Pemilihan kepala daerah dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tuesday, 14 February 2017
SUDUT HUKUM | Sistem pilkada dapat dibedakan
dalam 2 jenis, yaitu Pemilukada dan pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD.
Faktor utama yang membedakan kedua metoda tersebut adalah bagaimana partisipasi
politik rakyat dilaksanakan atau diwujudkan. Tepatnya adalah metoda penggunaan
suara yang berbeda. Pilkada yang tidak memberi ruang bagi rakyat untuk
menggunakan hak pilih aktif, yakni hak untuk memilih dan hak untuk dipilih,
dapat disebut dengan pilkada tak langsung, seperti sistem pengangkatan dan/atau
penunjukan oleh pemerintah pusat atau sistem pemilihan perwakilan oleh anggota
DPRD.
Dalam sistem pengangkatan dan/atau penunjukan oleh pemerintah pusat,
kedaulatan atau suara rakyat diserahkan bulat-bulat kepada pejabat pusat, baik
Presiden maupun Menteri Dalam Negeri. Dalam sistem pemilihan perwakilan oleh
DPRD, kedaulatan rakyat atau suara rakyat diwakilkan kepada anggota DPRD.
Sebaliknya pemilukada selalu memberikan ruang bagi implementasi hak pilih
aktif. Seluruh warga asal memenuhi syarat dapat menjadi pemilih dan mencalonkan
diri sebagai kepala daerah. Karena itulah, pilkada langsung sering disebut
implementasi demokrasi partisipatoris, sedangkan pilkada tak langsung adalah
implementasi demokrasi elitis.
Dengan
diundangkannya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
maka Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dinyatakan tidak berlaku lagi. Perubahan
yang paling signifikan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
adalah mengenai pemilihan Kepala Daerah melalui pemilukada. Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 ini terdiri dari 240 pasal, dari 240 pasal tersebut, 63 pasal di
antaranya mengatur tentang pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
melalui pemilukada, yaitu pasal 56 sampai dengan pasal 119. Pemilukada
merupakan perwujudan kedaulatan rakyat seperti yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat
(2) UUD NRI 1945.45 Melalui pemilukada ekspresi nyata
kedaulatan rakyat lebih terjamin dibanding mekanisme lainnya. Pemilukada juga
merupakan pelaksanaan dari jaminan konstitusi terhadap hak-hak rakyat, terutama
hak rakyat untuk turut serta dalam pemerintahan. Dalam UUD NRI 1945 hak ini
dijamin pada pasal 27 ayat (1), pasal 28C ayat (2), dan dalam pasal 28D ayat
(3).
Dalam rangka
mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, sesuai tuntutan reformasi dan
amandemen UUD 1945, undang-undang ini menganut sistem pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah melalui
pemilukada dengan memilih calon secara berpasangan. Calon diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik. Asas
yang digunakan dalam pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sama
dengan asas pemilu sebagaimana diatur dalam undang-undang pemilu, yaitu asas
langsung, umum, bebas dan rahasia (luber), serta jujur dan adil (jurdil).
Dihapusnya
kewenangan DPRD untuk memilih Kepala Daerah dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun
1999 menjadi alasan pemilihan Kepala Daerah melalui pemilukada. Hal ini dapat
dibacakan dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 bagian penjelasan angka 4,
yang isinya sebagai berikut;
Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah yang dipilih secara demokratis. Pemilihan secara demokratis terhadap Kepala Daerah tersebut, dengan mengingat bahwa tugas dan wewenang DPRD menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menyatakan antara lain bahwa DPRD tidak memiliki tugas dan wewenang untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka pemilihan secara demokratis dalam Undang-Undang ini dilakukan oleh rakyat secara langsung. Kepala daerah dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh seorang wakil kepala daerah, dan perangkat daerah”.
