Kedudukan Orang Safih dalam Berwasiat
Friday, 8 July 2016
SUDUT HUKUM | Dalam
fiqh Islam orang yang biasa menghambur-hamburkan hartanya
tanpa tujuan yang diridlai syara` seperti membelanjakan hartanya untuk
kepuasan nafsu seksualnya, membeli khamr dan berjudi atau berdagang
yang tidak mengerti cara berdagang sehingga sering ditipu harus
dikenakan pengampuan dan segala tindakan hukum yang merugikan dirinya
dianggap batal, maka orang yang berada di bawah pengampuan kedudukannya
sama seperti anak kecil atau orang yang belum dewasa. Ia tidak
boleh melakukan tindakan-tindakan hukum yang berkaitan dengan harta
seperti hibbah, sedekah, memerdekakan budak atau yang lainnya.

Sementara
itu menurut jumhur ulama, tindakan hukum orang bodoh
atau dungu disamakan dengan hukum anak kecil dan orang gila permanen.
Apabila sifat bodoh atau dungu ini telah hilang maka segala tindakanhukum mereka dianggap sah dan para ulama telah sepakat dengan
disyari`atkannya pengampuan ini berdasarkan firman Allah SWT:
Jika orang yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia tidak mau mengimlakkan,D= maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur”. (QS. al - Baqarah: 282)
Juga
firman Allah SWT:
Janganlah kamu berikan kepada orang-orang yang bodoh harta-harta mereka yang ada di tanganmu yang Allah jadikan sebagai pokok penghidupan, tapi berilah rizki mereka dan beri mereka pakaian dengan harta itu dan berkatalah kepada mereka dengan perkataan yang baik.” (QS. an-Nisa: 5)
Dua
ayat tersebut menunjukkan bahwa harta orang yang bodoh itu
tidak boleh diserahkan kepadanya dan Allah telah menjadikan wali bagi
orang safih. Hal itu
berarti ia dikuasai orang dan itu tidak mungkin kecuali
sesudah ia diampu. Dengan demikian bahwa kedudukan orang safih dalam melakukan sesuatu khususnya berwasiat
harus mendapat izin dari
walinya.