Hukum Menghadiri Walimah
Wednesday, 17 August 2016
SUDUT HUKUM | Dari Abdullah bin Umar bahwa
Rasulullah saw. bersabda:
Jika salah seorang di antara kalian diundang mengahadiri walimah, maka hendaklah ia menghadirinya.” (Muttafaqun 'Alaih).
Hukum asal mengadakan walimah
dengan bentuk apapun adalah sunnah. Begitu juga hukum
menghadirinya kecuali walimah al-'urs yang berdasarkan hadist tersebut
adalah wajib. Karena itu golongan Malikiyah berpendapat hadist tersebut
menjelaskan konsekuensi hukum wajib hanya terhadap walimah al-urs. Bisa
ditarik benang merah bahwa hukum menghadiri untuk walimah yang
lain adalah makruh, keculi walimah al-'aqiqah yang mempunyai hukum
sunnah. Namun, menurut Ibnu Rusyd hukum menghadiri walimah apapun
selain walimah al-'aqiqah, boleh-boleh saja.
Sebagaimana Hadist riwayat Abu
Musa ra., Rasulullah saw.bersabda:
Bebaskanlah orang yang dalam kesulitan, datangilah orang yang mengundang (dalam walimah), dan jenguklah orang yang sedang sakit.” (HR. Al-Bukhari).
Walimah merupakan hal yang wajib
untuk didatangi bagi yang mendapat undangan. Karena itu,
syarat wajib menghadiri walimah adalah jika dalam pertemuan walimah itu
tidak terdapat hal-hal yang merusakkan arti walimah. Misalnya, tidak ada
perbuatan-perbuatan munkar, minuman keras, tidak ada perempuan yang
bersolek, dan tidak ada udzur syar'i seperti hujan, sakit, serta
kedahuluan undangan lain. Sebagaimana diceritakan Ali bin Abi Thalib
ra.
Aku pernah membuat makanan, lalu aku mengundang Rasulullah saw. beliaupun datang dan melihat beberapa gambar di dalam rumah, maka beliau kembali pulang (HR. Ibnu Majah).
Begitu juga diriwayatkan oleh Abu
Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Seburuk-buruk makanan adalah makanan walimah, bagi orang yang mau mendatanginya dilarang mengambilnya. Sedangkan bagi orang yang diundang menolaknya. Dan bagi siapa yang tidak memenuhi undangan, berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR.Muslim).
Berdasarkan hadist tersebut
menunjukkan kewajiban menghadiri walimah al-'urs sampai batas yang ditentukan. Jika
seseorang tidak menghadirinya tanpa alasan yang dibenarkan, maka ia
telah berdosa.
Rujukan:
Kamil Muhammad 'Uwaidah, Fikih Wanita, Terj. Abdul Ghaffar, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet.-I, 2008,
Sa'id Thalib Al-Hamdani, Risalah Nikah, Terj. Agus Salim, Jakarta: Pustaka Amani, Cet-III, 2011.