Pengertian dan Bentuk-Bentuk Sanksi Pidana
Friday, 2 September 2016
SUDUT HUKUM | Sanksi pidana adalah ancaman
hukuman yang bersifat penderitaan dan siksaan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Anselm Von Feuerbach dengan ajarannya yang terkenal dengan “Tekanan
Psikologis” (de psychologiesche dwang), yaitu bahwa ancaman hukuman akan
menghindarkan orang lain dari perbuatan jahat (Satochid Kartanegara:tanpa tahun:56).
Penerapan sanksi pidana yang
tegas diharapkan dapat menekan meningkatnya pencurian tenaga listrik secara
kuantitas maupun kualitas. H. L. Packer didalam bukunya “The Limit Of Criminal
Sanction”, menimbulkan antara lain sebagai berikut:
- Sanksi pidana sangatalah diperlukan, kita tidak dapat hidup, sekarang ataupun dimasa yang akan datang, tanpa pidana.
- Sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia, yang kita miliki untuk menghadapi kejahatan-kejahatan atau bahaya besar dan segera untuk menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya.
- Sanksi pidana suatu ketika merupakan penjamin yang utama/terbaik atau prime threatener dari kebebasan manusia. Ia merupakan penjamin apabila digunakan secara hemat cermat atau prudently dan secara manusiawi atau humanly, ia merupakan suatu pengancam, apabila digunakan secara sembarangan dan secara paksa. (Muladi, Barda Nawawi Arief, 1984:155-156)
Bentuk-bentuk sanksi pidana
Bentuk-bentuk sanksi tercantum
pada pasal 10 KUHP dengan membedakan antara pidana pokok dan pidana tambahan,
yaitu:
- Pidana Pokok
- Pidana Mati
- Pidana Penjara
- Pidana Kurungan
- Pidana Denda
- Pidana Tutupan (terjemahan BPHN)
- Pidana Tambahan
- Pencabutan hak-hak tertentu
- Perampasan barang-barang tertentu
- Pengumuman putusan hakim
Dalam hal ini hanya akan
diuraikan satu-persatu tentang bentuk-bentuk pidana pokok.
- Pidana Mati
Menurut Pasal 11 KUHP, pidana
mati dijalankan dengan jalan menjerat tali yang terikat di tiang gantungan
leher pidana, kemudian algojo menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.
Kemudian Staatblad 1945 Nomor 123 yang dikeluarkan oleh Belanda
menyatakan bahwa pidana mati dijalankan dengan jalan tembak mati. Staatblad ini
diperkuat dengan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964, Lembaga Negara 1964
Nomor 38 yang ditetapkan menjadi Undang-undang nomor 5 Tahun 1969.
- Pidana Penjara
Pidana penjara adalah adalah
pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan, yang bukan saja tidak merdeka
berpergian tetapi juga kehilangan hak-hak tertentu, seperti hak untuk
memilih dan dipilih dalam Pemilu, hak untuk memangku jabatan publik, hak
untuk bekerja pada perusahaan-perusahaan, hak untuk mendapat
perizinan-perizinan tertentu, hak untuk mengadakan asuransi hidup, hak untuk tetap
dalam ikatan perkawinan, hak untuk kawin dan hak-hak sipil lainnya. Pidana
penjara bervariasi dari penjara sementara minimal 1 hari sampai penjara
seumur hidup, yang hanya tercantum apabila ada ancaman pidana mati (pidana
mati atau seumur hidup atau pidana penjara dua puluh tahun). Jadi, pada
umumnya pidana penjara maksimum 15 tahun.
- Pidana Kurungan
Pembuat undang-undang memandang
pidana kurungan lebih ringan daripada pidana penjara karena pidana
kurungan diancam kepada delik-delik yang dipandang ringan seperti delik
culpa dan pelanggaran, dimana dimana jangka waktu pemidanaannya lebih pendek
dibandingkan dengan pidana penjara.
- Pidana Denda
Pidana denda merupakan bentuk
pidana tertua yang terdapat setiap masyarakat. Pidana denda
dijatuhkan terhadap delik-delik ringan. Oleh karena itu, pidana denda merupakan
satu-satunya pidana yang dapat dipikul oleh orang lain selain terpidana.
Walaupun denda dapat dipikul oleh orang lain selain terpidana pribadi, tidak
ada larangan jika denda itu secara sukarela dibayar oleh orang atas nama
terpidana. Denda dalam perkara pidana dibayarkan kepada negara atau
masyarakat, yang apabila tidak dibayar dapat diganti dengan pidana kurungan.
Dan pidana denda tersebut tetap dijatuhkan walaupun terpidana telah membayar
ganti rugi secara perdata kepada korban.
- Pidana Tutupan
Dalam KUHP terjemahan Badan
Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), pada pasal 10 dicantumkan pidana
tutupan sebagai pidana pokok dibagian akhir, dibawah pidana denda. Pencantuman
ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang
Pidana Tutupan. Pidana tutupan disediakan bagi para politisi yang melakukan
kejahatan yang disebabkan ideologi yang dianutnya. Jadi dalam hal ini,
hakim boleh menjatuhkan pidana tutupan terhadap mereka yang melakukan
kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara karena terdorong oleh
maksud yang patut dihormati. Tetapi dalam praktek peradilan dewasa ini, pidana tutupan tidak
pernah diterapkan.