Prinsip-prinsip Perdagangan Rasulullah SAW.
Tuesday, 16 August 2016
SUDUT HUKUM | Prinsip-prnsip perdagangan yang
dicontohkan Rasulullah SAW. Adalah prinsip keadilan dan
kejujuran. Dalam konsep Islam perdagangan yang adil dan jujur adalah
perdagangan yang “tidak menzalimi dan tidak pula dizalimi” (QS.
Al-Baqarah: 279).
A.Mekanisme
pasar dalam perdagangan
Dalam Islam, konsep dan
perdagangan harus dilandasi oleh nilai-nilai dan etika yang
bersumber dari nilai-nilai dasar agama yang menjunjung tinggi tentang
kejujuran dan keadilan. Fakta menunjukkan bahwa Rasulullah SAW. Telah
banyak memberikan contoh dalam melakukan perdagangan secara adil
dan jujur. Selain itu juga, Rasulullah SAW. Telah meletakkan
prinsip-prinsip yang mendasar tentang bagaimana pelaksanaan
perdagangan yang adil dan jujur.
Prinsip dasar yang diletakkan
Rasulullah SAW. Adalah berkaitan dengan mekanisme pasar dalam
perdagangan, kedua belah pihak dapat saling menjual dan membeli barang
secara ikhlas artinya tidak ada campur tangan serta intervensi
pihak lain dalam menentukan harga barang. Terdapat beberapa prinsip
yang melandasi fungsi pasar dalam masyarakat muslim:
- Dalam konsep perdagangan Islam, penentuan harga ditentukan oleh kekuatan pasar yaitu kekuatan permintaan dan penawaran tersebut, haruslah terjadi secara suka rela, tidak ada pihak yang merasa terpaksa dalam melakukan transaksi pada tingkat harga tersebut. Hal ini telah disebutkan dalam al-Quran: “Hai orangorang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS. An-Nisa’: 29).
Firman Allah SWT tersebut
menekankan bahwa transaksi perdagangan harus dilakukan tanpa
paksaan, sehingga terbentuklah harga secara alamiah. Dalam hal
ini semua harga yang terkait dengan factor produksi maupun
produk barang itu sendiri bersumber pada mekanisme pasar
seperti ini, karena itu ketetapan harga tersebut telah diakui
sebagai harga yang adil dan wajar (harga yang sesuai).
- Mekanisme pasar dalam Islam melarang adanya sistem kerjasama yang tidak jujur. Islam tidak menghendaki adanya koalisi antara konsumen dengan produsen, meskipun tidak mengesampingkan adanya konsentrasi produksi, selama terjadinya konsentrasi itu dilakukan dengan cara-cara yang jujur seta tidak melanggar prinsip kebebasan dan kerja sama. Oleh karena itu, prinsip monopoli ataupun oligopoli tidak dilarang dalam Islam selama pelaku tidak mengambil keuntungan diatas keuntungan yang wajar. Agar sistem perdagangan itu tidak menyalahi aturan agama maka penting dibentuk lembaga hisbah. Lembaga ini bertugas memantau dan mengawasi praktik-praktik kegiatan perekonomian untuk menjamin keadilan dan perdagangan yang jujur serta tidak melanggar aturan yang termaktub dalam kaidah al-Quran dan Hadits Rasulullah SAW.
- Bila pasar dalam keadaan tidak sehat, di mana telah terjadi tindak kezaliman seperti adanya kasus penipuan, penimbunan, atau perusakan pasokan dengan tujuan menaikkan harga, maka menurut Ibnu Taimiyyah pemerintah wajib melakukan regulasi harga pada tingkat yang adil antara produsen dan konsumen tanpa ada pihak yang dirugikan atau dieksploitasi oleh pihak yang lain.
B. Praktik
perdagangan yang Islami
Perdagangan yang Islami adalah
perdagangan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika yang
bersumber dari nilai-nilai dasar agama yang menjunjung tinggi tentang
kejujuran dan keadilan. Muhammad SAW. Dalam ajarannya meletakkan
keadilan dan kejujuran sebagai prinsip dalam perdagangan.
Perdagangan yang adil konsep islam adalah perdagangan yang “tidak
menzalimi dan tidak dizalimi”.
