Peran Naẓir dalam Pengelolaan Wakaf Uang
Monday, 13 June 2016
SUDUT HUKUM | Nazir berasal dari kata kerja bahasa
Arab naẓara yang mempunyai arti, menjaga, memelihara,
mengelola dan mengawasi. Nazir adalah isim fail dari kata naẓara yang
kemudian dapat diartikan dalam bahasa Indonesia dengan pengawas atau penjaga.
Nazir wakaf atau biasa disebut Nazir adalah orang yang diberi tugas
untuk mengelola
wakaf. Pengertian ini kemudian di Indonesia dibuat menjadi kelompok
orang atau badan hukum yang diserahi tugas untuk memelihara dan mengurus
benda wakaf.
(Baca juga: Pengertian Wakaf)
Dalam kitab fiqh, masalah Nazir ini dibahas dengan judul alwilayah ala l-waqf artinya penguasaan
terhadap wakaf atau pengawasan terhadap wakaf. Orang
yang diserahi atau diberi kekuasaan atau diberi tugas untuk mengawasi
harta wakaf itulah yang disebut Nazir atau mutawalli.
Dengan demikian Nazir berarti orang yang berhak untuk
bertindak atas harta wakaf, baik untuk
mengurusnya, memeliharanya, mengembangkan dan mendistribusikan hasil wakaf
kepada orang yang berhak menerima wakaf tersebut, ataupun mengerjakan segala sesuatu yang
memungkinkan harta itu tumbuh dengan baik dan kekal.
(Baca juga: Sejarah Wakaf)
Walaupun
para mujtahidin tidak menjadikan Nazir sebagai salah satu rukun wakaf, para ulama
sepakat bahwa seorang waqif harus menunjuk Nazir wakaf (pengawas wakaf).
Pengangkatan Nazir ini ditujukan supaya harta wakaf tetap terlindungi dan terkelola
sehingga harta wakaf itu tidak mubazir. Begitu pentingnya keberadaan Nazir, dalam Pasal
6 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Nazir dianggap sebagai salah satu unsur wakaf. Nazir tersebut bisa berbentuk
perorangan, organisasi maupun Badan Hukum.
Nazir memegang peranan yang sangat
penting dalam perwakafan. Agar harta itu dapat dimanfaatkan secara terus-menerus, maka harta
itu harus dijaga, dipelihara, dan jika mungkin dikembangkan.
Tugas Nazir, diantaranya adalah
mengadmistrasikan harta benda wakaf, menjaga, mengembangkan
harta benda sesuai dengan fungsi, tujuan, dan peruntukannya serta
melestarikan manfaat dari harta yang diwakafkan bagi orang-orang yang berhak
menerimanya. Disamping itu Nazir juga berkewajiban mengawasi dan melindungi
harta wakaf.
(Baca juga: Macam-macam wakaf)
Dengan demikian jelas bahwa berfungsi dan tidaknya suatu
perwakafan sangat tergantung pada kemampuan Nazir. Berkenaan dengan tugasnya
yang cukup berat, maka Nazir pun mempunyai hak untuk memperoleh hasil dari
pengembangan wakaf. Di berbagai negara pada umumnya bahwa Nazir berhak
memperoleh hasil pengembangan wakaf paling banyak 10%. Di Indonesia, Nazir dapat menerima upah dari
hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan
harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10%.
Pengelolaan
wakaf khususnya wakaf uang memang tidak mudah, karena dalam pengembangannya
harus melalui berbagai usaha yang mempunyai resiko cukup tinggi. Oleh
karena itu pengelolaan dan pengembangan benda wakaf, khususnya wakaf uang
harus dilakukan oleh Nazir yang profesional.
Pasal 10 Undang-undang tentang Wakaf menyebutkan
bahwa seseorang hanya dapat menjadi pengelola wakaf apabila memenuhi
persyaratan:
- Warga Negara Indonesia;
- Beragama Islam;
- Dewasa;
- Amanah;
- Mampu secara jasmani (badan) dan rohani; dan
- Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
Adapun tugas Nazir dalam Undang-undang Wakaf dengan jelas disebutkan dalam Pasal
11, yakni:
- Melakukan peng-administrasian harta benda wakaf;
- Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya;
- Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
- Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
(Baca juga: Pengertian Nazir)
Apabila
dilihat dari tugas Nazir di atas, menurut penulis, Nazir selain memenuhi syarat-syarat
yang disebutkan dalam Undang-undang, dalam pelaksanaannya, Nazir dapat
bekerja secara profesinal dalam mengelola wakaf, maka Nazir khususnya Nazir wakaf uang
juga harus memiliki kemampuan yang lain seperti:
- Memahami hukum wakaf dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah perwakafan.
- Memahami pengetahuan mengenai ekonomi syariah dan instrumen keuangan syariah.
- Memiliki wawasan praktik perwakafan khususnya praktif wakaf uang di berbagai negara.
- Memiliki akses luas terhadap calon wakif.
- Mengelola keuangan secara professional dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, seperti melakukan investasi dana wakaf.
- Melakukan administrasi rekening beneficiary. Persyaratan ini memerlukan teknologi tinggi dan sumber daya manusia yang handal.
- Melakukan distribusi hasil investasi dana wakaf.
- Mengelola dana wakaf secara transparan dan akuntabel.
Supaya Nazir bekerja sesuai dengan apa yang
disyaratkan waqif dan sesuai dengan aturan yang berlaku, perlu adanya suatu lembaga atau badan
yang salah satu tugasnya adalah membina dan mengawasi Nazir. Di Indonesia
misalnya, dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf diamanatkan
perlunya dibentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Undang-undang tersebut
menyebutkan bahwa Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang:
- melakukan pembinaan terhadap pengelola dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf;
- melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional;
- memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf;
- memberhentikan dan mengganti pengelola lain sebagai pengganti;
- memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf;
- memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
Dalam Pasal
47 ayat (2) disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya Badan Wakaf Indonesia (BWI) dapat
bekerjasama dengan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, organisasi
masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dianggap perlu.
Kalau kita lihat dari tugas dan wewenang Badan Wakaf Indonesia (BWI) dalam Undang-udang ini nampak bahwa Badan Wakaf Indonesia (BWI) selain mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia, juga mempunyai tugas untuk membina para Nazir, sehingga nantinya wakaf dapat berfungsi sebagaimana disyariatkannya wakaf.