Air dan Hukum Memilikinya
Wednesday, 17 August 2016
SUDUT HUKUM | Air
adalah suatu senyawa kimia yang paling dikenal dan banyak terdapat di
bumi. Air adalah barang mubah. Air mubah yaitu air-air lembah seperti air sungai
Nil dan Eufrat, mata air yang ada di pegunungan, dan setiap mata air yanng
menngalir di lokasi tanah tak bertuan.
Jika
ingin mengairi lahan dan air tersebut bersumber dari sungai besar seperti
Nil, Eufrat, dan sejenisnya, maka boleh hukumnya mengambil air sesuka hatinya
kapan saja sebab tidak ada mudharat terhadap siapa pun.
Air
sungai, air laut, mata air dan air hujan semua ini milik manusia bersama,
tak ada seorangpun yang berwenang, lebih utama dari yang lainya, dia tidak
boleh dijual dan dibeli selama masih berada di tempat aslinya, Rasulullah SAW
sabda: menurut yang diriwayatkan Abu daud:
َاْلمُسْلِمُوْ َ ن شُرَ َ كاءُفِى َث َ لاثٍ : فِى ْاَلماءِوَْال َ كَلاءِوَالنَّارِ
Orang-orang Islam berserikat dalam tiga hal: air, api, dan rumput.”
Namun jika berupa sungai kecil, seseorang tidak bisa mengairi tanahnya kecuali jika dia membendungnya. Dalam hal ini harus diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
- Jika tanahnya sama rata, proses pengairan dimulai dari yang dekat dengan sungai dan airnya ditahan sampai lokasi itu digenangi air sehingga mata kaki lalu dia melepasnya ketempat yang berikutnya, demikian seterusnya sampai semua lokasi terendam, sebab Nabi menetapkan bagi yang mengairi tanah dari air sungai untuk memulaikan dari yang paling dekat dengan sungai lalu menahan (membendung) dan kemudian melepasnya sehingga semua terbasahi (tergenangi).
- Jika tanah tidak rata sebagian lebih tinggi dari pada yang lain, air tidak berhenti di tempat yang tinggi setinggi mata kaki sehingga air berhenti pada tempat yang rendah sampai ketengah-tengah lalu tanah yang rendah dialiri air sebatas mata kaki lalu dibendung dan disiramkan ke tempat yang tinggi sebatas mata kaki.
Jika
air mubah dan hak bersama untuk semua dan tidak atas nama pribadi hanya
dia yang bisa memiliki apa yang diambilnya dengan tangan atau tempat seperti
bejana, atau telaga yang tidak ada pintu keluarnya atau menggali lubang di
tanah, termasuk juga cerek, maka dia berhak memilikinya hanya dengan dia masuk
kedalamnya seperti mencari kayu dan rumput walaupun yang mengambil belum
mumayyiz.
Iyyas
Al Muzanni meriwayatkan, bahwa dia pernah melihat orang-orang menjual
air. Kemudian ia berkata : “janganlah kalian menjual air, sesunguhnya aku
mendengar Rasulullah meencegah memperjual belikan air”. Adapun
jika seseorang mengambil dan mengumpulkannya dan telah menjadi
miliknya, dalam keadaan seperti ini boleh menjualnya. Demikian pula halnya
jika seseorang menggali sumur ditanah miliknya atau membuat alat untuk mengambil
air.
Dengan
demikian, jual beli air dalam kaitan ini tak ubahnya menjualbelikan
kayu sesudah dikumpulkan. Sebelum dikumpulkan, kayu menjadi milik
bersama, jika telah dikumpulkan dan menjadi milik seseorang tertentu, maka
sah menjualnya.
Rujukan:
Abdul Aziz Muhammad Azzam,Fiqh Muamalah, Sistem Transaksi Dalam Islam,
Ibnu Majah, Sunan
Ibnu Majah,(Riyad : Maktaba
Nazar Mustofa Al-Baz,1999 Jilid I ).
Abdul Aziz Muhammad Azzam,Fiqh
Muamalah, Sistem Transaksi Dalam Islam.
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid