Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas
Monday, 5 December 2016
SUDUT HUKUM | Sebelum mengetahui dan
mengidentifikasi sebuah kecelakaan merupakan sebuah tindak pidana, maka perlu
diketahui mengenai tindak pidana dan jenis pidana secara umum kemudian baru
dapat dijelaskan mengenai tindak pidana kecelakaan lalu lintas tersebut. Tindak
pidana atau strafbaarfeit baik dalam perundang-undangan yang ada maupun
dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaarfeit
antara lain adalah tindak pidana, pristiwa pidana, delik, pelanggaran
pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan yang dapat dihukum dan yang
terakhir adalah perbuatan pidana. Istilah tindak pidana atau strafbaarfeit atau
perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu, barang siapa melanggar larangan tersebut.
Adapun
beberapa tokoh yang memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang istilah strafbaarfeit
atau tindak pidana, Simons berpendapat bahwa tindak pidana adalah tindakan
melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh
seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh
undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. Sedangkan Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana,
kata perbuatan dalam perbuatan pidana mempunyai arti yang abstrak yaitu suatu
pengertian yang merujuk pada dua kejadian yang konkret, yaitu:
- Adanya kejadian yang tertentu yang menimbulkan akibat yang dilarang
- Adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu.
Jadi
pengertian perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi
barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Pompe
berpendapat bahwa suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang
dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang
pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi
terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum sebagai:
denormovertreding (verstoring de rechtsorde), waarandeovertrederschuldheeft en waarvan de bestraffing is voor de handhaving der rechtsorde en de behartiging van het algemeenwelzijn”.
Menurut Van Hattum, Perkataan Strafbaar itu
berarti voorsraaf in aanmerkingkomend atau straafverdienend yang
juga mempunyai arti sebagai pantas untuk dihukum, sehingga perkataan strafbaarfeit
seperti yang telah digunakan oleh pembentuk undang-undang didalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana itu secara eliptis haruslah diartikan sebagai
suatu “tindakan, yang karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat
seseorang menjadi dapat dihukum atau suatu feitterzake van
hetwelkeenpersonstrafbaar is.
Menurut
Marshall, perbuatan pidana adalah perbuatan atau omisi yang dilarang oleh hukum
untuk melindungi masyarakat, dan dapat dipidana berdasarkan prosedur hukum yang
berlaku. Lalu Vos menjelaskan, bahwa peristiwa
pidana (strafbaar feit) adalah suatu kelakuan manusia (menselijke
gerdragring) yang oleh peraturan perundang-undangan diberi hukuman. Sedangkan Menurut Hukum Positif, peristiwa pidana itu suatu
peristiwa yang oleh undang-undang ditentukan sebagai suatu peristiwa yang
menyebabkan hukuman.
Menurut
Simons, unsur-unsur, peristiwa pidana itu adalah Een Strafbaargestelde,
Onrechtmatige, metschuld in Verband Staande handeling Van een
Toerekenungsvatbaar persoon. Apabila diterjemahkan menjadi perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan oleh
seseorang yang mampu bertanggung jawab.
Menurut
Simons, unsur-unsur peristiwa pidana antara lain:
- Perbuatan manusia (handeling).
- Perbuatan manusia itu harus melawan hukum (wederrecrelijk).
- Perbuatan itu diancam dengan pidana (Strafbaar gesteld) oleh undang-undang.
- Harus dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab (Toerekeningsvatbaar).
- Perbuatan itu harus terjadi karena kesalahan (schuld) si pembuat.
Suatu
peristiwa agar dapat dikatakan sebagai suatu peristiwa pidana harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
- Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.
- Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang. Pelakunya harus telah melakukan suatu kesalahan dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
- Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum.
- Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang dilanggar itu dicantumkan sanksinya.
Dari seluruh pendapat para sarjana hukum diatas, dapat
dimengerti mengenai pengertian tindak pidana serta peristiwa pidana, dapat
diketahui pula unsur-unsur dan syarat-syarat terjadinya suatu tindak pidana. Perbuatan
pidana dapat dibedakan menjadi beberapa macam atau jenis antara lain:
- Perbuatan pidana (delik) formal adalah suatu perbuatan yang sudah dilakukan dan perbuatan itu benar-benar melanggar ketentuan yang dirumuskan dalam pasal undang-undang yang bersangkutan.