Semangat
dilaksanakannya pemilukada adalah koreksi terhadap pemilihan kepala daerah
sebelumnya yang dilakukan oleh DPRD, menjadi demokrasi yang berakar langsung
pada rakyat. Oleh karena itu, keputusan politik untuk menyelenggrakan
pemilukada adalah langkah strategis dalam rangka memperluas, memperdalam, dan
meningkatkan kuallitas demokrasi. Hal ini juga sejalan dengan semangat otonomi yaitu terhadap aspirasi dan inisiatif
masyarakat daerah untuk menentukan nasibnya.
Cara paling
efektif untuk membedakan pemilukada dan pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD
adalah dengan melihat tahapan-tahapan kegiatan yang digunakan. Dalam pilkada
melalui DPRD, partisipasi rakyat dalam tahapan-tahapan kegiatan sangat terbatas
atau bahkan tidak ada sama sekali. Rakyat ditempatkan sebagai penonton proses
pilkada yang hanya melibatkan elit. Rakyat sekadar menjadi objek politik,
misalnya kasus dukung mendukung. Penonjolan peran dan partisipasi terletak pada
elit politik, baik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau pejabat pusat. Dalam
pilkada langsung, keterlibatan rakyat dalam tahapan-tahapan kegiatansangat
terlihat jelas dan terbuka lebar. Rakyat merupakan subjek politik. Mereka
menjadi pemilih, penyelenggara, pemantau dan bahkan pengawas. Oleh sebab itu,
dalam pilkada langsung, selalu ada tahapan kegiatan pendaftaran pemilih,
kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, dan sebagainya.
Mengacu kepada
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, tahapan pemilukada dibagi menjadi dua tahap
yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi:
- DPRD memberitahukan kepada Kepala Daerah maupun KPUD daerah setempat mengenai berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah
- Dengan adanya pemberitahuan dimaksud Kepala Daerah berkewajiban untuk menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintah daerah kepada pemerintah dan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD
- KPUD dengan pemberitahuan dimaksud menetapkan rencana penyelenggaraan pemilukada yang meliputi penetapan tata cara dan jadwl tahapan pemilukada, membentuk Panitiia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) serta pemberitahuan dan pendaftaran pemantau.
- DPRD membentuk Panitia Pengawas Pemilihan yang unsurnya terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Perguruan Tinggi, Pers, dan Tokoh Masyarakat.
Sedangkan
tahapan pelaksanaan meliputi penetapan daftar pemilih, pengumuman pendaftaran
dan penetapan pasangan calon, kampanye, masa tenang pemungutan suara,
perhitungan suara, penetapan pasangan calon terpilih serta pengusulan pasangan
calon terpilih. Dari enam kegiatan tahap pelaksanaan tersebut, keterlibatan atau
partisipasi masyarakat sebagai pemilih dan pemantau terlihat dalam penetapan
daftar pemilih, kampanye, pencalonan, pemungutan suara, dan penghitungan suara.
Hal itulah yang mencirikan bahwa pilkada berdasarkan Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 merupakan pilkada langsung. Namun persyaratan pilkada langsung akan
lebih lengkap, dalam pengertian warga menggunakan hak pilih aktif, apabila
rakyat atau warga terlibat langsung dalam
tahap pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah/calon
wakil kepala daerah serta penetapan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala
daerah terpilih. Keterlibatan tersebut tidak hanya menjadi calon, namun juga
mengawasi proses yang dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Mantan Menteri
Dalam Negeri M. Ma’ruf berpendapat bahwa pemilukada sebagai sarana pembelajaran
demokrasi bagi rakyat (civic education).
Pemilukada menjadi media
pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk
kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya meilih pemimpin yang
benar sesuai dengan hati nuraninya. Lebih jauh M. Ma’ruf berpendapat bahwa
pemilukada sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi
daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin
lokal yang dihasilkan dalam pemilukada, maka komitmen pemimpin lokal dalam
mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarkat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar
dapat diwujudkan.
