-->

Hukum Menghadiri Walimah

SUDUT HUKUM | Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Jika salah seorang di antara kalian diundang mengahadiri walimah, maka hendaklah ia menghadirinya.” (Muttafaqun 'Alaih).
Hukum asal mengadakan walimah dengan bentuk apapun adalah sunnah. Begitu juga hukum menghadirinya kecuali walimah al-'urs yang berdasarkan hadist tersebut adalah wajib. Karena itu golongan Malikiyah berpendapat hadist tersebut menjelaskan konsekuensi hukum wajib hanya terhadap walimah al-urs. Bisa ditarik benang merah bahwa hukum menghadiri untuk walimah yang lain adalah makruh, keculi walimah al-'aqiqah yang mempunyai hukum sunnah. Namun, menurut Ibnu Rusyd hukum menghadiri walimah apapun selain walimah al-'aqiqah, boleh-boleh saja.

Hukum Menghadiri Walimah

Sebagaimana Hadist riwayat Abu Musa ra., Rasulullah saw.bersabda:
Bebaskanlah orang yang dalam kesulitan, datangilah orang yang mengundang (dalam walimah), dan jenguklah orang yang sedang sakit.” (HR. Al-Bukhari).
Walimah merupakan hal yang wajib untuk didatangi bagi yang mendapat undangan. Karena itu, syarat wajib menghadiri walimah adalah jika dalam pertemuan walimah itu tidak terdapat hal-hal yang merusakkan arti walimah. Misalnya, tidak ada perbuatan-perbuatan munkar, minuman keras, tidak ada perempuan yang bersolek, dan tidak ada udzur syar'i seperti hujan, sakit, serta kedahuluan undangan lain.  Sebagaimana diceritakan Ali bin Abi Thalib ra.
Aku pernah membuat makanan, lalu aku mengundang Rasulullah saw. beliaupun datang dan melihat beberapa gambar di dalam rumah, maka beliau kembali pulang (HR. Ibnu Majah).
Begitu juga diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Seburuk-buruk makanan adalah makanan walimah, bagi orang yang mau mendatanginya dilarang mengambilnya. Sedangkan bagi orang yang diundang menolaknya. Dan bagi siapa yang tidak memenuhi undangan, berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR.Muslim).
Berdasarkan hadist tersebut menunjukkan kewajiban menghadiri walimah al-'urs sampai batas yang ditentukan. Jika seseorang tidak menghadirinya tanpa alasan yang dibenarkan, maka ia telah berdosa.

Rujukan: 


Kamil Muhammad 'Uwaidah, Fikih Wanita, Terj. Abdul Ghaffar, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet.-I, 2008,
Sa'id Thalib Al-Hamdani, Risalah Nikah, Terj. Agus Salim, Jakarta: Pustaka Amani, Cet-III, 2011.

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel