Tanggung Jawab Hukum
Thursday, 9 February 2017
SUDUT HUKUM | Tanggung jawab dalam kamus
Bahasa Indonesia memiliki arti yaitu keadaan wajib menanggung segala sesuatunya
(kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkirakan, dan
sebagainya). Tanggung jawab hukum itu terjadi karena adanya
kewajiban yang tidak dipenuhi oleh salah satu pihak yang melakukan perjanjian,
hal tersebut juga membuat pihak yang lain mengalami kerugian akibat haknya
tidak dipenuhi oleh salah satu pihak tersebut.
Tanggung jawab hukum memiliki beberapa arti. Menurut Wahyu Sasongko, tanggung jawab hukum adalah kewajiban menanggung suatu akibat menurut ketentuan hukum yang berlaku dan di sini ada norma atau peraturan hukum yang mengatur tentang tanggung jawab. Ketika, ada perbuatan yang melanggar norma hukum itu, maka pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan norma hukum yang dilanggar.
Ridwan Halim mendefinisikan
tanggung jawab hukum sebagai sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan
peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara
umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai
kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berperilaku menurut cara tertentu tidak
menyimpang dari peraturan yang telah ada.
Dengan demikian tanggung jawab hukum diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang wajib menanggung segala akibat dari tindakannya yang sudah melanggar ketentuan yang diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan. Orang yang melanggar tersebut wajib bertanggung jawab dan mengganti kerugian yang telah diperbuatnya.
Dengan demikian tanggung jawab hukum diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang wajib menanggung segala akibat dari tindakannya yang sudah melanggar ketentuan yang diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan. Orang yang melanggar tersebut wajib bertanggung jawab dan mengganti kerugian yang telah diperbuatnya.
Prinsip tanggung jawab dalam hukum secara umum dibedakan sebagai berikut:
- Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault).
- Prinsip praduga untuk bertanggung jawab (presumption of liability).
- Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of non liability).
- Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability).
- Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability).
Tanggung jawab hukum dalam
hukum perdata digantungkan pada sifat hubungan hukum yang melahirkan hak-hak
keperdataan. Tanggung jawab dalam hukum perdata dapat dimintakan berdasarkan
pertanggungjawaban kerugian karena perbuatan melawan hukum (onrechtsmatigedaad)
atau pertanggungjawaban atas kerugian karena wanprestasi.
Pertanggungjawaban
atas kerugian akibat perbuatan melawan hukum menurut Pasal 1365 KUHPdt
diartikan sebagai suatu perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh
seseorang yang karena kesalahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila memenuhi empat unsur berikut
ini, yaitu:
- Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatig).
- Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian.
- Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan.
- Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal.
Menurut Abdulkadir Muhammad,
tanggung jawab dalam perbuatan melawan hukum dibagi menjadi beberapa teori,
yaitu:
- Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja (intertional tort liability), tergugat harus sudah melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau mengetahui bahwa apa yang dilakukan tergugat akan mengakibatkan kerugian.
- Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan karena kelalaian (negligence tort lilability), didasarkan pada konsep kesalahan (concept of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang sudah bercampur baur (interminglend).
- Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa mempersoalkan kesalahan (stirck liability), didasarkan pada perbuatannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja, artinya meskipun bukan kesalahannya tetap bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat perbuatannya.
Pertanggungjawaban atas
kerugian karena wanprestasi lebih disebabkan adanya pelanggaran perjanjian yang
dilakukan oleh salah satu pihak. Wanprestasi dalam KUHPdt memiliki arti yaitu
suatu keadaaan dimana seseorang (debitur) tidak memenuhi kewajibannya yang
didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Wanprestasi itu sendiri dapat
berupa, yaitu:
- Tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan (Pasal 1239 KUHPdt).
- Melaksanakan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimanamestinya (Pasal 1248 KUHPdt).
- Melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat (Pasal 1243 KUHPdt).
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan (Pasal 1242 KUHPdt).
Akibat hukum bagi debitur yang
telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi hukum, yakni:
- Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUHPdt).
- Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut pemutusan/pembatalan perikatan melalui hakim (Pasal 1266 KUHPdt).
- Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih kepada debitur sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 Ayat 2 KUHPdt).
- Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPdt).
- Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkarakan di muka Pengadilan Negeri, dan debitur dinyatakan bersalah.
Kerugian yang timbul dalam
wanprestasi wajib diganti oleh debitur sejak ia dinyatakan lalai. Ganti
kerugian itu sendiri terdiri dari tiga unsur, yaitu:
- Ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan.
- Kerugian sesungguhnya karena kerusakan, kehilangan benda milik kreditur akibat kelalaian debitur.
- Bunga atau ongkos yang diharapkan.
Ganti kerugian harus berupa
uang bukan barang, kecuali jika diperjanjikan lain. Dalam ganti kerugian itu
tidak selalu ketiga unsur itu harus ada. Yang ada itu mungkin hanya kerugian
yang sesungguhnya, mungkin hanya ongkos-ongkos atau biaya, atau mungkin kerugian
sesungguhnya ditambah ongkos dan biaya. Berdasarkan Pasal 1246-1248 KUHPdt
mengenai ganti kerugian dalam wanprestasi tidak dapat diterapkan secara
langsung pada perbuatan melawan hukum, melainkan dibuka kemungkinan penerapan
secara analogis. Kerugian yang ditimbulkan dalam perbuatan melawan hukum dapat
bersifat materiil dan kerugian immateriil.
Kerugian materiil dapat berupa
kerugian yang nyata dan dapat ditaksir besarnya kerugian yang diderita,
sedangkan kerugian immateriil merupakan kerugian yang menyebabkan
seseorang mendapatkan tekanan mental akibat tindakan yang sudah merugikan
dirinya. Jadi dimungkinkan kerugian yang timbul dalam perbuatan melawan hukum
tidak hanya kerugian yang nyata saja, tetapi dapat berupa kerugian yang terjadi
setelah perbuatan melawan hukum itu terjadi.
Berdasarkan hal tersebut dasar
pertanggungjawaban dalam hukum perdata itu ada dua macam yaitu kesalahan dan
risiko. Dengan demikian dikenal pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (liability
without based on fault) dan pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability
without fault) yang dikenal dengan tanggung jawab risiko (risk liability)
atau tanggung jawab mutlak (strict liability). Prinsip dasar
pertanggungjawaban atas dasar kesalahan mengandung arti bahwa seseorang harus
bertanggung jawab karena seseorang tersebut telah bersalah melakukan sesuatu
yang merugikan orang lain. Sebaliknya prinsip tanggung jawab risiko merupakan
dasar pertanggungjawaban, maka pasien sebagai penggugat tidak diwajibkan lagi
membuktikan kesalahan dokter (tenaga kesehatan) sebagai tergugat sebab menurut
prinsip ini dasar pertanggungjawaban bukan lagi kesalahan melainkan dokter
langsung bertanggung jawab sebagai risiko usahanya.
Pertanggungjawaban dalam hal pelayanan kesehatan atau pelayanan medis yang mana pihak pasien merasa dirugikan maka perlu untuk diketahui siapa yang terkait di dalam tenaga medis tersebut. Tenaga medis yang dimaksud adalah dokter yang bekerjasama dengan tenaga profesional lain di dalam menyelenggarakan dan memberikan pelayanan medis kepada pasien. Apabila dalam tindakan medis terjadi kesalahan dan mengakibatkan kerugian terhadap pasien, maka tanggung jawab tidak langsung kepada pihak rumah sakit, terlebih dahulu harus melihat apakah kesalahan tersebut dilakukan oleh dokter atau tenaga medis yang lain. Setiap masalah yang terjadi baik sengaja maupun tidak sengaja perlu diteliti terlebih dahulu. Apabila kesalahan dilakukan oleh dokter, maka rumah sakit yang bertanggung jawab secara umumnya dan dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dikenakan sanksi.
Dengan demikian pertanggungjawaban dalam hal pelayanan kesehatan merupakan pertanggungjawaban yang terjadi karena adanya unsur kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang merugikan pasien. Rumah sakit sebagai pihak yang mempekerjakan tenaga kesehatannya harus ikut bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya tersebut.