- Delik material adalah suatu perbuatan yang dialarang, yaitu akibat yang timbul dari perbuatan itu.
- Delik dolus adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja.
- Delik culpa adalah perbuatan pidana yang tidak disengaja, karena kealpaannya mengakibatkan matinya seseorang.
- Delik aduan adalah suatu perbuatan pidana yang memerlukan pengaduan orang lain. Jadi sebelum ada pengaduan, belum merupakan delik.
- Delik politik adalah delik atau perbuatan pidana yang ditujukan kepada keamanan negara baik secara langsung maupun tidak langsung.
Di dalam KUHP
Indonesia yang berlaku sekarang dikategorikan dua jenis pristiwa pidana. Dua
jenis peristiwa pidana itu antara lain yaitu Misdrif (Kejahatan) dan Overtreding
(Pelanggaran). Suatu tindak atau peristiwa pidana
dibedakan pula dari sudut pandang teori dan prakteknya, yaitu:
- Delik Commissionis dan Delikta Commissionis.
Delik
Commissionis adalah
delik yang terdiri dari melakukan sesuatu (berbuat sesuatu) perbuatan yang
dilarang oleh aturan-aturan pidana. Delikta Commissionis adalah delik
yang terdiri dari melakukan sesuat (berbuat sesuatu) perbuatan yang dilarang
oleh aturan-aturan pidana. Delikta Commissionis adalah delik yang
terdiri dari tidak berbuat atau melakukan sesuatu padahal mestinya berbuat.
- Delik Dolus dan Delik Culpa
Bagi delik
dolus harus diperlukan adanya kesengajaan, misalnya Pasal 338 KUHP, sedangkan
pada delik culpa, orang juga sudah dapat dipidana bila kesalahannya itu
berbentuk kealpaan, misalnya menurut Pasal 359 KUHP dilakukan dengan tidak
berbuat.
- Delik Biasa dan Delik yang dapat dikualifisir (Dikhususkan)
- Delik menerus dan tidak menerus.
Berdasarkan
uraian di atas telah diketahui mengenai pengertian dan definisi tindak pidana
secara umum. Setelah mengetahui uraian tersebut barulah dapat diuraikan
mengenai tindak pidana kecelakaan lalu lintas. Menurut Pasal 1 angka 23
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
dijelaskan mengenai pengertian kecelakaan lalu lintas, yaitu kecelakaan
merupakan suatu peristiwa yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan
kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban
manusia dan/atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan
oleh berbagai hal, seperti kelalaian pengguna jalan, ketidak layakan kendaraan,
ketidaklayakan jalan atau infrastruktur, dan iklim/lingkungan. Kecelakaan lalu lintas merupakan tindak pidana dikarenakan dalam Aturan
Penutup Pasal 103 KUHP dijelaskan ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab
VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oeh ketentuan
ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh
undang-undang ditentukan lain.
Dalam salah
satu asas hukum yang dikenal adalah lex specialis derogat legi generalis, menyatakan
bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum,
inilah yang menjadi dasar kecelakaan lalu lintas dinyatakan sebagai salah satu
bentuk perbuatan atau tindak pidana khusus karena diatur di dalam suatu bentuk
hukum perundang-undangan diluar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sesuai
dengan ketentuan pasal 103 KUHP pula kecelakaan dapat dinyatakan dalam bentuk
tindak pidana karena diatur ketentuan pidananya dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Di dalam
ketentuan pasal 23 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan mengatur bahwa:
- Pengemudi kendaraan bermotor pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib :
- Mampu mengemudikan kendaraan dengan wajar;
- Mengutamakan keselamatan para pejalan kaki;
- Menunjukan surat tanda bukti pendaftaran kendaraan bermotor, atau surat tanda coba kendaraan bermotor, surat izin mengemud, dan tanda bukti lulus uji, atau tanda bukti lain yang sah, dalam hal dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pasal 16;
- Memetuhi ketentuan tentang kelas jalan, rambu-rambu dan marka jalan, alat pemeberi isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu sitirahat pengemudi, gerakan lalu lintas, berhenti dan parkir, persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor, penggunaan kendaraan bermotor, peringatan dengan bunyi dan sinar, kecepatan maksimum dan/atau minimum, tata cara mengangkut orang dan barang, tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain;
- Memakai sabuk keselamatan bagi pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau lebih, dan menggunakan helm bagi pengemudi kendaraan bermotor roda dua atau bagi pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah.
