Penjatuhan Subsider Pidana Uang Pengganti oleh Hakim Tindak Pidana Korupsi
Saturday, 18 March 2017
SUDUT HUKUM | Hakim merupakan ujung tombak dari penegakan peradilan yang diharapkan oleh masyarakat dapat memberikan putusan yang berimbang dan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Dalam perspektif hukum setiap keputusan yang diberikan oleh hakim memiliki dasar pertimbangan yang konkret karena putusan hakim merupakan puncak klimaks dari suatu perkara yang sedang diperiksa atau diadili oleh seorang hakim. Hakim memberikan keputusannya dengan melihat hal-hal sebagai berikut:
- Keputusan mengenai peristiwanya, apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Hakim akan melihat bukti-bukti dan hasil dari penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik, dari bukti-bukti tersebut maka hakim dapat menyimpulkan apakah terdakwa memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang dituduhkan kepadanya. Dalam hal ini hakim pertimbangan hakim bergantung kepada hasil penyidikan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi apakah tedakwa kasus korupsi telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi ataukah tidak.
- Keputusan mengenai hukumnya, apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dipidana. Hakim akan melakukan pertimbangan dengan berdasarkan pada KUHP dan Undang-Undang yang berlaku, apakah perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa telah memenuhi unsur- unsur tindak pidana yang telah di atur di dalam KUHP dan Undang- Undang yang berlaku dan dapat dikatakan sebagai tindak pidana, dalam hal kasus korupsi maka hakim akan mengacu kepada Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dan menimbang apakah perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang.
- Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa benar dapat dipidana, maka hakim akan mempertimbangkan dan memberikan hukuman atau penjatuhan pidana yang sesuai dan memenuhi rasa keadilan baik bagi terdakwa maupun bagi masyarakat.
Teori dasar pertimbangan hakim, pada hakikatnya digunakan agar hakim dapat memberikan putusan yang baik dan sempurna, sehingga putusan hakim yang baik dan sempurna hendaknya dapat diuji dengan 4 (empat) kriteria dasar pertanyaan seperti yang dikemukakan oleh Lilik Mulyadi dalam bukunya yaitu Kekuasaan Kehakiman (the four way test) yaitu berupa:
- Benarkah putusanku ini?
- Jujurkah aku dalam mengambil keputusan?
- Adilkah bagi pihak-pihak putusan?
- Bermanfaatkah putusanku ini?
Landasan berfikir atau bertindak dari seorang hakim pada praktiknya harus melalui empat buah titik petanyaan tersebut diatas, karena seorang hakim tetaplah manusia biasa yang tidak akan luput dari kelalaian, kekeliruan dan kekhilafan, dan rasa rutinitas, kekurang hati –hatian dan kesalahan dalam praktik peradilan, ada saja aspek-aspek yang luput dan tidak diperhatikan hakim dalam membuat keputusan.
Penjatuhan putusan subsider pidana uang pengganti pada tindak pidana korupsi oleh hakim tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan di dalam Undang-Undang meskipun tidak ditetapkan secara rinci mengenai besaran penetapan uang pengganti dan besaran subsider pidana yang berimbang dan hanya mengatur besaran maksimalnya saja, seperti yang diatur dalam Undang-Undang nomor 31 Tahun 1990 juncto Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi pada pasal 18 yang menegaskan mengenai besaran maksimal penjatuhan subsider pidana bahwa:
selain pidana tambahan sebagaimana diatur di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah:
- perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.
- Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi
- Penutupan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana
Baca Juga
(2) jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
(3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
Putusan hakim harus mempertimbangkan berbagai aspek selain aspek yuridis , sehingga putusan hakim tersebut dapat mencerminkan nilai-nilai sosiologis, filosofis dan yuridis. hakikatnya dengan adanya pertimbangan pertimbangan tersebut diharapkan akan menghindari putusan hakim yang batal demi hukum karena kurangnya pertimbangan oleh hakim yang menangani perkara.
