Keadilan Dalam Hukum Pidana
Thursday, 17 November 2016
SUDUT HUKUM | Keadilan dalam hukum pidana merupakan suatu keputusan dan tindakan
didasarkan atas norma-norma yang objektif, tidak subjektif atau sewenangwenang dan juga merupakan suatu perilaku adil, yaitu menempatkan segala sesuatu pada tempatnya atau sesuai dengan porsinya. Keadilan dalam hukum pidana adalah kebajikan utama dalam institusi sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran. suatu teori, betapapun elegan dan ekonomisnya, harus ditolak atau direvisi jika tidak benar, demikian juga hukum dan institusi, tidak peduli betapapun efisien dan rapinya, harus di reformasikan atau dihapuskan jika tidak adil. Setiap orang memiliki kehormatan yang berdasarkan pada keadilan sehingga seluruh masyarakat sekalipun tidak bias membatalkannya.
Menurut Plato keadilan adalah emansipasi dan partisipasi warga Negara (polis) dalam gagasan tentang kebaikan dalam Negara dan itu merupakan suatu pertimbangan filsafat bagi suatu undang-undang.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal 24 ayat 1 (hasil perubahan ketiga) menyebutkan, Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Jika dihubungkan dengan pasal 28D ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, maka norma dasar ini memberikan suatu petunjuk yang jelas bahwa negara melalui lembaga-lembaga yang menerima kekuasaan darinya untuk menegakkan hukum dan keadilan, harus melaksanakan kekuasaannya itu dengan tujuan tiada lain untuk menjamin pemenuhan hak masyarakat, dalam memperoleh suatu keadilan dari proses penegakan hukum.
Ini semua bukan pekerjaan mudah, tetapi bukan pula sesuatu yang mustahil dilakukan. Para penegak hukum dan keadilan merupakan ujung tombak dalam misi ini. Mereka harus mengumpulkan energi sebesar-besarnya untuk tujuan utama dari proses penegakan hukum yakni keadilan, suatu keadaan dimana produk-produk hukum yang merupakan output dari seluruh proses peradilan, membuat masyarakat merasa dirinya terlindungi, damai dan bahagia.
Di dalam hukum pidana, pada asasnya tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undangundang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya. Penjatuhan pidana sebagai bentuk pertanggung jawaban pelaku, merupakan salah satu unsur penting dalam penegakan hukum, suatu tindakan yang memerlukan formulasi tepat agar bisa menciptakan rasa aman dan menyentuh rasa keadilan masyarakat.
Dilihat dari sisi tujuan pemidanaan, terdapat dua konsep besar yang berkembang yakni tujuan pemidanaan yang menitik beratkan pada memberikan pembalasan terhadap kesalahan pelaku dan tujuan pemidanaan yang menitikberatkan pada manfaatnya bagi pelaku di masa depan melalui proses pembinaan.
Pengaturan mengenai jenis pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada pokoknya terbagi menjadi dua yakni : pidana pokok yang terdiri dari pidana mati, penjara, kurungan, denda (ditambah dengan pidana tutupan yang diatur dalam Undang-Undang No 20 Tahun 1946) dan pidana tambahan yang terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman putusan Hakim. Diluar KUHP, ada juga jenis pidana tambahan lain misalnya : pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi (pasal 18 ayat (1) huruf b UU No 31 Tahun 1999).
Penjatuhan pidana berupa pidana penjara atau kurungan oleh Hakim juga tidak bersifat mutlak, karena dalam keadaan tertentu yang secara tegas ditentukan dalam Undang-Undang, Hakim dapat memerintahkan agar seorang Terdakwa yang telah dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman, tidak perlu menjalani hukumannya dengan memberikan jangka waktu tertentu sebagai masa percobaan. Pidana ini dikenal dengan istilah pidana bersyarat, yang lebih menekankan pada tujuan penegakan hukum yang mampu memberdayakan efek pendidikan dan pembinaan, baik kepada masyarakat maupun bagi diri terdakwa sebagai pelaku tindak pidana. Tentu saja penjatuhan pidana bersyarat ini harus dilaksanakan secara hati-hati dan mempertimbangkan berat ringan perbuatan yang dilakukan serta memperhatikan ancaman hukuman dan dampak dari tindak pidana tersebut bagi masyarakat luas.