara dan sebagainya.
- Reaksi terhadap suatu viktimisasi criminal.
- Respons terhadap suatu viktimisasi kriminal seperti argumentasi kegiatankegiatan penyelesaian suatu viktimisasi atau viktimologi, usaha-usaha prefensi, represi, tindak lanjut (ganti kerugian dan pembuatan peraturan hukumnya). (Arif Gosita: 2004; 39)
Dilihat dari ruang lingkup seperti tersebut diatas, jika dibandingkan antara viktimologi. Dengan kriminologi, maka dapat diketahui bahwa keduanya mempunyai obyek studi yang sama, yaitu pelaku dan korban. Sedangkan perbedaannya yaitu viktimologi lebih menekankan pada korban sedangkan kriminologi pada pelaku. Sehingga lebih lanjut yang dibahas dalam tulisan ini adalah perempuan sebagai korban dalam tindak kekerasan atau kejahatan, walaupun sebenarnya tidak ada timbul viktimisasi kriminal (viktimitas) atau kejahatan (kriminalitas) tanpa adanya pihak korban dan pelaku. Karena masingmasing merupakan kompenen suatu interaksi (mutlak) yang hasil interaksinya adalah suatu viktimisasi kriminal (kriminalitas). Perlu diketahui bahwa suatu viktimisasi kriminal atau kriminalitas itu adalah:
- Merupakan masalah manusia yang sebenarnya secara dimensional.
- Merupakan suatu hasil interaksi akibat adanya suatu interaksi anatar fenomena yang ada dan saling mempengaruhi.
- Merupakan tindakan seseorang (individu) yang dipengaruhi oleh suatu struktur sosial tertentu dari suatu masyarakat tertentu.
Viktimisasi kriminal kekerasan adalah tindakan-tindakan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang terhadap orang lain, baik untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain dan yang menimbulkan penderitaan mental, fisik dan sosial. Seperti telah dikemukakan diatas bahwa setiap
permasalahan manusia adalah merupakan hasil interaksi sebagai akibat adanya suatu interaksi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi, maka hal ini dapat pula berlaku untuk suatu viktimisasi kriminal yaitu berupa kekerasan yang dilakukan oleh dan terhadap kaum perempuan.
Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi adanya suatu viktimisasi kriminal dapat dicari serta akan dapat diteliti pula semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak kekerasan pada terjadinya suatu kejahatan dan tidak hanya memperhatikan pelaku saja tetapi perlu pula memperhatikan pihak korban, pengamat (saksi), pembuat Undang-Undang, polisi, jaksa, hakim, orang tua, anak dan sebagainya.
Viktimologi juga mempelajari sejauh mana pelaksaan peraturan tentang hak-hak korban yang telah dilaksanakan. Aspek viktimologi dalam hukum nasional dapat dilihat terutama dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), selain itu dengan telah dibentuknya Pengadilan tentang Hak Asasi Manusia (HAM), yang telah melaksanakan secara efektif pada tahun 2002, yang didasarkan atas Undang- undang No. 26 Tahun 2000. Selanjutnya implementasi undangundang tentang HAM tersebut di tuangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran HAM yang Berat. Sebagaimana dimuat dalam Pasal 1 butir 3 yang berbunyi sebagai berikut : ”Korban adalah orang perorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan, baik fisik, mental maupun emosional, kerugian ekonomi, atau mengalami pengabaian, pengurangan atau perampasan hak-hak dasarnya sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk korban adalah ahli warisnya.”
Persoalan viktimologi adalah, apakah masalah kepentingan korban tindak pidana biasa termasuk dalam persoalan HAM, karena dalam ketentuan di Pasal 1 butir 3 tersebut hanya untuk korban pelanggaran HAM berat saja, sedangkan korbankorban tindak pidana biasa tidak disebutkan dalam ketentuan tersebut. Hal tersebut perlu ada kajian lebih lanjut, karena apabila korban tindak pidana biasa bisa masuk dalam ketentuan tersebut, maka korban tindak pidana biasa dapat masuk pula kedalam kompetensi peradilan HAM.