Tindak Pidana Penadahan
Wednesday, 22 March 2017
SUDUT HUKUM | Dari segi tata bahasa,
penadahan adalah suatu kata kajian atau sifat yang berasal dari kata tadah, yang
mendapat awalan pe- dan akhiran–an. Kata penadahan sendiri adalah suatu kata
kerja tadah yang menunjukan kejahatan itu atau subjek pelaku.
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia disebut:
- Tadah: barang untuk menampung sesuatu;
- Bertadah: memakai tadah (alas, lapik);
- Menadah: menampung atau menerima barang hasilcurian (untuk menjualnya lagi);
- Menadahkan: memakai sesuatu untuk menadah;
- Tadahan: hasil atau pendapatan menadah;
- Penadah: orang yang menerima barang gelap atau barang curian.
Mengenai arti penadahan, sampai
sekarang belum ada rumusan yang jelas atau defenisi resmi sebagai pegangan para
ahli hukum pidana.merekahanya menggolongkan tindak pidana penadahan sebagai
suatu bagian dari kejahatan terhadap harta benda. Penadahan sebagai suatu perbuatan
pidana merupakan bagian terakhir dari kejahatan terhadap harta kekayaan.
Sedangkan
pengertian penadahan menurut Pasal 480 KUHP:
- Barangsiapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau dengan harapan akan memperoleh keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda yang ia ketahui atau secara patut ia diduga, bahwa benda tersebut diperoleh karena kejahatan.
- Barangsiapa mengambil keuntungan dari hasil suatu benda yang secara patutia ketahui atau harus dapat ia duga bahwa benda tersebut diperoleh karena kejahatan.
Penadahan
dalam bahasa Belanda disebut Helingmerupakan tindak pidana yang
berantai, suatu tindak pidana yang harus didahulukan dengan kejahatan, sebab
setelah seseorang melakukan kejahatan maka barang-barang hasil kejahatan
tersebut ada yang dipergunakan sendiri dan ada pula yang dipakai untuk
dihadiahkan serta sering pula dipakai untuk menarik keuntungan. Tetapi kasus
yang paling sering muncul dalam tindak pidana penadahan adalah menjual untuk
mendapatkan keuntungan barang dari hasil kejahatan tindak pidana pencurian.
Dari
penjelasan Pasal 480 KUHP tersebut dapat diketahui bahwa tindak pidana
penadahan merupakan tindak pidana formil, sehingga ada ataupun tidaknya pihak
lain yang dirugikan bukanlah unsur yang menentukan. Hal tersebut kembali
dipertegas dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung NO.79 K/Kr/1958 tanggal 09 Juli 22
1958 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung NO.126 K/Kr/1969
tanggal 29 November 1972 yang menyatakan bahwa “tidak ada peraturan yang
mengharuskan untuk lebih dahulu menghukum orang yang mencuri sebelum menuntut
dan menghukum orang yang menadah” dan “pemeriksaan tindak pidana penadahan
tidak perlu menunggu adanya keputusan mengenai tindak pidana yang menghasilkan
barang-barang tadahan yang bersangkutan”.