Konteks perdagangan adil yang
diperintahkan Rasulullah adalah untuk menegakkan kejujuran
dalam transaksi serta menciptakan hubungan baik dalam berdagang.
Ketidakjujuran dalam perdagangan sangat dilarang oleh Nabi.
Bahkan, beliau menyatakan bahwa perdagangan sebagai suatu hal
yang haram, bila keuntungan individu yang diperoleh dari transaksi
perdagangan itu akan mendatangkan kerugian dan penderitaan pada
beberapa orang lain atau pada masyarakat lebih luas. Untuk
menjadi pedagang yang baik, Islam telah mengatur agar persaingan antar
pedagang di pasar dilakukan dengan cara yang adil dan jujur. Segala
bentuk transaksi yang menimbulkan ketidakadilan serta berakibat
terjadinya kecenderungan meningkatnya harga barang-barang secara zalim
sangat dilarang oleh Islam. Ada berbagai transaksi perdagangan
yang dilarang oleh Rasulullah SAW.
Dalam keadaan pasar normal, di
antaranya adalah sebagai berikut:
- Tallaqi rukban, yaitu mencegat pedagang yang membawa barang dari tempat produksi sebelum sampai pasar. Rasulullah melarang praktik perdagangan seperti ini dengan tujuan untuk menghindari ketidaktahuan penjual dari daerah pedesaan akan harga barang yang berlaku di kota. Rasulullah memerintahkan suplai barang hendaknya dibawa langsung ke pasar sehingga penjual dan pembeli dapat mengambil manfaat dari adanya harga yang alamiah. Mencegah masuknya pedagang ke pasar kota dapat menimbulkan pasar yang tidak kompetitif.
- Perdagangan yang menipu. Islam sangat melarang segala bentuk penipuan, untuk itu Islam sangat menuntut suatu perdagangan yang dilakukan secara jujur dan amanah. Termasuk kategori menipu dalam perdagangan adalah:
- Gisyah, yaitu menyembunyikan cacat barang yang dijual. Dapat pula dikategorikan sebagai gisyah adalah mencampurkan barang-barang jelek kedalam barang-barang yang berkualitas baik, sehingga pembeli akan mengalami kesulitan untuk mengetahui suatu barang yang diperdagangkan.
- Tathfif, yaitu tindakan pedagang mengurangi timbangan dan takaran suatu barang yang dijual.
- Perdagangan najasy, yaitu praktik perdagangan dimana seseorang berpura-pura sebagai pembeli yang menawar tinggi harga barang dagangan dengan disertai memuji-muji kualitas barang tersebut secara tidak wajar, tujuannya adalah untuk menaikkan harga barang.
- Memperdagangkan barang haram, yaitu memperjualbelikan barang-barang yang telah dilarang dan diharamkan oleh al-Quran, seperti daging babi, darah, minuman keras, dan bangkai.
- Perdagangan secara riba, yaitu pengambilan tambahan dalam transaksi jual beli ataupun pinjam-meminjam yang berlangsung secara zalim dan bertentangan dengan prinsip mu’amalah secara Islami.
Dari uraian tersebut dapat
ditarik benang merah bahwa prinsip perdagangan yang diajarakan Nabi
Muhammad SAW. Menganut prinsip yang sesuai wahyu Allah SWT yaitu
dalam surah An-Nisa’ : 29
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (An Nisaa’ : 29)
Yaitu transaksi yang dilakukan secara
suka rela tanpa adanya paksaan serta menjunjung tinggi
kejujuran dan keadilan disertai tindakan yang tidak saling menzhalimi.
Kejujuran dan keadilan dalam perdagangan merupakan pokok-pokok
ajaran Islamyang sangat utama.
Bahka semasa pemerintahan Nabi
Muhammad SAW di Madinah telah dilakukan penghapusan dan
melarang praktik perdagangan yang menjurus pada penipuan serta
ketidak adilan. Dalam hal ini, etika perdagangan yang dicontohkan oleh
Nabi, yaitu perdagangan yang jujur dan adil serta tidak disertai
unsur riba memegang peranan penting dalam pelaksanaan pola serta sistem
transaksi. Etika usaha inilah yang pada akhirnya akan menentukan praktik
perdagangan yang dikembangkan umat Islam.