Penyelesaian Sengketa melalui Non-Litigasi
Wednesday, 19 April 2017
SUDUT HUKUM | Dalam penyelesaian sengketa melalui non-litigasi, kita telah mengenal adanya penyelesaian sengketa alternatif atau Alternative Dispute Resolution (ADR), yang dalam perspektif Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Alternative Dispute Resolution adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan mengesampingkan penyelesaian sengketa secara litigasi di pengadilan.
Akhir-akhir ini pembahasan mengenai alternatif dalam penyelesaian sengketa semakin ramai dibicarakan, bahkan perlu dikembangkan untuk mengatasi kemacetan dan penumpukan perkara di pengadilan maupun di Mahkamah Agung (Buku Tanya Jawab PERMA No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, 2008: 1).
Alternatif dalam penyelesaian sengketa jumlahnya banyak diantaranya:
Arbitrase
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menjelaskan bahwa arbitrase (wasit) adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Arbitrase digunakan untuk mengantisipasi perselisihan yang mungkin terjadi maupun yang sedang mengalami perselisihan yang tidak dapat diselesaikan secara negosiasi/konsultasi maupun melalui pihak ketiga serta untuk menghindari penyelesaian sengketa melalui Badan Peradilan yang selama ini dirasakan memerlukan waktu yang lama.
Negosiasi
Menurut Ficher dan Ury sebagaimana dikutip oleh Nurnaningsih Amriani (2012: 23), negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Susanti Adi Nugroho (2009: 21) bahwa negosiasi ialah proses tawar menawar
untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain melalui proses interaksi, komunikasi yang dinamis dengan tujuan untuk mendapatkan penyelesaian atau jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh kedua belah pihak.
Mediasi
Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian mengenai prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu dalam situasi konflik untuk mengkoordinasikan aktivitas mereka sehingga dapat lebih efektif dalam proses tawar menawar (Nurnaningsih Amriani, 2012: 28).
Mediasi juga dapat diartikan sebagai upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang bersikap netral, dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak tetapi menunjang fasilitator untuk terlaksananya dialog antar pihak dengan suasana keterbukaan, kejujuran, dan tukar pendapat untuk tercapainya mufakat (Susanti Adi Nugroho, 2009: 21).
Konsiliasi
Konsiliasi merupakan lanjutan dari mediasi. Mediator berubah fungsi menjadi konsiliator. Dalam hal ini konsiliator menjalankan fungsi yang lebih aktif dalam mencari bentuk-bentuk penyelesaian sengketa dan menawarkannya kepada para pihak. Jika para pihak dapat menyetujui, solusi yang dibuat konsiliator akan menjadi resolution.
Kesepakatan yang terjadi bersifat final dan mengikat para pihak. Apabila pihak yang bersengketa tidak mampu merumuskan suatu kesepakatan dan pihak ketiga mengajukan usulan jalan keluar dari sengketa, proses ini disebut konsiliasi (Nurnaningsih Amriani, 2012: 34).
Penilaian ahli
Penilaian ahli merupakan cara penyelesaian sengketa oleh para pihak dengan meminta pendapat atau penilaian ahli terhadap perselisihan yang sedang terjadi (Takdir Rahmadi, 2011: 19).
Pencari fakta (fact finding)
Pencari fakta adalah sebuah cara penyelesaian sengketa oleh para pihak dengan meminta bantuan sebuah tim yang biasanya terdiri atas para ahli dengan jumlah ganjil yang menjalankan fungsipenyelidikan atau penemuan fakta-fakta yang diharapkan memperjelas duduk persoalan dan dapat mengakhiri sengketa (Takdir Rahmadi, 2011: 17).