Syarat Sah Perjanjian
Monday, 23 January 2017
SUDUT HUKUM | Di
dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur yaitu:
- Pihak-pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak sebagai subyek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum. Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap untuk melakukan hubungan hukum. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, maka badan hukum tersebut harus memenuhi syarat-syarat badan hukum yang antara lain adanya harta kekayaan yang terpisah, mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri, ada organisasi;
- Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan tawar-menawar diantara mereka;
- Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh pihak lain, selaku subyek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum;
- Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya;
- Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada;
- Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada syaratsyarat tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Agar
suatu perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian
harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal
1320 KUHPerdata yaitu:
a.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya mempunyai arti bahwa para
pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau saling menyetujui kehendak
masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak tanpa adanya paksaan,
kekeliruan, dan penipuan.
Kata
“sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan mengenai
hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai
diri pihak lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat
dirinya orang tersebut;
Sepakat
sebenarnya merupakan pertemuan antara dua kehendak, di mana
kehendak orang yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki
pihak lain. Menurut
Teori Penawaran dan Penerimaan (offer and acceptance), bahwa pada prinsipnya suatu
kesepakatan kehendak baru terjadi
setelah adanya penawaran (offer) dari salah satu pihak dan dikuti dengan
penerimaan tawaran (acceptance) oleh pihak lain dalam kontrak tersebut.
b.
Cakap untuk membuat perikatan;
Membuat
suatu perjanjian adalah melakukan suatu hubungan hukum.
Yang dapat melakukan suatu hubungan hukum adalah pendukung hak
dan kewajiban, baik orang atau badan hukum, yang harus memenuhi syarat-syarat
tertentu. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum,
badan hukum tersebut harus memenuhi syarat sebagai badan hukum
yang sah. Suatu badan, perkumpulan, atau badan usaha dapat berstatus
sebagai badan hukum bila telah memenuhi beberapa syarat, yaitu:
- Syarat materiil (menurut doktrin)
- Harta kekayaan yang terpisah, dipisahkan dari kekayaan anggotanya.
- Tujuan tertentu (bisa idiil/komersial)
- Punya hak/kewajiban sendiri, dapat menuntut/dituntut
- Punya organisasi yang teratur, tercermin dari Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.
- Syarat Formal
Syarat-syarat
yang harus dipenuhi sehubungan dengan permohonan untuk
mendapatkan status sebagai badan hukum biasanya diatur dalam peraturan
yang mengatur tentang badan hukum yang bersangkutan. Misalnya
pengesahan Perseroan Terbatas (PT) sebagai badan hukum diatur
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
dan pengesahan yayasan sebagai badan hukum diatur dalam Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2004 tentang Yayasan, dimana agar Perseroan Terbatas dan Yayasan
dapat berstatus sebagai badan hukum yang sah, akta pendirian Perseroan
Terbatas dan Yayasan yang telah dibuat oleh Notaris harus mendapat
pengesahan dari Menteri.
Dengan
terpenuhinya syarat-syarat tersebut di atas, barulah badan hukum itu
dapat disebut sebagai pendukung hak dan kewajiban atau sebagai subyek hukum
yang dapat melakukan hubungan hukum.
Apabila
yang membuat perjanjian adalah orang, dia harus cakap menurut hukum.
Pasal 1330 KUHPerdata menentukan yang tidak cakap untuk membuat perikatan:
1)
Orang-orang yang belum dewasa;
Ketentuan
Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut memberikan
arti yang luas mengenai kecakapan bertindak dalam hukum, yaitu
bahwa:
a)
Seorang baru dikatakan dewasa jika ia:
1.
telah berumur 21 tahun; atau
2.
telah menikah, ini membawa konsekuensi hukum bahwa seorang anak yang
sudah menikah tetapi kemudian perkawinannya dibubarkan sebelum
ia genap berusia 21 tahun tetap dianggap telah dewasa.
b)
Anak yang belum dewasa, dalam setiap tindakannya dalam hukum diwakili
oleh:
1.
orang tuanya, dalam hal anak tersebut masih berada di bawah kekuasaan
orang tua (yaitu ayah dan ibu secara bersama-sama);
2.
walinya, jika anak tersebut sudah tidak lagi berada di bawah kekuasaan
orang tuanya (artinya hanya ada salah satu dari orang tuanya
saja).
2)
Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan. Orang-orang yang diletakkan di bawah
pengampuan adalah setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan
kurang akal, sakit ingatan atau boros. Pembentuk undang-undang memandang
bahwa yang bersangkutan tidak mampu menyadari tanggung jawabnya
dan karena itu tidak cakap bertindak untuk mengadakan perjanjian. Apabila
seorang yang berada di bawah pengampuan mengadakan perjanjian, yang
mewakilinya adalah orang tuanya atau pengampunya (Pasal 433 KUHPerdata).
Orang yang dibawah pengampuan, menurut hukum tidak dapat berbuat
bebas dengan harta kekayaannya. Ia berada di bawah pengawasan pengampuan.
Kedudukannya, sama dengan seorang anak yang belum dewasa.
Kalau
seorang anak belum dewasa harus diwakili oleh orang tua atau walinya, maka
seorang dewasa yang telah ditaruh di bawah pengampuan harus diwakili oleh
pengampu atau kuratornya.
3)
Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan
pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung,
melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5
September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang
tidak cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan
atau izin suaminya, kecuali ada hak suami yang berkaitan dengan perbuatan
hukum yang akan dilakukan seperti menjual rumah yang didapat setelah
perkawinan, dan lainlain. Akibat dari perjanjian yang dibuat oleh pihak yang
tidak cakap adalah batal demi hukum (Pasal 1446 KUHPerdata).
c.
Suatu hal tertentu;
Sebagai
syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu
hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah
pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian
paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau
sudah berada di tangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan
oleh undangundang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja kemudian
dapat dihitung atau ditetapkan. Perjanjian harus menentukan jenis objek yang
diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 KUHPerdata
menentukan hanya barang-barangyang dapat diperdagangkan yang dapat
menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 KUHPerdata barangbarang yang
baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali
jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.
d.
Suatu sebab atau causa yang halal;
Menurut
undang-undang, sebab yang halal adalah jika tidak dilarang oleh Undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum, ketentuan ini disebutkan pada Pasal
1337 KUHPerdata. Suatu perjanjian yang dibuat dengan sebab atau causa yang
tidak halal, misalnya jual beli ganja, untuk mengacaukan ketertiban umum. Sahnya
causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat.
Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan
lain oleh undang-undang.
Ke
empat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang,
digolongkan ke dalam:
- Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif), dan;
- Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif).
Unsur
subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para
pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian.
Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang
merupakan obyek yang diperjanjikan, dan causa dari obyek yang berupa prestasi
yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang
atau diperkenankan menurut hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari
keempat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut
diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat
pelanggaran terhadap unsur subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal
tidak terpenuhinya unsur obyektif), dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir
dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.
Perbedaan
antara dapat dibatalkan dengan batal demi hukum dapat dibatalkan
artinya salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya
sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh
hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang
tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas). Sedangkan
batal demi hukum artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah ada
dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.