Terjadinya Perjanjian Jual Beli
Sunday, 1 January 2017
SUDUT HUKUM | Pada Pasal 1458 KUHPerdata
dikatakan bahwa jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak,
seketika setelahnya orang- orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan
harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun haraganya
belum dibayar.
Pasal 1458 tersebut di atas, yang
menjadi unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang yang akan dijual
dan harga atas barang itu sendiri, dimana pada saat kedua pihak sepakat mengenai
barang dan harga, maka pada detik itu juga lahir perjanjian jual beli yang sah.
Sesuai dengan asas “konsensualisme” yang menjiwai hukum perjanjian dalam
KUHPerdata, perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya “sepakat”
mengenai barang dan harga (Subekti, 2003: 2).
Kemudian, yang menjadi alat
pengukur bahwa telah tercapainya penyesuaian kehendak untuk sepakat bagi para pihak
adalah pernyataan-pernyataan yang telah dilakukan secara timbal balik
oleh kedua belah pihak.
Dari pernyataan-pernyataan kedua
belah pihak ini juga dapat ditetapkan hak dan kewajiban secara timbal balik
diantara mereka. Prof. Subekti mengatakan, bahwa menurut ajaran yang sekarang
dianut dan juga menurut yurisprudensi, pernyataan boleh dipegang untuk dijadikan
dasar kesepakatan, adalah pernyataan yang secara objektif dapat dipercaya.
Pernyataan yang terlihat jelas dilakukan dengan tidak sungguh-sungguh atau yang
terlihat jelas mengandung kekhilafan atau kekeliruan, tidak boleh dipegang untuk
dijadikan dasar kesepakatan. Maka, sudah tepatlah bahwa adanya perjumpaan kehendak
(consensus) itu diukur dengan pernyataanpernyataan yang secara timbal balik telah
dikeluarkan, demikian menurut Prof. Subekti.