Hakim dalam melakukan beberapa pemeriksaan dan pertimbangan- pertimbangan maka selanjutnya akan melakukan Proses atau tahapan penjatuhan putusan, dalam perkara pidana, menurut Moeljatno, proses atau tahapan penjatuhan putusan akan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
- Tahap Menganalisis Perbuatan Pidana
Pada saat hakim menganalisis, apakah terdakwa melakukan perbuatan pidana atau tidak, yang dipandang primer adalah segi masyarakat, yaitu perbuatan tersebut sebagai dalam rumusan suatu aturan pidana.
- Tahap Menganalisis Pertanggungjawaban Pidana
Jika seorang terdakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan pidana melanggar suatu pasal tertentu, hakim menganalisis apakah terdakwa dapat dinyatakan bertanggung jawab atas perbuatan pidana yang dilakukannya.
- Tahap Penentuan Pemidanaan
Hakim akan menjatuhkan pidana bila unsur-unsur telah terpenuhi dengan melihat pasal pada Undang-Undang yang dilanggar oleh Pelaku. Dengan dijatuhkannya pidana, maka pelaku sudah jelas ditetapkan sebagai Terdakwa.
Pasal 184 ayat (1) KUHAP, Hakim dalam menjatuhkan putusan dalam persidangan dapat melihat alat bukti yang sah, yaitu:
- Surat
- Petunjuk
- Keterangan terdakwa
- Keterangan Saksi
- Keterangan Ahli
Putusan yang dilakukan hakim merupakan keputusan final, konkret dan mengikat, maka hendaknya keputusan hakim harus efektif dalam memberikan efek jera bagi terpidana. Untuk mengetahui apakah putusan hakim tersebut efektif atau tidak dapat dilihat dari Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto ditentukan oleh lima faktor yang menjadi tolak ukur efektif atau tidaknya suatu hukum dan sekaligus merupakan hambatan dalam penerpan hukum itun sendiri, yaitu:
- Substansi Hukum ( Undang-Undang )
Terdapat beberapa asas dalam berlakunya undang-undang yang tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai dampak positif. Artinya agar undang-undang tersebut mencapai tujuannya secara efektif dalam kehidupan masyarakat.
- Faktor penegak hukum
Penegak hukum mempunya kedudukan (status) dan peranan (role). Seorang yang mempunyai kedudukan tertentu lazimnya dinamakan pemegang peranan (role occupant) yang mempunyai hak dan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat , dan memiliki kewajiban yaitu berupa beban atau tugas.
- Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
Penegakan hukum tidak mungkin berlangsung lancar tanpa adanya faktor sarana dan prasarana. Sarana dan fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seharusnya.
- Faktor masyarakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut.
- Faktor Kebudayaan
Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi- konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianut) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari).
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernergara, penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide- ide dan konsep-konsep hukum yang diharapkan rakyat menjadi kenyataan, dimana penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.
Penegakan hukum di masyarakat dan penerapannya tentu memiliki berbagai hambatan, begitupun dalam penjatuhan subsider pidana uang pengganti oleh hakim tentu memiliki hambatan yang berasal dari sistem hukum itu sendiri. Teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman yang menjelaskan mengenai unsur-unsur yang terdapat dalam sistem hukum, yaitu:
- Struktur Hukum ( Structure of Law )
Strukture hukum sebenarnya berbicara mengenai pola yang menunjukan bagaimana hukum itu dijalankan menurut ketentuan- ketentuan formalnya, struktur ini menunjukan bagaimana kinerja dari pengadilan dan dapat pula menjadi faktor penghambat dalam penerapan hukum. Adapun struktur hukum lain yang dapat pula menghambat penerapan hukum adalah berasal dari pembuat hukum itu sendiri, badan serta bagaiman proses hukum itu berjalan dan dijalankan oleh aparat penegak hukum.
- Substansi Hukum (Substance of Law)
Substansi hukum membicarakan mengenai peraturan-peraturan yang dipakai oleh para pelaku hukum pada waktu melaksanakan perbuatan- perbuatan serta hubungan-hubungan hukum.
- Budaya hukum ( Legal Culture)
Budaya hukum merupakan penamaan untuk unsur tuntutan atau permintaan. Tuntutan tersebut datangnya dari rakyat atau para pemakai jasa hukum, seperti pengadilan. Suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang akan menentukan bagaimana hukum itu digunakan secara benar, ataukah dihindari dan disalahgunakan.