Pemilukada
membuka ruang partisipasi politik rakyat untuk mewujudkan kedaulatan dalam
menentukan pemimpin di daerah. Tujuan ideal pemilukada adalah terpilihnya
Kepala Daerah yang terpercaya, memiliki kemampuan, kepribadian dan moral yang
baik. Idealnya, Kepala Daerah terpilih adalah orang-orang yang berkenan di hati
rakyat, dikenal dan mengenal daerah, serta memiliki ikatan emosional kuat
terhadap rakyat daerah. Selain itu, pemilukada juga semacam ajang atau arena
pelatihan pemimpin dalam rangka menyediakan stok
pemimpin untuk tingkatan lebih tinggi dengan ini pemilukada
dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 menganut sistem pemilihan “dua putaran”
dengan ketentuan sebagaimana diatur pada pasal 107 dengan isi sebagai berikut:
- Pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh sura lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.
- Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suaran sah, pasangan calon yang memperoleh suara terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.
- Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar sebagaimana dimaksud pada ayat(2) terdapat lebih dari satu pasangan calon yang perolehan suaranya sama, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
- Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, atau tidak ada yang mencapai 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua.
- Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut berhak mengikuti pemilihan putaran kedua.
- Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
- Apabila pemenang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh lebih dari satu pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
- Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.
Dengan sistem
dua putaran ini akan memberikan ruang yang lebih lagi mencari pemimpin yang
benar-benar dipilih oleh mayoritas rakyat itu sendiri, agar sistem pemilihan
ini semakin mencerminkan kedaultan rakyat dan demokrasi. Ketika suara yang
didapat salah satu pasangan calon lebih dari 50% (lima puluh persen) berarti
lebih dari setengah pemilih yang tetap yaitu rakyat dalam sauatu daerah telah
mayoritas memilih pasangan calon tersebut.
Berdasarkan
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) provinsi, kabupaten, dan kota telah diberikan kewenangan
sebagai penyelenggara pemilukada. KPUD yang dimaksudkan dalam Undang Undang 32
Tahun adalah KPUD sebagaimana dimaksud Undang Undang Nomor 12 Tahun 2003
tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Hal ini dengan pertimbangan
bahwa KPUD adalah lembaga independen yang ada di daerah yang telah mempunyai
pengalaman dalam melaksanakan pemilihan secara langsung (DPR, DPD, DPRD, dan Pilpres),
sehingga tidak perlu dibentuk lagi lembaga baru sebagai pelaksana pemilukada.
Selain itu dengan pertimbangan efisiensi, sarana dan prasarana pemilu yang
masih dapat dipergunakan lagi.54
Kewenangan KPUD
Provinsi, Kabupaten dan Kota dibatasi sampai dengan penetapan calon terpilih
dengan berita acara yang selanjutnya KPUD menyerahkan kepada DPRD untuk
diproses pengusulannya kepada pemerintah guna mendapatkan pengesahan.
Ketentuan
ini diatur dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 bagian penjelasan pada sub
bagian I penjelasan umum yang bunyi nya sebagai berikut:
Melalui undang-undang ini Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) provinsi, kabupaten, dan kota diberikan kewenangan sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah. KPUD yang dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah KPUD sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Untuk itu, tidak perlu dibentuk dan ditetapkan KPUD dan keanggotaannya yang baru. Agar penyelenggaraan pemilihan dapat berlangsung dengan baik, maka DPRD membentuk panitia pengawas. Kewenangan KPUD provinsi, kabupaten, dan kota dibatasi sampai dengan penetapan calon terpilih dengan Berita Acara yang selanjutnya KPUD menyerahkan kepada DPRD untuk diproses pengusulannya kepada Pemerintah guna mendapatkan pengesahan”.
Rujukan:
- Suharizal, Pemilukada: Regulasi, Dinamika, dan Konsep Mendatang, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011,
- Undang Undang Nomor 32 Tahun 2014
- Joko Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung Filosofi, Sistemdan Problema Penerapannya di Indonesia, Pustaka Pelajar dan LP3M Universitas Wahid Hasyim, Jakarta, 2005.