- Penumpang kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang duduk disamping pengemudi wajib memakai sabuk keselamatan, dan bagi penumpang kendaraan bermotor roda dua atau kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi rumah-rumah wajib memakai helm.
Pasal 27
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
mengatur bahwa :
- Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat peristiwa kecelakaan lalu lintas, wajib :
- Menghentikan kendaraannya;
- Menolong orang yang menjadi korban kecelakaan;
- Melaporan kecelakaan tersebut kepada pejabat polisi negara Republik Indonesia terdekat.
- Apabila pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh karena keadaan memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b, kepadanya diwajibkan segera melaporkan diri kepada pejabat polisi negara Republik Indonesia terdekat.
Penggolongan
dan penanganan perkara kecelakaan lalu lintas menurut pasal 229 Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2009, yaitu:
- Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas:
- Kecelakaan Lalu Lintas ringan;
- Kecelakaan Lalu Lintas sedang; atau
- Kecelakaan Lalu Lintas berat.
- Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
- Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagaimana dimaksud pada (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
- Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.
- Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan.
Dari jenis
kecelakaan lalu lintas terdapat beberapa situasi yang dapat menjadi pembeda
antara jenis-jenis kecelakaan lalu lintas yaitu Kecelakaan Lalu Lintas ringan
yaitu sebagai contoh terjadi kecelakaan lalu lintas namun disini hanya
menimbulkan kerusakan kendaraan dan lain halnya, tapi pada intinya tidak
menimbulkan luka-luka baik si pengendara maupun orang lain yang terlibat dalam
kecelakaan lalu lintas tersebut. Kecelakaan Lalu Lintas sedang, di mana terjadi
kecelakaan lalu lintas menimbulkan suatu kerusakan kendaraan atau barang lain
dan juga menimbulkan korban luka-luka ringan, seperti luka lecet dan luka-luka
lainnya tetapi tidak sampai luka-luka tersebut mengakibatkan seseorang tidak
dapat beraktivitas normal. Dan Kecelakaan Lalu Lintas berat, di mana terjadi
kecelakaan lalu lintas yang tidak hanya menimbulkkan kerusakan barang ataupun
barang, tetapi menimbulkan korban luka berat, sehingga korban tidak dapat
beraktivitas normal dalam beberapa waktu maupun secara permanen, atau timbul
korban meninggal dunia.
Pada ketentuan
Pasal 230 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perkara
kecelakaan lalu lintas sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) diproses dengan acara peradilan pidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kepastian hukum tersebut maka
para penegak hukum wajib untuk memproses seluruh perkara tindak pidana lalu-lintas.
Pada ketentuan Pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dijelaskan bahwa:
- Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
- Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
- Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
- Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Kecelakaan
lalu lintas dalam ketentuan pidananya yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Berdasarkan Ketentuan
Pasal 310, Pengemudi kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalulintas ringan
diancam pidana penjara maksimal 6 bulan, jika mengakibatkan kecelakaan lalu
lintas sedang diancam pidana penjara maksimal 1 tahun, dan jika mengakibatkan
kecelakaan lalu lintas berat maka ancaman hukuman pidana penjara mencapai
maksimal 5 tahun penjara dan jika korbannya mengalami kematian maka diancam
dengan hukuman pidana penjara 6 tahun.
Terjadinya
kecelakaan lalu lintas dapat dilakukan atas dua faktor yaitu kesengajaan dan
kelalaian. Jika terjadinya kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh faktor
kesengajaan maka ancaman pidana yang dapat diberikan menjadi dua kali lipat
dari ketentuan yang telah ada mengenai masing-masing jenis kecelakaan yang
disebabkan oleh kelalaian. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan jika seseorang yang mengemudikan kendaraan bermotor
yang terlibat kecelakaan Lalu Lintas, namun dengan sengaja tidak menghentikan
kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan
Lalu Lintas kepada kepolisian, dapat diancam dengan pidana penjara paling lama tiga
tahun.